NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:259
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dianggap Tak Pantas

Menjelang malam, Yuna terbangun karena udara kamar terasa sedikit dingin. Lampu meja di sisi ranjang hanya menyala redup, membuat suasana terasa temaram dan hangat sekaligus. Ia mengerjap pelan, mencoba mengingat bagaimana ia bisa tertidur di sini.

Ternyata… ia ketiduran.

Dan bukan di sofanya. Melainkan di ranjang. Ranjang yang sama dengan Rizal.

Yuna menelan ludah pelan. Samar-samar, ingatan sebelum matanya tertutup kembali datang. Ia ingat Rizal tadi siang sempat bersandar di kepala ranjang, tubuhnya sedikit gemetar seperti menahan dingin. Ia sempat khawatir, tapi entah kapan, ia ikut merebah di sebelahnya dan akhirnya tertidur.

Sekarang, dari dekat, ia bisa melihat nafas pria itu teratur tapi wajahnya tetap sedikit pucat. Rizal menggigil lagi, meski ia sudah tertutup selimut tipis.

Pelan-pelan, Yuna bangkit setengah duduk, mencoba menarik selimut agar menutupi tubuh Rizal lebih rapat. Ia bahkan merapikan bagian yang terlipat di pinggir, berusaha tidak membangunkannya.

Namun, begitu ia hendak menarik tangannya kembali, jemarinya malah tertangkap oleh tangan Rizal yang hangatnya mulai kembali terasa. Tarikan itu lembut tapi mantap, membuat Yuna sedikit kehilangan keseimbangan dan terdorong untuk kembali berbaring… tepat di sisinya.

Ia membeku.

“M-mas...”

Rizal tidak membuka mata, tapi genggamannya tidak dilepaskan. Seolah-olah… ia memang ingin Yuna tetap di situ.

Yuna bisa merasakan detak jantungnya sendiri jadi kacau, sementara napas Rizal terdengar tenang di dekat telinganya. Hanya ada suara AC yang berhembus lembut, dan jarak mereka kini… nyaris tak ada.

“Mas Rizal...” Yuna berulang kali memanggil Rizal.

Namun laki-laki itu sama sekali bergeming. Matanya tertutup tubuhnya menggigil, tubuhnya panas. Lebih panas daripada saat sore tadi.

Yuna memutuskan untuk membawa Rizal ke rumah sakit, dia segera menghubungi Kevin.

*****

Tengah malam, Rizal baru saja dipindahkan ke kamar VVIP untuk rawat inap, setelah beberapa jam sebelumnya mendapat penanganan di IGD.

Yuna tidak bergeser sedikit pun dari sisinya, bahkan saat perawat mendorong tempat tidur itu ke lantai atas.

Menjelang pagi, cahaya tipis dari sela gorden membuat Rizal perlahan membuka mata. Pandangannya berkunang-kunang sesaat sebelum menyadari dirinya tidak berada di ruang kerja atau rumah, melainkan di sebuah kamar rumah sakit. Selang infus menancap di punggung tangan kanannya, sementara tangan kirinya terasa kebas.

Rizal menoleh, dan mendapati penyebabnya, Yuna tertidur pulas di kursi, kepalanya bertumpu pada lengannya yang menjadi bantalan. Rambutnya sedikit berantakan, napasnya teratur, dan wajahnya tampak lelah namun tetap tenang. Untuk alasan yang tak ingin ia akui, Rizal tak berniat membangunkannya.

Mendengar suara langkah perawat yang datang untuk mengecek tanda vital Rizal pagi itu, Yuna perlahan terbangun. Matanya masih terasa berat, namun kesadarannya segera kembali begitu ia menyadari di mana dirinya berada. Pandangannya langsung mencari sosok Rizal di ranjang pasien.

“Bagaimana keadaannya, mas?” Tanyanya pelan, suara masih serak namun penuh rasa ingin tahu. Ada sedikit kegugupan dalam nada bicaranya, seakan takut mendengar jawaban yang tidak ingin ia bayangkan.

Rizal menoleh padanya dan hanya memberikan senyum tipis, senyum yang berusaha menenangkan. Senyum itu seakan berkata bahwa semuanya baik-baik saja, meski Yuna tidak bisa sepenuhnya yakin.

Melihat tatapan Yuna yang jelas-jelas menyimpan kekhawatiran, Rizal menarik napas perlahan.

“Aku baik, sungguh. Jangan khawatir.” Ucapnya lembut.

