Ini tentang gadis ambigu yang berhasil merayakan kehilangannya dengan sendu. Ditemani pilu yang tak pernah usai menyapanya dalam satu waktu.
Jadi, biarkan ia merayakannya cukup lama dan menikmatinya. Walau kebanyakan yang ia terima adalah duka, bukan bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raft, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai kehilangan? - 23
...Hidup itu cuman sementara, tapi harus dibuat bermakna. ...
...Makanya, lakukan apapun yang kamu suka, selagi kamu bisa. ...
***
Motor hitam milik Rey baru saja sampai di parkiran sekolah, dengan Rai yang menjadi penumpangnya.
Angkasa yang semalam kembali menginap itu sudah berangkat duluan. Motornya saja sudah terparkir dengan sempurna di samping motor Rey sekarang.
Rey mengaitkan helmnya di kaca spion, begitupun dengan helm milik Rai yang ia kaitkan di sisi satunya.
"Yuk." Ucap Rai.
Mereka mulai berjalan bersama ke dalam. Menyatu dengan puluhan siswa yang memiliki tujuan yang sama.
Tak ada obrolan yang tercipta. Mereka saling diam dan menikmati sekitar. Tapi sebenarnya Rai tidak suka dengan situasi sekarang, apalagi Rey yang dari tadi tidak menerbitkan senyuman.
Rasanya canggung ketika Rai akan membuka obrolan.
Rey diam bukan tanpa alasan. Ia sedang memikirkan obrolannya dengan Angkasa semalam, yang membuat hatinya meragu tentang rasanya kepada Rai.
"Apa gue kayak biasa lagi aja ya, Sa? Gue gak mau bikin kenangan indah sama dia, kalau akhirnya gue bakal ninggalin dia gitu aja. Umur gue 'kan gak akan panjang."
Angkasa yang tak pernah suka dengan sifat pesimis Rey menghela napas panjang. "Terus kalo gitu, lo mau liat Rai diambil orang?"
"Bukan gitu, Sa-"
"Rey, hidup itu cuman sekali. Udah gue bilang, lakuin apapun yang lo mau sebelum lo pulang. Termasuk jadiin Rai orang spesial di hidup lo."
"Tapi percuma kalau akhirnya gue malah ninggalin dia." Balas Rey dengan suara lirih.
"Semua orang pasti bakal ninggalin kita. Cepat atau lambat itu pasti bakalan terjadi. Tapi bukan berarti lo harus menghindar demi menjaga hati seseorang supaya mereka gak merasa kehilangan. Pemikiran lo salah, Rey. Malah, lo harus bisa selalu ada di samping dia, selagi lo masih diijinin sama Tuhan buat hidup disini."
Setelah mengatakan kalimat panjang itu, Angkasa meninggalkannya sendirian. Membuat Rey berpikir, harus melakukan apa ia sekarang?
Ia hanya ingin melindungi hati Rai, agar tidak merasa kehilangan. Bukankah sudah jelas jika Rai akan merasa sakit jika ia tiba-tiba diambil begitu saja oleh semesta? Rai sendiri yang bilang kepadanya malam itu.
"Rey. Itu Rindu, 'kan? Dia manggil kamu kayaknya."
Suara Rai mampu membuat kesadarannya kembali ke permukaan. Matanya mulai melihat ke depan, dan menemukan Rindu yang sedang melambaikan tangan ke arahnya.
"Angkasa nginep lagi di rumah lo?" Tanya Rindu setelah Rey ada di hadapannya.
Rey mengangguk, membuat Rindu menghela napas lega.
"Bisa minta tolong buat bujuk dia pulang? Ada yang mau Ayah omongin soalnya."
Rey mengangkat sebelah aslinya. "Kenapa gak sama lo aja?"
Rindu menggeleng. "Dia gak pernah mau dengerin gue."
"Ya, nanti gue coba."
Jawaban Rey mampu membuat Rindu tersenyum lebar. "Thanks!"
Setelahnya, Rindu pamit meninggalkan. Ada tugas yang harus ia urus dengan segera sebelum kelas 12 melakukan simulasi ujian.
Rey kembali menggerakkan langkahnya ke depan, bersama Rai yang masih setia mensejajarkan langkahnya.
"Angkasa emang sering nginep di rumah kamu?"
Akhirnya, ada juga topik yang berani Rai obrolkan.
Tapi respon yang Rey berikan membuat dirinya tak berani untuk kembali membuka obrolan. Pasalnya Rey hanya berdehem pelan sebagai jawaban.
Mungkin Rey sedang tidak enak badan, atau mungkin sedang ada masalah, yang membuat Rey tak selera untuk sekedar bicara.
