Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Pada beberapa hari sebelumnya...
Situasi perusahaan milik Azzam saat itu sedang sangat genting, bagaimana tidak. Semua para karyawan dilepaskan dari tanggung jawab mereka dalam bekerja, meraka saat itu dikumpulkan pada suatu ruangan yang berada di gedung aula milik dari perusahaan tersebut tanpa terkecuali.
" Tuan, semuanya sudah lengkap terkecuali para penjaga yang bertugas." Ghina memberikan informasi tersebut kepada Daffa.
" Hem, baiklah!" Daffa berjalan seperti biasanya menuju tempat pertemuan, wajah yang dingin tanpa ekpresi, serta tatapannya sangat tajam.
Semua mereka yang ada dan hadir saat itu, bertanya-tanya untuk apa mereka dikumpulkan dalam aula tersebut. Tiba-tiba, di atas podium terlihat pemutaran rekaman suara dan CCTV yang ada. Terlihat jelas, siapa saja yang melakukan penindasan dan bergosip mengenai Kiya. Tidak bisa menghindar dan tidak bisa melarikan diri.
" Saya tidak akan memanggil seperti anak TK lagi untuk mengakui kesalahan yang kalian lakukan, silahkan bagi yang merasa dirinya ada kaitannya dengan video tersebut untuk memisahkan diri." Daffa masih dengan sikap tenangnya.
Karyawan yang merasa tidak ikut andil dalam kejadian tersebut, perlahan-lahan memisahkan diri dari kumpulan kerumunan manusia yang sangat banyak. Tinggallah Jessica, Rinda dan beberapa karyawan wanita yang berperan dalam kejadian itu.
Daffa memberikan kode dengan tatapannya kepada beberapa anak buahnya dari dunia bawah, mereka segera melaksanakan tugasnya untuk membawanya ke suatu tempat. Dan mereka pun kurung dalam suatu ruangan dalam beberapa waktu, hingga ada perintah dari bosnya.
" Dan kalian semua! Kembalilah bekerja, jika hal ini terjadi kembali. Maka kalian akan bernasib sama seperti mereka!!." Daffa menegaskan perkataannya.
Semua karyawan yang tidak terlibat, kembali bekerja seperti sedia kala. Banyak goncang-gancing tentang hal tersebut, kenapa, apakah dan lainnya mengenai Kiya. Namun mereka tidak berani untuk melakukannya, jika tidak ingin bernasib sama dengan Rinda dan kawan-kawannya.
......................
Saat ini, Kiya sedang beristirahat dirumahnya. Sang nenek sangat senang, melihat cucunya itu sudah sehat kembali.
" Bagaimana keadaanmu sekarang, Ki?" Mereka saat itu sedang duduk bersantai didepan teras rumah sederhananya.
Menikmati suasana senja, sambil menikmati seduhan teh dan sedikit cemilan yang Kiya siapkan.
" Alhamdulillah, sudah lebih baik nek." Jawab Kiya dengan disertai senyuman.
" Hem, Ki. Nenek boleh bertanya sesuatu?" Tatapan Ambar melihat wajah cucunya yang sangat teduh. Kiya pun berdehem sebagai jawaban, bahwa dia memperbolehkannya.
" Bagaimana soal lamaran dari nak Azzam? Apakah kamu sudan mempunyai jawabannya nak?" Perkataan Ambar, spontan membuat Kiya tertegun seketika.
Perasaan Kiya saat ini sedang bimbang, sudha beberapa hari ini ia melakukan istikharah untuk menemukan serta memantapkan hatinya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya masih bimbang atas jawaban tersebut.
" Ki." Sapaan dari sang nenek membuat Kiya tersadar dari lamunannya.
" E ee, iya nek. Sebenarnya, Kiya sudah mendapatkan jawabannya, tapi! Kiya merasa belum mantap dan merasa bimbang dengan jawaban itu nek. Kiya takut terlalu buru-buru untuk mengambil keputusan." Kiya sembari menatap tanaman bunga yang berada dihalaman kecil rumah mereka.
Perlahan, Ambar mendekati samg cucu yang terlihat seperti melamun. Mengusap pundaknya secara perlahan dengan menggunakan tangannya yang mulai keriput itu.
" Nenek tidak akan mamaksamu, ikuti apa kata hatimu. Ada benarnya, kita perlu berhati-hati untuk mengambil suatu keputusan. Tapi tidak menutup kemungkinan, jika terlalu lama. Akan mengundang rasa ketakutan, was-was, bahkan keraguan yang lebih besar. Setan dengan mudahnya merasuki alam pikiranmu, mantapkanlah hatimu nak." Ambar sangat memahami perasaan sang cucunya saat ini.
Benar apa kata nenek, semakin lama aku menahan jawabannya. Semakin besar pula rasa keraguanku terhadapnya, tapi. Bayangan siapa yang ada dibelakangnya? Apa aku harus mendiskusikannya dahulu dengannya? Ah, nanti malah jadi kacau. Dia kan suka seenaknha saja, apalagi sangat PD banget. Ya Allah, aku mohon pada-Mu. Teguhkan pilihan yang akan aku pilih kali ini. Kiya.
......................
" Hallo " Hanif menerima panggilan telfon.
" Kak, minta nomor ponsel kak Kiya dong." Ayu, merengek kepada sang kakak.
" Mau ngapain?" tanya Hanif dengan penuh selidik, tumben-tumbennya sang adik memaksanya seperti ini.
" Pelit amat si jadi kakak, emangnya nggak boleh apa ngehubungi kak Kiya? Masalah perempuan, tau'! Ayolah kak, kasih tau." Ayu dengan ucapannya yang tidak mau kalah dengan kakaknya.
" Tidak, minta sendiri saat bertemu." Tut tut tut, Hanif memutuskan pembicaraannya dengan Ayu. Walaupun terdengar suara ngedumel dari sang adik, Hanif hanya tersenyum.
Kiya... Apa ini yang dinamakan dengan jodoh? Setelah sekian lama tidak bertemu, dan kini dipertemukan kembali. Memendam perasaan suka padanya, semakin sesak rasanya jika tidak di ungkapkan. Apa sudah saatnya untuk menyatakan hal yang sebenarnya ini padanya? Ah... Sungguh membinggungkan. Hanif.