Demi menutupi identitas aslinya, Elvano Abraham memilih Sena sebagai pendampingnya dalam suatu acara. Sena yang tak menyadari niat Elvano sesungguhnya menerima tawaran tersebut, karena ia pun ingin lebih dekat dengan Elvano.
Tapi Elvano salah, karena pilihannya tersebut malah membawa dirinya terjebak dalam pesona Sena, begitu pula sebaliknya.
Apakah yang akan Sena lakukan setelah mengetahui motif Elvano yang sesungguhnya? Apa mereka akan terus bersama? Atau justru motif Elvano menghancurkan hubungan keduanya?
Yuk! Ikuti kisah Elvano dan Sena yang harus menemukan cinta sejati di tengah banyaknya rahasia dan kesalahpahaman yang penuh dengan ketegangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SBDST 22.
Aku mencintaimu, Sena. Aku tidak bisa hidup tanpamu.
Tak bisa dibohongi, jantungnya berdegup kencang kala mendengar ucapan cinta dari pria yang juga sama ia cintai. Sesuatu yang ia harapkan dan seharusnya Sena bahagia, tapi entah mengapa, ia merasa hampa saat ucapan seseorang juga terlintas di dalam kepalanya.
Jangan main-main dengan Elvano, Riella. Aku serius! Elvano tidak seperti yang terlihat.
Elvano memutar tubuh Sena agar ia bisa melihat seluruh wajah cantik wanitanya.
"Aku mencintaimu." Elvano menatap Sena begitu dalam. Memperhatikan keseluruhan wajah cantik wanita yang sejauh ini menjadi wanita satu-satunya yang berhasil masuk dan terlibat dalam kehidupan seorang Elvano Abraham.
Tak ada kata ataupun jawaban yang Elvano terima dari Sena. Wanita itu tak kalah dalam membalas tatapannya, tengah berusaha menyelami perasaan apa sebenarnya yang dimiliki oleh pria yang ada di hadapannya saat ini. Benarkah semua ucapan sesal dan cintanya? Atau hanya sebatas ilusi belaka?
Secara perlahan, Elvano mengikis jarak antara ia dan Sena. Jantungnya berdetak lebih cepat, netranya tak melepaskan sedikitpun perhatiannya dari mata Sena yang juga menatapnya. Ada sesuatu yang Elvano rasakan—kecil, tapi mampu menusuk relung hatinya ketika melihat bibir kemerahan Sena kini hanya bungkam, tak bersuara, setelah sebelumnya mencerca habis dirinya dengan seluruh kemarahan dan rasa kesalnya.
Sungguh, rasanya Elvano jauh lebih tak menyukai situasi seperti ini. Jika bisa memilih, lebih baik Sena berteriak keras padanya daripada diam saja, tak menanggapi ucapannya. Dan jauh lebih Elvano inginkan, ia dan Sena tetap bersama seperti sebelumnya, dalam hubungan yang hangat, penuh cinta dan selalu bersama.
Namun, apa artinya kebersamaan, jika tanpa kepastian? Apa artinya mencintai, jika tak diiringi komitmen yang pasti?
Sena mencari semua itu. Sena menginginkan semua itu dari pria yang ia cinta dan juga mengaku mencintainya. Karena ia dan Elvano perlu memahami; apa sebenarnya yang saling mereka cari dan inginkan dalam hubungan ini, cinta? Atau hanya kebutuhan untuk merasa cukup dan terpuaskan?
Elvano mencium lembut bibir Sena. Ciuman yang terasa berbeda karena tidak ada nafsu di sana. Pelan, dan teramat dalam. Elvano menjeda, kala ia merasakan jika Sena bahkan tak membalas ciumannya. Tanpa membentang jarak, dengan mata yang tertutup, Elvano menggigit getir bibirnya.
"Maafkan aku," bisik Elvano pelan. Suaranya sudah bergetar, tak dapat keluar dengan sempurna setelah menerima semua sikap dingin Sena padanya. "Aku mohon maafkan aku, Sayang."
Elvano membuka mata. Dan bisa Sena lihat mata yang selalu tajam saat memandang siapa saja itu kini sudah memerah basah ke arahnya.
Dari mata itu, Elvano mengaku menyesal, merasa bersalah dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah melukai perasaan Sena.
Melihat itu semua, Sena menghela napas pelan. Kedua tangannya terangkat untuk melingkar di leher Elvano—Sena memeluk pria itu, yang dengan cepat Elvano balas dekap tak kalah erat.
"Maafkan aku, Sayang. Aku janji tidak akan mengecewakanmu lagi," kata Elvano sungguh-sungguh dan cepat. Ia memeluk Sena begitu erat, seakan tak ingin lagi jika sampai wanita itu marah maupun kesal padanya.
Mereka saling memeluk, Elvano bisa merasakan Sena yang memberikan anggukan kepala atas ucapan dan janji pria itu padanya.
Elvano merasa lega, Sena akhirnya mau memaafkannya. Pria itu sudah melontarkan janji, tanpa pernah menyadari; bahwa semua ucapannya akan diuji oleh kenyataan dan takdir yang sudah menanti.
*
*
*
Selesai membersihkan diri dan mengganti pakaian basahnya dengan stelan rumahan yang ada di apartemen Sena, Elvano turun ke lantai satu, menyusul wanitanya yang sudah lebih dulu siap, tengah duduk di sebuah sofa tunggal berukuran besar seraya memperhatikan pemandangan kota berselimut senja dari balik dinding kaca.
