Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bella menampar jenni
Namun sebelum kata katanya sempat berlanjut
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, membuat kepala Jenni sedikit terpelintir ke samping
Semua orang di kantin spontan terdiam.
Beberapa siswa yang duduk di meja terdekat bahkan berhenti mengunyah. Hening sesaat terasa menekan
Jenni menegang, matanya membulat tak percaya. Pipinya yang putih kini memerah jelas dan di tangan Selina, tidak bukan Selina tapi ada seseorang berdiri tegak dengan wajah berani dan mata tajam
Bella
Tangannya masih terangkat, napasnya berat menahan emosi
“Mulutmu itu Jennie” katanya datar tapi menusuk “Lebih kotor dari tempat sampah”
Jenni memegangi pipinya, wajahnya antara marah dan tak percaya
“Lo... Lo berani nampar gue?!” suaranya meninggi, nyaris melengking
Bella tak bergeming sedikit pun, tatapannya tajam menantang
“Iya. Gue berani. Karena gak ada satu pun alasan di dunia ini yang bisa ngebenerin lo buat ngerendahin orang seenaknya”
Jennie melangkah maju, giginya terkatup, matanya berkilat marah. Tapi Bella tetap berdiri di tempatnya, tanpa rasa gentar sedikit pun
Suara berbisik bisik mulai terdengar dari sekitar mereka, beberapa siswa berbisik “Bella nempeleng Jenni… Seriusan?”
“Astaga, itu pertama kalinya ada yang berani gitu ke Jennie”
Selina masih berdiri di tempat, wajahnya antara syok dan bingung. Ia tak menyangka Bella akan sejauh itu
“Bella…” panggilnya pelan, tapi Bella hanya menoleh sekilas dan berkata tanpa menurunkan suaranya
“Udah Sel. Lo gak salah. Orang kayak dia emang harus di kasih pelajaran”
Jennie masih berdiri kaku di tempatnya, pipinya memerah, tatapan matanya membara penuh amarah. Ia mengepalkan tangan, menatap Bella seolah ingin membakar gadis itu hidup hidup
“Sialan, lo berani nampar gue hah?!” desisnya dengan nada rendah tapi tajam
Bella menatapnya tanpa gentar “Udah gue bilang, mulut lo kebanyakan racun”
Jenni mendesis keras, lalu tanpa berpikir panjang ia mengayunkan tangannya hendak menampar balik. Namun sebelum telapak tangannya sempat menyentuh wajah Bella, tangan Bella sudah lebih dulu bergerak cepat, menangkap pergelangan tangan Jenni dengan kekuatan mencengkeram seperti baja
“Jangan coba coba” bisik Bella dingin
Jenni belum sempat bereaksi saat tendangan cepat Bella menghantam tulang kakinya dari samping
“Aakhh!!” Jenni menjerit kesakitan, tubuhnya terhuyung lalu jatuh berlutut di lantai, meringis sambil memegangi kakinya yang terasa nyeri
Suara seruan kecil terdengar dari para siswa di sekeliling mereka. Beberapa menahan napas, yang lain menutup mulut tak percaya
“Bella cukup!” Selina segera maju, menahan tangan Bella yang masih mengepal di sisi tubuhnya
“Udah Bel. Jangan di terusin” katanya cepat dengan nada khawatir
Bella menarik napas panjang, tapi matanya masih menatap tajam ke arah Jenni yang kini terkulai di lantai. Jenni mendongak, wajahnya merah karena malu dan marah bercampur jadi satu
“Ngapain bengong?! Serang dia!” bentaknya pada dua temannya
Namun kedua temannya saling pandang, wajah mereka pucat. Salah satu dari mereka berbisik
“Gak bisa Jen… Lo gak tahu ya? Bella itu juara taekwondo nasional. Kita bisa babak belur kalau nyerang dia”
Jenni menatap mereka tak percaya “Apa apaan kalian?! Takut sama dia?!”
