NovelToon NovelToon
Rush Wedding

Rush Wedding

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Anak Yatim Piatu / Pernikahan Kilat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebuah kecelakaan beruntun merenggut nyawa Erna dan membuat Dimas terbaring lemah di ruang ICU. Di detik-detik terakhir hidupnya, Dimas hanya sempat berpesan: "Tolong jaga putri saya..." Reza Naradipta, yang dihantui rasa bersalah karena terlibat dalam tragedi itu, bertekad menebus dosanya dengan cara yang tak terduga-menjodohkan Tessa, putri semata wayang Dimas, dengan putra sulungnya, Rajata. Namun Rajata menolak. Hatinya sudah dimiliki Liora, perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa. Tapi ketika penyakit jantung Reza kambuh akibat penolakannya, Rajata tak punya pilihan selain menyerah pada perjodohan itu. Tessa pun terperangkap dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ia hanya ingin hidup tenang, tanpa harus menjadi beban orang lain. Namun takdir justru menjerat mereka dalam ikatan yang penuh luka. Bisakah Tesha bertahan di antara dinginnya penolakan? Dan mungkinkah kebencian perlahan berubah menjadi cinta?

Kejutan tak terduga ulang tahun Eyang

Pagi itu, setelah dari pasar, Tessa langsung membantu di dapur. Ia berdiri di antara tiga perempuan dengan peran penting di rumah Eyang Lastri: Tante Sindy—yang tenang dan bijak, Windy—yang selalu bicara dengan nada tinggi terselubung manis, dan Renata—ibunya Rajata sendiri, yang dingin dan tajam.

Tatapan sinis dari Renata dan Windy sudah menjadi sarapan pagi bagi Tessa hari ini. Bukan hal baru. Tapi berbeda dengan Tante Sindy, yang selalu memperlakukannya dengan hormat dan ramah.

Renata dan Windy tahu batas. Mereka tidak pernah berani bertingkah didepan Sindy secara langsung. Statusnya sebagai menantu tertua sekaligus kepercayaan Eyang membuat mereka selalu menjaga sikap di depannya.

Sampai akhirnya...

"Mbak Sindy, ini kayaknya kurang deh tepungnya," kata Windy sambil menengok ke arah adonan risoles.

"Hah iya ya? Padahal tadi beli sekilo. Yaudah deh aku keluar lagi sebentar. Sekalian beli minyak goreng juga, lupa tadi," ucapnya santai.

Sebelum pergi, Sindy menoleh ke arah Tessa.

"Tessa, tante minta tolong ya ini dilanjutin. Rendangnya tinggal diaduk aja, biar nggak lengket. Makasih yaa."

"Iya, tante," jawab Tessa sambil mengangguk pelan.

Begitu langkah Sindy menjauh

suasana berubah. Senyum licik muncul di wajah Windy dan Renata. Sejak tadi mereka memang menunggu waktu Sindy pergi.

Renata menoleh seolah tidak sengaja mengamati cara Tessa mengaduk rendang.

"Pake tangan kanan, Tess. Masak jangan kayak orang baru pegang sendok."

Windy menambahkan dengan nada sok peduli "Iya, nanti gosong loh. Sayang banget, rendang sekuali. Tapi ya... kalau nggak kebiasaan didapur, wajar sih nggak ngerti."

"Pasti kamu dulu anak nya manja ya?!"

Belum sempat Tessa menjawab, suara melengking terdengar dari arah ruang tengah.

"Hmm, baunya enak banget nih! Masak apa sih?"

Betari—anak terakhir Eyang Lastri—baru saja tiba dari luar kota. Ia melangkah santai ke dapur, sambil mengendus udara dengan antusias.

Namun langkahnya terhenti saat matanya menangkap sosok Tessa yang berdiri di depan kompor, mengaduk rendang.

Matanya menyipit.

"Eh... eh ini siapa? Pembantu baru?"

Renata langsung tersenyum geli, menahan tawa. Windy malah tertawa lepas.

"Husssh, ngawur kamu!" sahut Windy setengah tertawa. "Itu Tessa. Menantunya Mbak Renata, loh!"

Betari mendekat beberapa langkah, mengamati Tessa dari atas sampai bawah seolah menilai barang dagangan.

"Eh... tapi iya sih, mirip banget sama pembantu yang dulu ikut di rumahku" lanjut Windy cepat.

Tessa hanya menunduk. Mulutnya ingin bicara, tapi takut terdengar gemetar. Dia tahu, melawan hanya akan membuat mereka semakin puas.

