NovelToon NovelToon
Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pembaca Pikiran / Pelakor jahat
Popularitas:741
Nilai: 5
Nama Author: Tri Harjanti

Jarang merasakan sentuhan kasih sayang dari suami yang diandalkan, membuat Mala mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Perselingkuhan, penghinaan, dan pernah berada di tepi jurang kematian membuat Mala sadar bahwa selama ini dia bucin tolol. Lambat laun Mala berusaha melepas ketergantungannya pada suami.
Sayangnya melepas ikatan dengan suami NPD tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak konflik dan drama yang harus dihadapi. Walaupun tertatih, Mala si wanita tangguh berusaha meramu kembali kekuatan mental yang hancur berkeping-keping.
Tidak percaya lagi pada cinta dan muak dengan lelaki, tetapi jauh di dasar hatinya masih mengharapkan ada cinta tulus yang kelak melindungi dan menghargai keberadaannya di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Harjanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sial untuk Mala

Kepulangan Mala dari rumah sakit disambut Mia penuh tawa. Moya memeluk erat, tanpa Maya banyak bercerita pun Moya tahu mamanya baru saja terlepas dari maut.

Sosok lain di rumah yang menyambut Mala, tentu saja ayah Mala yang bersikap biasa seolah putrinya itu baru pulang dari liburan dan bukan dirawat di rumah sakit.

Ibu Bram juga ada di rumah, sibuk di dapur memasak ini, itu. Rupanya Bram meminta bantuannya menjaga Mia. Moya sendiri memang tengah sibuk menjalani ujian akhir kelas 9.

"Ibu sama sekali tak keberatan kok Mala," ujar ibu mertua Mala itu saat Mala mengucapkan terima kasih.

"Cuma asal kamu tahu, ya. Uang buat bayar rumah sakitmu itu ... Aku ikut andil di dalamnya, loh!"

Kaget dengan apa yang didengar, Mala hanya bisa melongo. Tentu ia tak tahu dari mana asal muasal dana Bram untuk membayar dana rumah sakit. Saldo di rekening Mala sudah ia serahkan semua pada Bram. Katanya Bram yang akan menanggung sisanya. Kalau saja Mala tahu endingnya pinjam ibu mertua... tentunya Mala memilih pindah kamar yang lebih murah saja.

"Wong nggak punya duit kok nggaya maunya di vip," gumam ibu mertua yang lumayan keras hingga Mala sanggup mendengar.

"Bukan saya yang mengatur, Buk! Itu karena Bram nggak bisa sharing kamar sama orang lain. Kalau nungguin Mala sampai tidur mendengkur kan jadi bebas." Mala tak mau ibu mertuanya salah paham. Pokoknya apa pun akan langsung Mala jelaskan agar orang lain tidak terus menyalahkannya atas tindakan Bram.

Entah paham atau tidak ... mimik muka ibu mertua masih saja mencibir.

Ibu mertua ini bukannya tipe mertua jahat, bukan. Dia hanya melakukan segalanya dengan nyinyir, mencibir, menyindir. Menyakiti secara terang-terangan sih tidak. Kalau orang tak peka, tak akan mudah menangkap kalimat sindirannya yang menusuk hati. Sayangnya, Mala termasuk wanita yang peka.

***

Tirai terbuka, pria tua—beraroma asap rokok yang melekat pada kemejanya—menghampiri Mala.

"Sudah enakan badannya, Nduk?" tanya ayah Mala tersenyum penuh arti.

Mala sempat menghela napas. Tapi dipikir lagi, percuma juga marah sama orang ini.

"Kenapa nggak pernah jenguk Mala, Yah?"

"I-itu, anu ... karena Ayah melindungimu dari sini, Nduk!" ucap ayah Mala tergagap, mengungkapkan alasan yang membuat kening Mala berkerut.

"Maksud Ayah?" Punggung Mala menegak. Memperhatikan raut muka ayahnya teliti.

"Penyakitmu itu, ada yang ingin mencelakaimu, Mala!"

Mala tersentak. Bagaimana ayahnya tahu. Mala bukannya tak tahu yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini, kisah rumah tangganya, kebencian Bram pada dirinya. Itu semua tidak terjadi secara wajar. Ada yang mengatur dibalik ini semua. Namun, Mala tak mau menyerah semudah itu. Melakukan tirakat, bangun di sepertiga malam, memohon bantuan hanya pada Sang Pencipta.

"Bagaimana cara ayah melindungiku?" tanya Mala menyelidik.

"Aku menemukannya. Benda-benda mencurigakan di rumah ini yang kurasa datang dari orang tersebut."

"Aku jarang keluar rumah, Ayah. Ataupun terlibat suatu masalah. Satu-satunya masalah yang melibatkanku hanya masalah utang piutangmu."

"Kau melupakan, Bram. Tidak selalu kamu di celakai karena orang itu membencimu. Bisa jadi kamu menjadi penghalang bagi orang yang menginginkan suamimu, Mala!"

Mala tersentak. Itu semua yang ada dalam pikirannya. Mala juga merasa jika Bram dikendalikan sebuah kekuatan sihir. Tapi bagaimanapun juga secara ilmu psikologi, ciri-ciri yang ada pada diri Bram seperti; playing victim, gaslighting, manipulatif, persis indikasi pada NPD yaitu gangguan kepribadian narsistik. Orang dengan NPD akan menganggap dirinya sangat penting seolah pusat tata surya ada di sekelilingnya.

