NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Angin sore bertiup sepoi-sepoi. Matahari sebentar lagi akan tenggelam. Semburat jingga mulai terlihat.

Pertanyaan Risya mengambang ke udara. Sejak di rumah sakit tadi, saat dia melihat Revano berteriak memanggil Adiknya --Rifki, di situlah ia berfikir bahwa lelaki yang bersamanya dua jam di depan ruangan ICU, juga seseorang yang berada di dalam ruangan, adalah keluarga Revano.

Terputar memori ketika ia masih di Kalimantan bersama Revano. Kala Revano dengan tidak bersemangat mengatakan dia dijodohkan. Kala Dimas bertanya memastikan dan Revano mengangguk membenarkan.

Di sini, di bawah satu-satunya pohon besar yang berada di sekitar danau, di kursi panjang yang mereka duduki sekarang, Risya memberanikan diri bertanya, memastikan fikirannya dari rumah sakit tadi.

"Diammu berarti iya," lirih Risya berucap. Tatapannya sayu, menatap danau yang terdapat bayang-bayang matahari yang hendak terbenam.

"Kenapa kamu bertanya begitu?" Revano bertanya, menatap Risya dengan tatapan tenang. Seakan pertanyaan Risya tidak mempengaruhi fikirannya.

Itulah Revano. Dia terlalu pandai menyembunyikan perasaannya. Sifat tenangnya, mengendalikan perasaan, Revano menguasai itu.

Sebenarnya Revano merasakan, apa yang dirasakan Risya. Perasaan yang sama, dan sama-sama belum menyadarinya. Tapi, salah seorang dari mereka memang tidak ingin menyadarinya.

Pertanyaan Revano yang terkesan menyepelekan pertanyaan Risya membuat Risya ingin berteriak saat itu juga. Ia sadar, Revano hanya bodyguard-nya. Sewaktu-waktu, Revano akan pergi. Dan itu saat di mana ia harus menerima pertunangan dengan Dimas

"Hey, Risya." Revano menyentuh pundak Risya, menghadapkan wajah Risya di depan wajahnya.

"Jangan pikirkan aku. Pikirkan perjodohan kamu dengan Dimas. Kamu tidak mengenal dia, jadi kamu harus mencoba untuk mengenalnya. Bukan malah menjauh dan enggan untuk mengenal lebih dekat." Revano tersenyum, senyum tulus.

"Risya, kamu dulu juga tidak mengenalku. Tidak nyaman saat Epan ini mengikutimu ke kampus. Tapi sekarang? Kamu bahkan tidak ingin berpisah dengan Epan ini 'kan?" Revano menjawil hidung Risya, tersenyum menggoda.

"Itu beda, Pan. Beda," ucap Risya melepaskan tangan Revano dari pundaknya.

"Sama, Risya. Apanya yang beda? Kamu mulai dari awal--"

"Itu beda karena kamu datang di saat aku patah hati, Epan!" Risya berdiri, berteriak kalap, "Kamu datang saat aku memang butuh sosok seperti kamu! Kamu datang saat aku putus dengan Alex! Semuanya beda, Pan! Beda!"

"Kalau gitu kamu lupain aku, Sya. Anggap orang yang datang saat kamu putus dengan Alex adalah Dimas ...."

Belum selesai ucapan Revano, Risya kembali berteriak, "Kamu nggak tahu, Pan! Memang cuma aku yang ngerasain! Kamu nggak akan pernah tahu!"

Risya langsung berlari menjauhi Revano. Saat yang seharusnya indah dengan ditemani cahaya jingga dari langit. Risya meninggalkan Revano dengan air mata yang membasahi pipinya.

Revano terdiam, menatap siluet jingga yang terlihat di ujung danau. Ini adalah saat yang Risya paling suka, tapi kenapa Risya malah berlari?

Masalah ini sederhana. Risya hanya harus mengenal Dimas, saling bertukar kehidupan, semakin dekat dan akan timbul rasa itu. Revano membatin, 'Masalah ini begitu sederhana, Risya.'

Revano salah. Jika sudah berurusan dengan hati, masalah yang sederhana tidak bisa selamanya sederhana. Risya bisa saja mengenal Dimas lebih dekat, tapi dengan tidak ada bayang-bayang Revano di sekelilingnya.

Bayang-bayang, sederhana saja. Di tempat yang gelap, bayang-bayang itu akan hilang, pergi dengan sendirinya. Tapi ini berbeda. Ini masalah hati.

Bayang-bayang, jika sudah disatukan dengan hati, walaupun berada di tempat paling gelap sekalipun, berada di dalam samudra terdalam sekalipun, bayang-bayang itu akan tetap ada. Kenapa? Karena hati yang menggenggam bayang-bayang itu, bukan raga.

***

Sehabis isya Revano kembali ke rumah sakit. Hanya untuk memastikan Mamanya sudah sadar atau belum. Karena saat ia pergi sore tadi, Mamanya masih tergeletak pingsan di dalam ruangan ICU.

