---
📖 Deskripsi: “Di Ujung Ikhlas Ada Bahagia”
Widuri, perempuan lembut yang hidupnya tampak sempurna bersama Raka dan putra kecil mereka, Arkana. Namun di balik senyumnya yang tenang, tersimpan luka yang perlahan mengikis keteguhan hatinya.
Semuanya berubah ketika hadir seorang wanita kaya bernama Rianty — manja, cantik, dan tak tahu malu. Ia terang-terangan mengejar cinta Raka, suami orang, tanpa peduli siapa yang akan terluka.
Raka terjebak di antara dua dunia: cinta tulus yang telah ia bangun bersama Widuri, dan godaan mewah yang datang dari Rianty.
Sementara itu, keluarga besar ikut memperkeruh suasana — ibu yang memaksa, ayah yang diam, dan sahabat yang mencoba menasihati di tengah dilema moral yang makin menyesakkan.
Di antara air mata, pengkhianatan, dan keikhlasan yang diuji, Widuri belajar bahwa bahagia tidak selalu datang dari memiliki… kadang, bahagia justru lahir dari melepaskan dengan ikhlas.
“Karena di ujung ikhlas… selalu ada bahagia.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - DOA SEPERTIGA MALAM WIDURI
Malam sudah jauh melampaui tengahnya.
Jarum jam di dinding menunjuk angka dua lewat sepuluh menit.
Suara detiknya terdengar jelas di antara keheningan rumah kecil itu.
Widuri terbangun dari tidur yang tak pernah benar-benar lelap.
Matanya sembab, bukan karena kurang tidur, tapi karena terlalu sering menangis dalam diam.
Ia menoleh ke samping—Raka belum juga pulang.
Entah sedang di mana, entah dengan siapa.
Perlahan ia bangkit dari pembaringan, menutup dada dengan selendang tipis, lalu melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu
Cahaya lampu temaram membuat bayangannya memanjang di lantai.
Ia menengok sebentar ke arah kamar kecil Arkana—anak itu tidur pulas, wajahnya begitu damai.
Widuri menatap lama dari ambang pintu, bibirnya bergetar lirih.
“Maafin ibu, Nak… ibu lagi lemah, tapi ibu berusaha kuat karena kamu.”
Setelah memastikan anaknya nyaman, ia mengambil air wudhu.
Air yang dingin menyentuh kulitnya, seolah membangunkan kesadaran bahwa dunia ini hanyalah ujian.
Raka, cinta, rumah tangga—semuanya milik Allah, bisa diambil kapan pun Dia mau.
Di dalam kamar ia menggelar sajadah.
Kain tipis itu sudah basah oleh air mata yang entah keberapa kalinya tumpah malam itu.
Widuri menunduk, kedua tangan menengadah tinggi ke langit-langit kamar yang sepi.
“Ya Allah…” suaranya lirih, namun menggema di dada yang sesak.
“Jika Engkau masih menitipkan cinta ini di hati Raka, kuatkan aku untuk bertahan…”
“Tapi jika cinta ini hanya akan melukaiku lebih dalam, tunjukkan aku jalan untuk ikhlas.”
Tangisnya pecah.
Doanya tersendat di antara isak yang tak bisa lagi ia bendung.
“Ya Rabb… jangan biarkan aku benci. Aku hanya ingin tenang. Aku hanya ingin tahu… apa yang harus kulakukan selanjutnya?”
Suara angin malam masuk lewat jendela yang sedikit terbuka, membuat tirai berayun lembut.
Di sela hembusan angin itu, seolah ia mendengar bisikan kecil di hatinya:
Sabar, Widuri. Akan ada bahagia di ujung ikhlasmu.
Ia menatap ke langit yang gelap, mencari seberkas cahaya fajar yang belum tampak.
“Ya Allah… cukupkan aku dengan kasih-Mu. Karena jika manusia pergi, hanya Engkau yang tetap tinggal.”
Setelah lama bersujud, Widuri duduk diam menatap sajadahnya.
Matanya masih berair, tapi kini wajahnya tampak lebih tenang.
Malam itu, ia tak lagi meminta agar Raka kembali mencintainya—ia hanya meminta agar hatinya mampu menerima takdir dengan lapang.
widuri kembali melirik arkana yang terlelap
Bagaimana jika aku bertahan… tapi Raka semakin jauh?”
“Bagaimana jika aku berpisah… tapi Arkana kehilangan sosok ayahnya?”
Pertanyaan-pertanyaan itu menari di kepalanya, memukul perasaannya tanpa henti.
Hatinya seperti terbelah dua—antara cinta dan logika, antara luka dan tanggung jawab.
Widuri menatap langit-langit yang sunyi, seolah berharap ada jawaban turun dari langit.
“Ya Allah, apa aku salah mencintai suamiku terlalu dalam?”
“Kenapa aku yang harus diuji dengan cinta yang seberat ini?”
Ia mengusap dada, menahan sesak yang makin menjadi-jadi.
Tapi di tengah air mata itu, Widuri sadar… pilihan apa pun akan ada luka.
Hanya saja, kali ini ia ingin luka itu tetap terbungkus sabar.
Malam kian larut, dan azan subuh mulai terdengar sayup dari kejauhan.
Widuri menutup doanya dengan napas bergetar,
“Ya Rabb… aku tak tahu harus memilih yang mana. Tapi aku percaya, Engkau tahu mana yang terbaik untukku dan Arkana…”
widuri tersenyum kecil di bibir yang lelah.
“Di ujung ikhlas… pasti ada bahagia
Sebelum melipat sajadah, ia menatap langit di luar jendela yang mulai berwarna biru pucat.
Harapan kecil muncul di matanya yang lelah—meski sedikit, tapi cukup untuk bertahan hidup satu hari lagi.
"semua akan indah, walau dan sekarang belum waktu nya”
#tbc
---
sedih ya jadi widuri bingung harus berpisah atau bertahan kira kira dia akan bertahan atau berpisah pantengin cerita author terus ya untuk tau selanjutnya
jangan lupa komen like vote nya supaya author semangat terus
kasih kirsan juga kalau ada kesalahan terimakasih