Xander tubuh dengan dendam setelah kematian ibunya yang di sebabkan kelalain sang penguasa. Diam-diam ia bertekat untuk menuntut balas, sekaligus melindungi kaum bawah untuk di tindas. Di balik sikap tenangnya, Xander menjalani kehidupan ganda: menjadi penolong bagi mereka yang lemah, sekaligus menyusun langkah untuk menjatuhkan sang penguasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempurnaan Palsu
Detektif Luna menatap seluruh timnya dengan tatapan tajam, penuh tekad. "Kali ini, kita tidak boleh gagal," ucapnya tegas, suaranya bergema di seluruh Adelwyn Academy yang kini dipenuhi garis polisi. "Setiap bukti, harus diperiksa, setiap saksi harus diminta keterangan. Tidak ada yang boleh terlewat."
Timnya mengangguk serempak, masing-masing langsung bergerak dengan profesionalisme tinggi. Beberapa petugas polisi mulai menandai titik-titik penting di lokasi, sementara tim forensik menyiapkan peralatan lengkap–kamera, sarung tangan dan kantong bukti.
Di sudut lain, Luna membungkuk sejenak, memeriksa sekitar area toilet, memastikan semua sidik jari, bekas pijakan, dan kemungkinan barang bukti tambahan terekam. Setiap langkah tim terasa cepat dan tepat, meski ketegangan tetap menyelimuti udara.
Sementara itu, tubuh Ibu Citra sudah di bawa ke ambulans forensik. Para anggota tim bekerja tanpa suara berlebihan, fokus pada setiap detail yang bisa membantu mengungkapkan misteri di balik kematian guru tercinta itu.
Di luar, beberapa murid masih berdiri di kejauhan, menatap dengan campur penasaran dan ketakutan. Namun satu sosok tetap diam, menonton dari balik bayangan–Xander. Matanya tidak pernah lepas dari kegiatan tim, menyerap setiap gerakan, setiap percakapan, seolah ia sedang menghitung langkah mereka, menimbang apa yang akan terjadi selanjutnya.
•●•
Di ruang forensik rumah sakit, suasana terasa hening namun sarat ketegangan. Lampu putih yang terang menusuk mata, menyorot meja pemeriksaan tempat tubuh Ibu Citra terbaring. Tim forensik sibuk dengan alat-alatnya: sarung tangan lateks, masker dan stetoskop tampak lengkap. Setiap gerakan presisi, seolah waktu berjalan lambat dan setiap detik sangat berarti.
Satu per satu anggota tim memeriksa tubuh ibu Citra. Mulai dari leher, pergelangan tangan, hingga bagian tubuh lainnya. Mereka mengambil sampel darah, memotret luka, mengukur tekanan pada otot leher, dan memeriksa bekas cekikan dengan hati-hati. Data dikumpulkan, dicatat dan dianalisis dengan teliti. Setiap langkah terdengar serius, hanya suara instrumen yang bersentuhan dengan tubuh korban yang pecah di udara.
Namun, di balik kerja profesional itu, ada sesuatu yang aneh. Salah satu anggota tim, tampak berbeda–gerakannya terlalu cepat dan matanya sering menoleh ke sekeliling. Tanpa ada yang memperhatikan, ia menyembunyikan beberapa bukti kecil di saku jasnya. Segera setelah itu, ia kembali bergabung dengan tim seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak seorang pun menyadari perbuatan tersebut.
Hasil pemeriksaan awal membuat tim forensik terkejut. Semua bukti yang mereka kumpulkan tampak "Bersih." Tidak ada sidik jari asing, tidak ada jejak DNA lain, dan bekas cekikan, anehnya, seluruh sidik jarinya muncul berasal dari tangan Ibu Citra sendiri. Tidak ada indikasi pelaku lain. Semua catatan aman, semua laporan lengkap–namun kesempurnaan ini justru menimbulkan pertanyaan baru.
Seorang anggota tim, membawa laporan elektronik, segera menghampiri Detektif Luna yang berdiri di sisi ruangan, menatap tubuh korban dengan tatapan serius. "Detektif Luna, semua data sudah dianalisis. Tidak ada sidik jari asing, semua bukti aman. Bahkan bekas cekikan sesuai dengan sidik jari tangan korban sendiri. Laporan lengkap sudah siap." lapornya tegas.
Luna menatap layar monitor yang menampilkan hasil pemeriksaan. Tangannya menepuk meja perlahan, wajahnya menyiratkan kebingungan. "Bagaimana bisa...?" gumamnya pelan, hampir tak terdengar. Setiap catatan terlihat sempurna, namun sesuatu dalam nalarnya berteriak–ada yang janggal. Semua bukti seakan sengaja dibersihkan. Ada celah di logika kriminalitas ini, dan Luna bisa merasakannya.
Ia berdiri, menatap tim forensik dengan sorot mata tajam, "Kita harus ulangi langkah-langkahnya. Periksa lagi semua rekaman, semua bukti fisik. Tidak boleh ada yang terlewat." suaranya tegas, penuh tekanan, menekankan bahwa kasus ini bukan sekedar "Bunuh diri."
Tim forensik menatap satu sama lain, mengangguk, lalu mulai bekerja kembali dengan hati-hati. Luna melangkah ke samping meja, menatap tubuh ibu Citra sekali lagi. "Kalau ada yang bermain-main dengan bukti, aku akan tahu." bisiknya, hampir seperti ancaman yang hanya bisa didengar oleh udara di ruangan itu.
Luna menundukkan kepala, menatap monitor dengan catatan yang ada. Raut wajahnya menyiratkan satu hal–ini bukan akhir, tapi baru permulaan. Kasus ini akan menuntut ketelitian, kecerdikan, dan keberanian lebih dari sebelumnya.