"Apa yang kau makan, Sayang?" tanya Elvano, ia mengambil duduk di sisi Sena dengan langsung merangkul bahu wanitanya.
Sena mengangkat sekilas toples cemilannya pada Elvano dan membuat pria itu menggeleng.
"Kita makan malam di luar?"
Sena menggeleng. "Aku lagi tidak mau makan," jawab Sena yang membuat Elvano langsung menatapnya khawatir. Pria itu memeriksa Sena, takut jika ternyata Sena sakit.
"Aku tidak apa-apa. Aku hanya lagi tidak berselera untuk makan. Ini sudah cukup," kata Sena dengan kembali mengangkat wadah cemilannya.
Elvano tidak bisa memaksa, ia sangat tahu bahwa Sena paling benci dan akan marah jika dipaksa. Sena kembali mengarahkan pandangannya ke depan, diam, hanya tangan dan mulutnya saja yang bergerak bolak-balik menghantar dan mengunyah cemilannya.
"Sayang?"
"Hm." Sena menoleh pada Elvano.
"Kau masih marah padaku?" tanya Elvano takut.
Sena tak langsung menjawab. Ia diam menatap Elvano yang membuat Elvano semakin merasakan takut.
"El," pelan Sena memanggil nama prianya. "Aku ingin tahu; mengapa kau tidak bisa langsung memberikan jawaban atas pertanyaanku sebelumya?"
Elvano menarik napas sebelum menjawab pertanyaan Sena. "Aku tahu aku salah dengan tidak langsung memberikan kepastian padamu sebelumnya. Aku tidak tahu caranya, aku tidak memahami apa yang kau inginkan. Maafkan aku, Sena."
Sena memandang Elvano begitu lekat, begitupun sebaliknya. "Apa kau benar mencintaiku, El?"
Netra Elvano sedikit melebar, terkejut dengan pertanyaan Sena. Wanitanya meragukan perasaannya, atau lebih tepatnya Sena ingin bukti, tak hanya sekedar kata yang saat ini entah mengapa sulit untuk Sena percayai. Semua ucapan cinta Elvano seakan tak mampu untuk menutupi perasaan kecewa yang sempat ia rasakan sebelumnya.
"Aku mencintaimu, Sena. Aku sangat mencintaimu. Aku bisa pastikan itu, hanya kau wanita satu-satunya yang aku inginkan dan ada di sini." Telunjuk Elvano mengarah ke dadanya.
Mendengar hal itu, senyum kecil terbit di bibir Sena. Dan hal itu pun menular pada Elvano.
"Aku ingin memiliki masa depan denganmu, El."
Elvano tersenyum, ia lekas mengangguk atas keinginan Sena. "Aku juga. Bahkan aku tidak hanya ingin memiliki masa depan denganmu, Sayang. Aku ingin memiliki kehidupan denganmu dan menghabiskan sisa hidupku bersamamu."
Sena tak lagi tersenyum, kali ini ia langsung terkekeh mendengar ucapan manis Elvano yang tulus dari hati.
"Kenapa tertawa, apa yang lucu?"
Sena berusaha menghentikan tawanya. "Kau tiba-tiba saja terdengar seperti buaya darat yang memberikan janji-janji gombal."
Elvano tidak terima dengan ucapan Sena. "Apa maksudmu?! Aku serius, aku tidak gombal, Sayang!" Elvano langsung menggelitiki Sena yang masih saja mentertawakan ucapannya.
"Hahaha... Hentikan, El! Aku tidak bisa bernapas!" Sena berusaha menghindari serangan Elvano.
Namun, Elvano terus menggelitiki Sena hingga mereka berdua terjatuh di atas sofa. "Aku bukan buaya. Aku akan buktikan padamu, aku serius dengan semua ucapanku!"
Sena mengangguk dengan masih terdapat sisa tawa, ia memeluk Elvano dengan merangkul leher pria itu agar Elvano berhenti menggelitikinya.
"Aku suka ketika kau seperti ini, El. Aku suka ketika kau memegang semua ucapanmu."
Elvano tersenyum dan balas memeluk Sena. "Aku juga suka ketika kau seperti ini, Sayang. Aku suka ketika kau banyak bicara dan terus menggerutu padaku." Elvano terkekeh saat Sena langsung melayangkan pukulan keras di punggungnya.
"Love you," ucap Elvano. Ia mengangkat sedikit tubuhnya dan menahan agar bisa mencium kening Sena.
"Too."
Keduanya saling pandang dengan wajah tersenyum setelah berbaikan. Dan getar ponsel yang ada di atas meja mengambil alih perhatian keduanya.
"Pasti Tuan Tracker. Dari tadi aku lihat dia terus menghubungimu hampir setengah jam sekali," kata Sena sambil menoleh ke arah meja. Ponsel Elvano sudah berhenti berbunyi, sepertinya hanya sebuah pesan singkat yang masuk.
"Jangan memanggil Tracker Tuan. Kau yang adalah atasannya."
Sena terkekeh mendengar ucapan Elvano. Pria itu sudah beranjak untuk memeriksa ponselnya dan Sena hanya memperhatikan.
"Ada apa?" tanya Sena sambil menatap punggung Elvano yang ia lihat terdiam serius memeriksa ponselnya.
Sebentar lagi penerbanganku. Aku akan kembali mengabarimu setelah sampai di sana. Aku tidak sabar untuk bertemu denganmu, El. Sampai bertemu di New York. Rania.
Sena abaikan aja terus Elvano. Buat dia jadi mayat hidup karena terlalu merindukan mu. Jangan mudah kasih maaf/Determined//Facepalm//Facepalm/