Mala mendapat semua petunjuk tentang adanya hal tak kasat mata yang mengganggunya itu lewat mimpi. Jauh sebelum mama Mala meninggal dunia ... melupakan sejenak pada tingkah laku tidak biasa dan suasana janggal atau aroma busuk yang kerap menghampiri. Mala justru lebih concern pada mempelajari pola orang dengan gangguan kepribadian narsistik tersebut. Di saat itulah Mala menemukan banyak sekali persamaan sifat, karakter dari Bram dengan ayahnya. Terutama dalam sikapnya terhadap pasangan. Mala akhirnya menemukan pola berulang apa yang terjadi dengan pernikahan kedua orang tuanya dulu dengan rumah tangga Mala kini.

"Aku tahu apa yang terjadi, Ayah! Aku sudah merenungkannya cukup lama."

"Kamu harus bertahan Mala, jangan menyerah!"

"Tenang saja, Yah! Aku juga tidak sebodoh itu untuk menyerahkan suamiku secara sukarela."

Mala berdecih usai punggung Ayah menghilang dibalik tirai. Siapa yang menginginkan Bram, itu sudah tak penting. Kenyataannya adalah kini Bram tergoda dan terpengaruh.

Diluar masalah sihir atau orang ke tiga. Mala cukup sadar bahwa sumber masalah terbesar bagi keduanya dikarenakan saling kecewa yang menumpuk. Mungkin bertahun-tahun ... pengendapan masalah itu menghasilkan mati rasa.

Bram kehilangan Mala yang ia kagumi dulu, sedangkan kehidupan berat bersama Bram juga ditimpa masalah orang tua yang buat Mala jadi wanita berhati dingin—seperti yang disebut Bram.

***

Seminggu kepulangan Mala dari rumah sakit, dilalui penuh drama karena ibu mertua merajuk dan menggosip ke sana ke mari.

Mengeluh uang belanja tidak diberikan oleh Bram dan terpaksa menggunakan uang pribadinya.

"Padahal aku sudah capek ngurusin kalian, suami kamu kerja apa sih, Mala? Kerja sampai malam, kasih uang sulit!" sungutnya.

Mala tertawa dalam hati. Diam-diam kasihan juga dengan mertuanya itu. Lalu tak lama kemudian pastilah ibu mertua akan menyanjung suaminya sendiri—bapaknya Bram—yang dulu sering berbelanja berbagai barang keperluan istrinya ke pasar.

"Oh, Almarhum bapak mertuamu itu, Mala. Nggak pernah membiarkanku belanja sendiri, beliau pasti mampir pasar pulang dari mengajar. Semua kebutuhan dapur, kosmetik, sampai pakaian dalamku dia yang belikan."

Netra tua wanita yang masih centil itu menerawang. Ada kerinduan dalam sorot matanya. Bisa dibilang si ibu ini bucin parah.

"Sungguh beda sama, Bram. Sudah setua ini masih manja," keluhnya lagi.

Mala terkikik sendiri. Baru kali ini ibu mertua menggosipkan anaknya sendiri.

Menurut Mala, Bram mirip bapak mertua dalam hal melanggengkan sistem patriarki. Bisa dibilang Bram itu perpaduan bapaknya yang senang dilayani bak seorang raja, tetapi juga seperti ayah Mala yang mahir berdrama dan tukang selingkuh.

Apa ini nasib sial yang kuhadapi. Mengambil bagian buruknya saja dari sifat suami-suami ibu mertua dan Mama.

"Aku mau pulang saja Mala, ada yang menungguku di Semarang."

"Siapa, Buk?" tanya Mala heran. Setahu Mala ibu mertua kini tinggal sendirian. Hanya sesekali menjaga anak-anak dari adik Bram yang beristrikan seorang bidan.

"Besti-besti Mala, kita kan ada janjian healing bersama," celoteh ibu mertua riang.

Mala mengulum senyum. Lansia yang satu ini memang gaul sekali.

"Bram juga jarang di rumah, begitu pulang malam ... Eh, nggak mau ngobrol sama ibuk!" ujar ibu mertua kesal.

Mala berdeham tiga kali. Dalam hatinya berkata, lah ya memang... Itulah kelakuan anak ibuk. Bertahun-tahun kami tinggal serumah, tapi seperti hidup masinh-masing.

"Sebentar ya, Buk. Mala cek rekening Mala dulu."

Mala memeriksa saldo m-banking, menghitung pemasukan dalam seminggu terakhir.

Karena aku belum mengerjakan apa pun dari comission art yang sudah mengantri, tapi belum sempat kukerjakan ... tak ada income minggu ini.

"Huft, untungnya ada monetisasi yang belum aku tarik dari sejumlah konten-konten produk. Lumayan bila dicairkan bisa buat sangu Ibuk pulang Semarang."

Mala tersenyum sembari menunjukkan sejumlah saldo di depan ibu mertua.

"Wah, banyak juga ya, Mala!"

"Lumayan, Buk."

"I-itu bisa di tf ke Ibuk semua, Mala??" Kedua mata ibu mertua mengerjap.

Hmm, sama kayak anaknya deh, Mala bersungut dalam hati.

...ΩΩΩΩ...

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Nurika Hikmawati
Semangat terus ya Mala... kamu pasti biaa bngkit
Nurika Hikmawati
gantian coba kamu yg di rumah Bram!
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
Nurhikma Arzam
agak seram ya boo
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
Janti: emang asem sie dia
total 1 replies
Nurhikma Arzam
kereen nih semangat thor
Janti: makasih yaa
total 1 replies
Meliora
🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.
Janti: Makasih yaa👍
total 1 replies
Dulcie
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
Janti: makasih kk udah mampir👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!