NovelToon NovelToon
Obsesi Sang Ceo

Obsesi Sang Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta / Dark Romance
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Biebell

Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.

Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.

Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.

Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 — Tidur Bersama Karena Kecoa

Teriakan Camelia menggema di dapur saat tubuhnya meloncat turun dari kursi begitu saja. Gerakannya terlalu panik hingga hampir membuatnya terjatuh. Nerios sontak melotot kaget.

"Camelia, hati-hati!" serunya, jantungnya ikut berdegup karena kaget melihat wanitanya hampir celaka.

Namun Camelia sama sekali tak menggubris, tubuhnya bergidik ngeri sambil menunjuk dengan wajah pucat. "Ih—kecoa! Di samping mangkukmu!"

Nerios menoleh, dan seketika itu juga matanya membulat. Ia refleks turun dari kursi dan mundur beberapa langkah. "S*al! Kenapa bisa ada kecoa di rumah ini?!" makinya dengan wajah masam.

"Buang jauh-jauh, Nerios! Cepat!" pekik Camelia, langkah kakinya mundur ke belakang saat hewan menjijikkan itu berjalan santai di meja.

Pria itu melirik Camelia yang setengah histeris, lalu menelan ludah. Padahal ia sendiri sama takutnya—tapi harga dirinya sebagai lelaki tidak boleh hancur di depan Camelia. Dengan wajah sok berani, ia maju lagi, meraih kecoa itu dengan ujung jarinya.

Begitu hampir berhasil, wajahnya berubah panik dan, tanpa sadar, ia malah melempar kecoa itu sembarangan.

"Akhhh!" jerit Camelia, matanya membelalak ketika kecoa itu justru menempel di dinding dapur. Tak butuh lama, hewan itu terbang ke sisi lain, tepat di atas kepala Camelia.

Spontan wanita itu menjerit keras, lalu berlari ke arah Nerios dan langsung memeluk tubuh pria itu erat-erat.

"Neriosss! Ambil itu, cepat ambil!" teriaknya hampir menangis.

Tubuh Nerios menegang. Ia bisa merasakan tubuh mungil Camelia bergetar hebat dalam pelukannya. Tatapannya naik sekilas—dan ia sendiri merinding melihat kecoa itu menempel di tembok, mengepak pelan seakan siap terbang lagi.

"T—tenanglah!" ucapnya sok tegas, meski tangannya yang memeluk Camelia terasa dingin. Ia benci hewan itu, tapi ia lebih benci melihat Camelia menangis.

Dengan sisa keberaniannya, Nerios meraih gulungan tisu di meja, lalu dengan satu ayunan cepat ia menepuk kecoa itu. Hewan itu jatuh ke lantai, dan dengan gerakan spontan penuh amarah, ia menendangnya hingga menghilang entah ke mana.

Camelia masih menempel di dadanya, wajahnya terkubur di bahu pria itu. "Sudah? Udah nggak ada?" suaranya bergetar.

Nerios menatap ke lantai, memastikan si makhluk kecil itu lenyap, lalu mengelus punggung Camelia perlahan. "Sudah. Sudah pergi. Aku janji nggak akan biarin ada yang mengganggu kau lagi, bahkan kecoa sekalipun."

Pencitraan di depan Camelia agar terlihat begitu berani, padahal dirinya sendiri sejak dulu begitu membenci hewan kecil namun menakutkan itu. Tidak ada yang tahu bahwa Nerios takut pada kecoa kecuali keluarganya.

Camelia mengangkat wajahnya pelan, matanya masih berair, membuat Nerios nyaris meledak menahan perasaan. Ia menghapus air mata itu dengan ibu jarinya.

"Kau ini, masa gara-gara kecoa bisa sampai segini ketakutannya," ujarnya pelan, mencoba terdengar tenang.

Camelia manyun, tapi pelukannya justru semakin erat. "Aku benci kecoa, Nerios. Benci banget!"

Nerios terkekeh kecil, lalu menunduk dekat ke wajahnya. "Baiklah, mulai sekarang … kalau ada kecoa, cukup berteriak panggil aku. Aku yang akan hadapi."

Wanita itu mengangguk kecil dengan suara dehaman yang terdengar manja, suara yang tanpa sadar keluar itu membuat Camelia dan Nerios terdiam bersamaan.

Camelia terlambat menyadari bahwa tubuhnya kini memeluk Nerios begitu erat, seakan mencari perlindungan. Sedangkan pria itu tampak sama sekali tidak keberatan—bahkan terlihat nyaman berada dalam dekapan Camelia.

"Eh ... maaf!" Camelia buru-buru hendak melepaskan pelukan itu, namun tangannya lebih dulu ditahan oleh Nerios.

"Kayak gini aja dulu sebentar," ucap Nerios lirih, suaranya terdengar hangat dan penuh ketulusan.

Pelukan pria itu semakin erat. Nerios merundukkan wajahnya, mendekat pada tengkuk Camelia, menghirup dalam aroma manis tubuh wanita itu. Tindakan kecil yang tanpa sadar membuat Camelia bergidik, jantungnya berdegup lebih cepat.