"Haaah?" Betari membelalak. "Istrinya Rajata? Kapan nikahnya?"

Windy dan Renata bertukar pandang sejenak. Lalu Windy menjawab.

"Ya nikah dadakan. Aji mumpung lah dapet anaknya Mbak Renata. Hoki banget, padahal nggak jelas asal-usulnya."

"Ceritanya panjang deh," tambah Windy sambil tersenyum sok manis. "Udah nanti aja kita ngobrol sambil makan."

Wajah Betari langsung berubah. Ia jelas terguncang. Bukan karena Tessa, tapi karena tahu bahwa Jenny—anak semata wayangnya—sedang berharap banyak pada Rajata.

"Oh... gitu ya..." gumam Betari pelan, tapi matanya masih tak lepas dari Tessa.

Tessa diam. Dadanya sesak. Ia ingin lari ke kamar, mengunci diri, dan menangis sepuasnya. Tapi dia tahu... kalau ia pergi sekarang, mereka akan semakin menang.

Tessa tetap berdiri di depan kompor, menggenggam spatula sekuat tenaga, berharap tante Sindy segera datang.

Sementara di luar rumah, suasana juga tak kalah ramai. Rajata, Lintang, dan Gema sedang sibuk membuat dekorasi sederhana dari kayu dan kain untuk menyambut acara keluarga nanti sore. Mereka bertiga bekerja sambil sesekali bercanda, walau Rajata hanya menimpali sesekali.

Di sisi lain halaman, Liliana, Gendis, dan Jenny duduk melingkar, merangkai bunga-bunga segar untuk dijadikan hiasan meja. Suasana hangat dan cerah—tapi tidak sepenuhnya tenang.

"Selamat ya, atas pernikahan lo," ucap Gema tiba-tiba, memecah keheningan sambil memotong papan kayu.

Rajata tak menjawab. Ia hanya berdehem pelan, masih fokus memaku kayu.

"Istri lo cantik juga," lanjut Gema dengan nada menggoda.

Gerakan tangan Rajata langsung terhenti. Ia menoleh cepat, tatapannya tajam menusuk ke arah Gema.

"Jaga mata lo," ucapnya dingin dan sinis.

Gema terkekeh, sama sekali tidak gentar.

"Santai, gue nggak mungkin ngambil milik saudara sendiri. Tapi..."—ia mengedipkan mata nakal—"kalau dia yang mau, gue nggak nolak sih."

Rajata makin geram. Ia mencengkeram palu di tangannya dengan kencang. Lintang yang melihat situasi mulai memanas langsung menyela, mencoba menengahi.

"Ssst, santai Bang Rajata... Bang Gema cuma becanda. Iya kan, Bang?"

Gema mengangkat tangan seolah tak bersalah, masih tersenyum nakal.

"Iyaaa... becanda. Tapi serius juga sih—kalau beneran dia milih gue, masa gue tolak?"

Rajata sudah bersiap mengayunkan palu ke arah Gema, meskipun ia tidak serius melakukan itu.

"Woy woy woy!!" seru Lintang panik.

"Sabar, Bang! Itu palu! Bisa berdarah-darah kalau kena orang!"

Gema malah tertawa terbahak-bahak, memegangi perutnya. Ia tahu betul sifat Rajata yang gampang emosi, dan menggoda sepupu satu ini memang jadi hiburan favoritnya sejak dulu.

"Lo itu ya, bener-bener pengen dimasukin ke got, bang Gem!" geram Lintang,

Sementara itu dari kejauhan, Liliana dan Gendis tertawa melihat Lintang yang kuwalahan. Dan Jenny, ia tidak tertawa seperti yang lain. Ia justru tampak cemburu...

Dan dalam hatinya, perasaan tidak suka terhadap Tessa semakin menguat.

**

Siang menjelang sore, acara keluarga besar di rumah Eyang Lastri mulai memasuki sesi kumpul bersama. Tessa sedang merapikan beberapa piring dan gelas di meja panjang bersama Tante Sindy.

Semua anggota keluarga sudah berkumpul, termasuk Lastri yang duduk di kursi rotan favoritnya sambil tersenyum memperhatikan cucu-cucunya. Para bapak-bapak pun sudah pulang dari acara mancing dadakan pagi tadi dan mulai bergabung di halaman belakang.

Di tengah kesibukan itu, seorang gadis muda menghampiri Tessa.

"Kak Tessa!" sapa seorang remaja berambut panjang. "Kenalin, aku Gendis, anak bungsunya Mama Sindy."