Revano membuka pintu, berhenti sebentar, memastikan seseorang di dalam. Ramai. Tapi keramaian di dalam tidak membuat Revano untuk bingung menatap seseorang yang duduk di kursi samping ranjang Nathalie dengan tangan memegang mangkuk.

"Revano? Itu kamu, Nak?" Suara Nathalie terdengar, bergetar.

Revano melangkah. Beberapa pasang mata memperhatikannya. Tapi, tunggu! Revano mengedarkan pandangan. Tidak menemukan Papanya.

"Revano, Mama rindu denganmu, Sayang." Nathalie memeluk Revano, erat. Menghujami pucuk kepala anaknya dengan kecupannya.

"Mama apa kabar?" Revano bertanya, membalas pelukan Mamanya.

"Baik. Mama baik setelah bertemu kamu, Sayang. Jangan pergi lagi, Mama tidak mau jauh-jauh denganmu, Nak. Tidak mau." Nathalie tergugu dipelukan Revano.

Semua yang ada di sana memutuskan keluar. "Ma, Reno dan yang lain keluar dulu."

Revano melepaskan pelukannya, menatap kembarannya itu.

Mereka keluar, adik-adik Revano, dan ... astaga! Perempuan itu. Perempuan yang duduk di sebelah ranjang Nathalie, perempuan yang membuat fokus Revano tidak stabil sejak pertama kali menatapnya tadi. Perempuan itu, keluar bersama ketiga adiknya.

"Dia perempuan yang tidak sengaja menabrak Mama, Nak. Tidak apa, Mama baik-baik aja. Asalkan kamu di sini, Mama baik-baik aja," Nathalie menjelaskan saat melihat raut bingung anaknya sambil menatap Risya.

Revano tahu. Karena itu Risya-lah yang membuat Revano terpaku, bingung. Bukan masalah Risya yang menabrak Mamanya.

"Sejak kapan dia ke sini, Ma?" Revano bertanya, duduk di tempat duduk Risya tadi.

"Sehabis maghrib. Tadi Papa ke sini ngantar Reyna, terus pergi lagi dan kemudian perempuan itu datang," jelas Nathalie.

Revano terdiam. Teringat sedikit perdebatannya dengan Risya tadi.

"Dia tadi minta maaf, Nak. Berjanji mau ngerawat Mama sampai Mama keluar dari Rumah Sakit. Katanya nggak enak udah buat Mama masuk rumah sakit, tapi langsung lepas tangan gitu aja. Padahal Mama nggak pa-pa, cuma kecapean sedikit," ucap Nathalie menjelaskan, terkekeh pelan.

Ia kira diamnya Revano karena berfikir untuk apa Risya datang. Padahal diamnya Revano tengah memikirkan perdebatan sebentar dengan Risya tadi di danau.

Revano tersenyum, mengangguk.

"Obatnya udah diminum, Ma?" Revano kembali bertanya.

Nathalie menggeleng. "Sebenarnya Risya tadi mau kasih Mama obat, tapi kamu keburu dateng. Malu sama kamu mungkin."

Revano segera membuka obat Nathalie dan meminumkannya pada sang Mama.

"Mama tidur, ya? Istirahat, biar cepet keluar dari sini," ucap Revano sambil membenarkan selimut Nathalie.

"Nggak mau. Mama takut kamu ninggalin Mama lagi. Mama nggak mau kehilangan kamu, Sayang." Nathalie menggeleng keras.

"Yaudah, Mama maunya gimana?" Revano bertanya lembut, kembali duduk setelah membereskan obat Nathalie.

"Mama mau cerita sama kamu, Sayang."

Revano mengangguk, menunggu Nathalie bercerita.

"Sebenarnya Mama marah sama Papa kamu. Papa terlalu egois sampai buat anak Mama ini kabur," ucap Nathalie sambil menggenggam tangan Revano.

Revano terdiam, memilih menyimak.

"Papa udah ambil keputusan, Sayang. Perusahaan itu akan dijalankan oleh Reno," ucap Nathalie.

Revano mengangguk, Reno sudah mengatakannya.

"Tapi ...."

Revano kembali mengangguk, dia tahu Mamanya akan mengatakan apa. Perjodohan.

Melihat respon Revano, Nathalie kembali memeluk putra sulungnya itu. "Maaf, Sayang. Mama nggak bisa bujuk Papa kamu untuk membatalkan perjodohan itu."

Revano menggeleng pelan dalam pelukan Nathalie.

"Nggak pa-pa, Ma. Jika dia yang Papa bawa bukan jodoh Revano, pasti Allah akan batalkan perjodohannya, bagaimana pun caranya. Tapi, jika perempuan yang Papa bawa memang jodoh anak Mama ini, Revano akan mencoba ikhlas."

Nathalie memeluk putra sulungnya lebih erat. Mencoba menguatkan. Sedangkan di luar sana, ada perempuan yang hatinya merasa tercabik-canbik ketika mendengar ucapan Revano.

'Ikhlas? Semudah itu Epan bilang? Atau ... dia memang benar-benar ikhlas, dan tidak pernah menganggap kehadiranku berharga?' Risya kecewa, membatin lirih.

••••

Bersambung

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!