"Nerios ..." cicit Camelia, nada suaranya terdengar ragu dan canggung. Ia merasa tidak nyaman dengan kedekatan ini, tapi di sisi lain, ada rasa hangat yang sulit ia tolak.

Nerios tidak segera menjawab. Ia hanya menggeser sedikit tubuhnya agar lebih nyaman, seakan tak ingin melepas momen itu. Camelia akhirnya pasrah, membiarkan dirinya berada dalam dekapan Nerios.

Hening sesaat, sampai akhirnya suara Nerios terdengar pelan namun tegas.

"Malam ini ... mau nggak tidur bareng di kamarku?"

Camelia spontan melotot, tubuhnya menegang. "Hei! Maksudmu mengajak—"

"Hanya tidur biasa," potong Nerios cepat, menyadari nada suara Camelia mulai meninggi. "Bukan melakukan hal lain."

Camelia berontak kecil dalam pelukan itu. "Tetap saja! Bisa-bisa kau mengajakku—"

"Hanya tidur bersama," pinta Nerios lagi, kali ini suaranya terdengar seperti anak kecil yang sedang merengek. Matanya menatap Camelia dengan penuh harap. "Kumohon ..."

Degup jantung Camelia makin kacau. Permintaan itu jelas terdengar konyol dan tidak masuk akal, tapi pelukan ini terasa begitu nyaman. Terlebih, cara Nerios memohon dengan rengekan kecil membuat pertahanan Camelia perlahan runtuh.

"Baiklah ..." akhirnya ia mengalah, menatap Nerios dengan sorot waspada. "Tapi hanya tidur bersama, tidak lebih. Kau janji?"

Nerios menatapnya dengan semangat, seakan mendapat hadiah terbesar dalam hidupnya. Ia mengangguk cepat, senyumnya merekah lebar—membuat ketampanannya kian terpancar di mata Camelia.

Langkah Camelia terasa berat ketika ia mengikuti Nerios menuju kamar pria itu. Di sepanjang koridor rumah yang sunyi, jantungnya berdetak tak karuan. Ia bahkan sempat berulang kali ingin membatalkan, tapi genggaman tangan Nerios yang hangat membuatnya tidak tega untuk melepaskan.

Begitu pintu kamar terbuka, aroma maskulin langsung menyambutnya. Kamar Nerios tertata rapi, elegan dengan nuansa monokrom. Lampu temaram membuat suasana terasa lebih intim daripada yang ia bayangkan.

Camelia berdiri kaku di ambang pintu, memeluk lengannya sendiri.

“A-aku beneran nggak yakin dengan keputusan ini …” gumamnya lirih.

Nerios menoleh, tersenyum tipis. “Aku janji, Camelia. Hanya tidur. Aku cuma pengin ngerasain kamu ada di dekatku saat aku terlelap.”

Nada suara itu begitu tulus, seolah ada luka lama yang ia sembunyikan.

Camelia menghela napas panjang, lalu masuk dengan langkah pelan. Nerios sigap menutup pintu, tapi tetap menjaga jarak.

“Tidurlah di sisi kanan,” ucapnya sambil menunjuk ranjang besar yang terhampar rapi dengan sprei hitam elegan. “Aku di kiri. Biar kamu merasa aman.”

Camelia masih canggung, namun akhirnya ia duduk di tepi ranjang, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Nerios ikut duduk, tapi sengaja menjaga jarak beberapa jengkal darinya.

Keheningan terasa aneh, sampai akhirnya Camelia membuka suara. “Nerios kamu yakin ini ide bagus? Kalau besok aku menyesal, jangan salahkan aku.”

Nerios tersenyum kecil, lalu perlahan merebahkan tubuhnya. “Kalau kamu menyesal, aku yang akan tanggung semua salahnya. Tapi malam ini izinkan aku menikmati sedikit ketenangan.”

Camelia terdiam, hatinya berdesir. Perlahan, ia pun ikut merebahkan diri. Jarak mereka hanya sejengkal, cukup dekat untuk saling merasakan hangatnya kehadiran, tapi cukup jauh agar tidak dianggap melampaui batas.

Nerios menoleh, menatap wajah Camelia yang matanya terpejam dengan canggung. Ia tidak bisa menahan diri untuk mengulurkan tangan, sekadar menggenggam jemarinya.

Camelia tersentak sedikit, membuka mata, tapi Nerios menatapnya dalam. “Tidurlah … aku di sini.”

Ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat Camelia tidak sanggup berkata-kata. Akhirnya ia membiarkan tangannya digenggam, membiarkan dirinya larut dalam kehangatan yang perlahan menenangkan.

Berikan dukungan kalian teman-teman!

Jangan lupa like dan komen

Koreksi aja kalau ada kesalahan kata atau typo ya!

Salam cinta, biebell

1
Satsuki Kitaoji
Gak nyangka bakal se-menggila ini sama cerita. Top markotop penulisnya!
Alucard
Baca sampe pagi gara-gara gak bisa lepas dari cerita ini. Suka banget!
MilitaryMan
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!