Tessa tersenyum ramah. "Hai, Gendis. Aku Tessa."

Gendis menunjuk seorang pemuda yang berdiri tak jauh dari sana, memakai kemeja kotak-kotak cerah dengan kamera tergantung di lehernya.

"Itu kakakku, Gema. Dia selalu jadi sesi dokumentasi kalau acara kayak gini."

Tessa mengangguk, ikut menatap ke arah Gema yang sedang sibuk mengatur posisi kamera. "Wah, kayaknya pinter yaa motretnya."

Gendis tertawa kecil. "Lumayan sih. Eh, Kak Tessa dari tadi sibuk terus ya di dapur. Gabung dong sama yang lain. Di sana ada Kak Liliana, ada juga Jenny."

Ia sempat menoleh ke arah Jenny sejenak lalu kembali menatap Gendis. "Aku bantuin Mama mu dulu ya, nanti aku nyusul."

"Janji yaaa?" goda Gendis sambil berjalan mundur pelan.

"Iya, janji," jawab Tessa sambil tertawa kecil.

Begitu Gendis pergi, Tessa menarik napas pelan. Ia kembali membereskan piring sambil berharap tidak ada kejadian aneh-aneh hari ini.

Karena meskipun baru sebentar di keluarga besar ini, Tessa sudah bisa merasakan: tidak semua orang di sini menganggap kehadirannya sebagai istri Rajata... sebagai hal yang menyenangkan.

Di sela-sela kesibukannya merapikan meja saji, Tessa dikejutkan oleh suara lembut yang datang dari belakang.

"Kamu kenapa nggak gabung sama yang lain aja?" tanya Lastri, yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.

Tessa tersenyum sopan, buru-buru meletakkan piring yang masih ia pegang. "Sebentar lagi selesai, Eyang."

Lastri menggeleng pelan lalu menepuk tangan Tessa dengan hangat. "Sudah, tinggalkan saja. Ayo gabung sama yang lain." Tanpa menunggu jawaban, Lastri menggamit tangan Tessa dan membawanya duduk di kursi rotan paling depan, tepat di sebelahnya.

Posisi yang begitu mencolok.

Keadaan itu sontak mengundang tatapan dari banyak mata—terutama mereka yang tak pernah benar-benar menerima Tessa sebagai bagian dari keluarga.

Hari itu Tessa tampak cantik dan anggun dalam balutan dress selutut bermotif bunga-bunga, berlengan pendek. Rambutnya dikuncir sebagian ke belakang, sederhana namun rapi. Riasan tipis yang menghiasi wajahnya justru menonjolkan kecantikannya yang alami.

Jenny yang duduk agak jauh mendesis kesal, matanya menatap tajam ke arah Tessa.

"Hih, cari muka banget," gumamnya pelan.

Kalimat itu langsung terdengar oleh Betari, ibunya, yang duduk di sampingnya.

"Mami juga nggak suka tuh sama dia," gumam Betari tanpa menoleh, menyesap minuman dari gelas plastik di tangannya.

Jenny tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu di telinga ibunya. Betari sempat mengerutkan dahi, menoleh cepat ke arah Jenny.

"Ide kamu bagus sih... Tapi apa nggak terlalu berisiko?" bisiknya pelan, setengah ragu.

Jenny menyeringai. "Aman. Serahin aja sama aku, Mami."

Acara keluarga sore itu akhirnya dimulai.

Lampu-lampu taman dinyalakan, meja hidangan penuh dengan aneka makanan rumahan yang tersusun rapi. Lintang kembali menjadi MC dadakan, membuat semua orang tertawa. Suara gelak tawa dan obrolan bercampur jadi satu di halaman belakang rumah Eyang Lastri yang kini ramai.

Namun di tengah keramaian itu, Rajata perlahan menyingkir, keluar dari kerumunan. Ia mengambil satu batang rokok dari saku celananya, menyalakannya di dekat pagar samping rumah, jauh dari keramaian. Matanya menatap kosong ke arah pohon kamboja di sudut halaman, sesekali menghembuskan asap dalam diam.

Jenny memperhatikan dari jauh.

Sejak tadi ia menunggu kesempatan seperti ini—ketika Rajata sendirian.

Ia menyusul dengan langkah pelan, mencoba tampak santai. "Bang Rajata..." sapanya lembut.

Rajata hanya menoleh sekilas, lalu kembali menatap ke depan.