Setelah sampai di kelas pun, Rey hanya diam dan menatap keluar dari jendela yang kini ia buka lebar.
Angkasa yang melihat itu menghela napas panjang. Sepertinya ia harus kembali berbicara dengan Rey agar tidak salah mengambil tindakan.
***
Karena penghuni sekolah hanya kelas dua belas saja, keadaan kantin tidak seramai biasanya.
Meja kantin yang biasanya selalu terisi penuh, sekarang banyak luangnya. Membuat Rai dan Lengkara bisa duduk dimana saja.
"Omong-omong, besok libur lho, Rai." Ucap Lengkara yang sedang mengaduk mie ayamnya.
Rai menyuapkan satu sendok bakso yang masih hangat itu sebelum merespon kalimat Lengkara.
"Iya gitu? Emang besok ada hari besar apa?"
"Ada pengumumannya kok di grup sekolah. Lo gak buka emang?"
Rai mengeluarkan handphonenya dari saku kemeja, dan memasuki aplikasi chat hijau yang sering ia gunakan. "Grup yang mana, ya?"
Lengkara mengulurkan tangannya, bermaksud membantu Rai mencari grup satu angkatan yang ia sebutkan. "Maaf, coba sini."
Rai tentu saja memberikan handphonenya. Dan sembari menunggu, Rai kembali memakan baksonya.
Tak lama setelah itu, Angkasa datang dengan Rey yang ia tarik dari belakang. Pasalnya Rey dari tadi tidak mau ke kantin untuk makan, dengan alasan ingin menjauh dari Rai sebentar.
"Duduk di bangku lain aja, Sa. Jangan sama mereka."
Angkasa menggeleng. "Oh, tentu tidak bisa."
Rey berdecak pelan, merasa kesal karena Angkasa tidak mengerti perasaannya.
"Hello, ladies!" Ucap Angkasa menyapa, dan mendapat senyuman dari Rai yang sedang sibuk mengunyah ditempatnya.
Angkasa mulai mendudukkan dirinya dan menarik Rey agar mengikutinya. Dengan gerakan ogah-ogahan, Rey duduk di sampingnya.
"Lo belum masuk kayaknya, Rai. Gue masukin aja, ya!"
Lengkara tidak peduli dengan kehadiran Angkasa. Ia lebih memilih berkutat dengan handphonenya di atas meja.
"Masukin apa?" Tanya Angkasa yang selalu penasaran dengan sekitar.
"Grup angkatan. Rai belum masuk, jadi dia gak tau kalau besok itu kelas dua belas libur."
Angkasa ber-oh ria ketika mendengarnya. "Liburnya juga panjang lho, Rai. Tiga hari." Lanjutnya membuat Rai berhenti mengunyah.
"Emang libur apa, sih?" Rai tentu saja ingin tau.
"Kita 'kan baru selesai simulasi ujian."
"Tapi kok lama banget? Sampe tiga hari. Belum lagi sabtu minggu, 'kan? Berarti kalau ditotal kita libur lima hari, dong?"
Angkasa menjentikkan jarinya. "Yes! Nikmat, 'kan?"
"Kalau lama gitu, aku besok mau ke Bandung, deh!"
Tentu saja Rai tidak boleh menyiakan hari liburnya begitu saja. Ia akan 'pulang' sebentar dan bertemu Ibunya.
Sementara Rey yang mendengar itu sedikit tidak enak rasa. Rai akan pergi dalam beberapa hari ke depan. Dan itu artinya, ia tak bisa melihat Rai di balkon kamar.
"Lo ke Bandung berapa hari?"
Dan itu adalah pertanyaan pertama Rey kepada Rai di hari ini.
Rai sendiri merasa senang mendengarnya. Karena dari pagi, Rey seperti orang yang sedang marah padanya.
"Mungkin empat hari."
Perasaan Rey semakin tidak enak ketika mendengar jawaban Rai.
Rasanya, ia seperti akan kehilangan.
"Nih Rai, lo udah masuk."
Lengkara mengembalikan handphone Rai setelah selesai. Membuat senyuman Rai mengembang begitu saja. "Makasih banyak!"
"Gue mau pesen bakso, ah! Lo mau pesen apa, Rey?"
Angkasa menawarkan dirinya untuk memesan makanan. Ia sudah berdiri tegak sekarang.
"Gue gak laper."
Angkasa hanya menghela napas ringan. "Ya udah."
Untuk menghilangkan rasa bosan, Rey memakai headphonenya dan menyetel musik kesukaannya. Meredam suara sekitar yang siang ini cukup ramai.
***
^^^25-Mei-2025^^^