Bella tersenyum miring, langkahnya maju perlahan ke arah Jenni yang masih di lantai
“Bagus. Berarti masih ada otak di kepala mereka”
Ia jongkok sedikit, menatap Jenni dari atas dengan tatapan dingin namun tenang
“Denger baik baik Jennie. Gue gak suka nyari ribut, tapi kalau lo masih berani ganggu Selina lagi…”
Bella mencondongkan wajahnya lebih dekat, suaranya menurun “berarti lo siap berhadapan sama gue”
Jenni hanya bisa menatapnya dengan tatapan membunuh, tapi tubuhnya tak berani bergerak. Bella berdiri kembali, lalu menarik tangan Selina yang masih terpaku di tempat
“Ayo Sel” katanya tegas “Kita pergi”
Selina menurut, meski wajahnya masih terkejut dan cemas. Ia sempat menoleh sekali ke belakang melihat Jenni yang kini berlutut, wajahnya merah padam, matanya menyipit penuh kebencian
Begitu Bella dan Selina keluar dari kantin, Jenni menghantam lantai dengan kepalan tangannya sambil mendesis marah
“Sialan kalian!... Gue bersumpah bakal bales ini!”
Kedua temannya hanya bisa menatapnya canggung, tak berani bicara. Sementara dari luar kantin, suara langkah Bella dan Selina semakin menjauh meninggalkan suasana yang baru saja meledak
Selina menunduk sedikit, napasnya masih belum sepenuhnya tenang setelah kejadian barusan “Bella... makasih ya” ucapnya pelan. Suaranya serak, tapi tulus
Bella menoleh, bibirnya terangkat membentuk senyum kecil “Santai aja Sel. Lo gak perlu makasih. Gue udah lama pengen tampar si Jenni. Kalau lo gak bisa ngebalas dia, biar gue yang balas” katanya ringan, tapi nada suaranya tegas penuh perlindungan
Selina hanya bisa tersenyum kecil mendengarnya. Ada rasa hangat di dadanya, tapi juga sesak. Ia berterima kasih, tapi hatinya... entah kenapa justru terasa berat. Ia masih ingat jelas wajah Jenni yang meringis kesakitan dan bayangan wajah Vera terlintas di kepalanya. Sosok yang dulu dengan sabar merawat dan menyayanginya seperti anak sendiri
‘Maaf Bi… Selina gak bisa selalu sabar sama Jenni’ batinnya lirih
Bella memperhatikan Selina yang tiba tiba terdiam “Hey” katanya sambil sedikit mencondongkan badan “Itu minuman buat 3S ya?”
Selina baru sadar, menatap kantong plastik di tangannya. Di dalamnya ada beberapa kaleng kopi dan air mineral dingin yang tadi ia beli. Begitu sadar ia belum mengantarkan pesanan untuk Sagara, wajahnya langsung panik
“Ya ampun! Aku lupa!” serunya buru buru “Aku harus ke rooftop sekarang, mereka pasti udah nunggu!”
Bella terkekeh, melambaikan tangan santai “Pergi sana, nanti mereka ngamuk kalau lo telat”
Selina mengangguk cepat, lalu berlari kecil menuju tangga. Kantong plastik di tangannya berayun ayun seiring langkah cepatnya, sementara di belakang sana, Bella hanya tersenyum tipis melihat punggung sahabatnya yang semakin menjauh
Begitu Selina tiba di depan pintu menuju rooftop, napasnya sudah memburu. Ia sempat menunduk, menyeimbangkan napas sebelum perlahan mendorong pintu logam itu
Dari kejauhan, tiga sosok yang sangat ia kenal sudah duduk di sana. Sagara, dengan seragamnya yang di lipat hingga siku, tengah menatap layar ponsel sambil sesekali mengunyah sesuatu
Di sebelahnya, Samudra bersandar santai di pagar pembatas, earphone terpasang di telinganya, kepala bergoyang pelan mengikuti irama lagu yang hanya bisa ia dengar sendiri
Dan di sisi lain, seorang cowok berambut sedikit acak dengan wajah tenang ikut duduk di sana, Devano
Devano tampak sedang membuka bungkus roti isi sambil tertawa kecil pada sesuatu yang baru saja di katakan Sagara. Suasana mereka terlihat santai dan akrab, hingga Selina yang baru datang pun refleks tersenyum kecil melihatnya, lalu melangkah mendekat “Nih, minuman pesanan kalian” katanya, mengangkat kantong plastiknya tinggi tinggi
untuk menghadapi kelakuan 3 remaja