Namun Yuna tetap memandangnya lekat-lekat, seolah mencari tanda-tanda bahwa ucapan itu benar.

Perawat yang sejak tadi sibuk mencatat hasil pemeriksaan menatap keduanya sekilas, lalu tersenyum kecil.

“Kondisi Pak Rizal stabil, tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat ini.” Ujarnya, sebelum kembali memeriksa alat infus.

Yuna menghela napas lega, tapi hatinya tetap belum sepenuhnya tenang. Ia tak ingin Rizal berpura-pura kuat hanya demi menenangkannya.

Yuna hampir saja menitikkan air mata. Perasaan takut itu masih menggantung di dadanya, membayangkan bagaimana jika sesuatu benar-benar terjadi pada Rizal semalam.

Ia menunduk, berusaha mengatur napas, sementara tatapan Rizal terus mengamatinya.

Pria itu mengerutkan kening, lalu melirik sekilas pada penampilan Yuna.

“Kamu… masih pakai baju kemarin?” Suaranya datar, tapi jelas mengandung nada khawatir.

Yuna tersentak kecil, spontan merapikan ujung blusnya.

“Ah… iya… aku nggak sempat ganti...” Jawabnya pelan.

Rizal menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya.

“Nanti pulanglah. Istirahat. Kalau mau, kamu bisa ke sini lagi… tapi jangan sampai kamu sendiri yang jatuh sakit.”

Nada suaranya lembut, tapi tegas. Ada sedikit ketidaksabaran yang justru membuat Yuna semakin menyadari betapa Rizal memperhatikannya.

Ia hanya mengangguk, meski hatinya belum siap benar-benar meninggalkan pria itu sendirian di tempat ini.

*****

Yuna akhirnya memutuskan untuk pulang sebentar. Ia membersihkan diri, berganti pakaian, dan mencoba menenangkan hati. Namun, setenang apa pun ia berusaha, bayangan wajah pucat Rizal terus membayang di kepalanya. Ada rasa takut, rasa tak ingin kehilangan, yang membuat dadanya sesak.

Tak lama kemudian, Yuna kembali ke rumah sakit. Jantungnya berdegup kencang begitu mendekati pintu kamar tempat Rizal dirawat. Namun langkahnya terhenti saat melihat dua sosok berdiri di sana. Rani dan mamanya.

Rani tampak anggun dengan gaun sederhana, sementara mamanya menjinjing tas mewahnya yang mencolok. Dari cara mereka berdiri, jelas sekali mereka merasa memiliki tempat istimewa di sisi Rizal.

Ketika Yuna mendekat, Rani menoleh. Senyum tipis muncul di wajahnya, tapi tatapannya penuh arti.

“Oh, ternyata kamu juga datang?” Tanyanya tapi tersirat sebuah sindiran.

Kamu?

Yuna mengerutkan kening, setelah mendengar panggilan Rani yang tempo hari memanggilnya dengan sebutan kakak, kini berubah saat tidak ada Rizal di sana.

Yuna menunduk sopan, mencoba mengabaikan nada sindiran itu.

“Saya hanya ingin memastikan keadaannya. Tidak lebih.”

“Anak muda memang biasanya penuh rasa iba. Tapi Rizal itu… bukan orang sembarangan. Lingkungan dan kebutuhannya juga berbeda. Jangan sampai maksud baikmu justru memberatkan dia.” Mamanya Rani menambahkan.

Kata-kata itu menancap tajam di hati Yuna. Rasanya seperti diusir halus, dianggap tak pantas berada di sisi Rizal. Tapi bukannya mundur, Yuna justru menguatkan diri. Ia tahu, perasaannya tulus. Ia tidak mencari keuntungan apa pun dari keberadaan di sisi Rizal.

Tangan kanannya merapikan tali tas yang ada di pundaknya. Ia menatap pintu kamar itu dengan mata yang bergetar, lalu menarik napas dalam-dalam.

“Saya tidak ingin memberatkan siapa pun. Saya hanya ingin memastikan mas Rizal baik-baik saja. Mau bagaimanapun, saya adalah tunangannya.” Ucap Yuna lirih, tapi tegas.

Tatapan Rani dan mamanya semakin tajam, seakan tidak suka dengan keberanian Yuna. Namun, sebelum ada kata-kata berikutnya, suara perawat terdengar dari dalam kamar, memanggil pelan.

“Silakan masuk. Pak Rizal baru saja terbangun.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!