Jenny berdiri di sampingnya, menjaga jarak sejenak. "Acaranya rame banget, kenapa abang malah kabur ke sini?"

Rajata tak menjawab, hanya mengangkat sedikit rokoknya sebagai jawaban.

Jenny mengatur napas, mencoba membuka percakapan. "Bang Rajata banyak berubah ya sekarang. Dulu... abang lebih perhatian sama aku. sering ngajak aku ngobrol, becanda... beli—ice cream"

"Aku—kangen abang yang dulu"

Rajata masih diam. Hanya asap rokok yang menjawab.

Jenny memberanikan diri menatap wajahnya. "Aku ada salah sama abang?"

Perlahan, Rajata memalingkan wajah, menatap Jenny dengan mata sayu. Ia mengingat percakapan yang dulu tak sengaja ia dengar—saat Jenny bicara dengan Betari—ibunya.

"Aku kayaknya suka sama Bang Rajata deh Mi"

"Bagus dong. Kalau bisa kamu nikah sama dia. Rajata itu masa depan cerah, loh. Mama nggak perlu kerja capek-capek lagi."

Rajata menahan napas sejenak, lalu menghembuskan asap panjang. Sorot matanya tajam namun tenang.

"Lo nggak salah. Kita semua berubah, Jen. Hidup nggak bisa terus di masa lalu."

"Lagian gue udah nikah.. jadi udah seharusnya gue jaga batasan meskipun sama saudara sendiri"

Ia membuang putung rokok ke tanah, menginjaknya pelan.

Sebelum Jenny bisa menjawab, Rajata sudah melangkah pergi, kembali ke keramaian, meninggalkan Jenny sendirian di sudut halaman yang mulai remang.

"Sialaaaan!! Umpat Jenny.

Aku nggak terima ya, Bang."

Bisiknya pelan, tapi penuh bara.

"Abang itu cuma boleh buat aku. Bukan buat dia... bukan buat cewek rendahan itu."

Tangannya meremas keras rok yang dikenakannya. Ia menggigit bibirnya, menahan tangis sekaligus menyusun niat busuk yang mulai tumbuh sejak siang tadi.

"Liat aja... kamu bakal nyesel milih dia."

Setelah acara game usai, sebelum makan besar dimulai, Lintang maju ke depan sambil membawa mic.

Ladies and gentlemen, anak, anak menantu, cucu dan cucu menantu tersayang... setelah pemotongan tumpeng penuh haru, permainan game yang seru sekarang kita masuk sesi paling penting buat generasi medsos: sesi foto!"

Semua langsung bersorak dan bersiap.

Lintang berdiri di tengah kerumunan, memegang mic dan bergaya seolah sedang membawakan acara award nasional.

"Oke, ayo semua ke depan! Sesi foto keluarga! Biar nanti ada bukti kalo kita pernah kumpul dan nggak cuma debat di grup WA!"

Gema sudah siap dengan tripod dan kameranya. Ia mengatur posisi kamera sambil menunjuk-nunjuk ke arah barisan depan.

“Yang tua-tua di depan, cucu-cucunya di belakang. Oke, cepet ya, keburu makanannya dingin!”

Satu per satu berdiri sesuai arahan. Lastri duduk di kursi tengah, dikelilingi anak dan menantunya. Rajata berdiri tepat di sebelah Tessa.

Tessa yang belum terbiasa berada di lingkaran besar keluarga itu, merasa sedikit gugup. Terlebih jaraknya dengan Rajata sangat dekat. Lengan mereka hampir bersentuhan. Ia menunduk sedikit, mencoba fokus pada kamera di depan.

Gema menghitung, “Satu… dua…”

Tepat sebelum hitungan ketiga, tiba-tiba tangan Rajata melingkar santai di pinggang Tessa, menariknya lebih dekat.

Sentuhan itu membuat Tessa refleks menoleh padanya dengan terkejut. Ia melihat senyuman kecil di wajah Rajata

Belum sempat dia protes—

“...Tiga!”

Cekrek.

Kamera menangkap momen itu—Tessa yang tampak terkejut namun manis, dan Rajata yang tersenyum tipis di sampingnya, tangannya masih melingkar.

Tak ada yang menyangka foto keluarga itu akan menyimpan satu momen paling jujur di antara dua orang yang masih belajar mengenal satu sama lain—tapi malam itu, terasa sedikit lebih dekat.

Setelah sesi foto keluarga selesai, Tessa menyikut pelan perut Rajata karena ulah isengnya yang tiba-tiba merangkul pinggangnya saat difoto. Rajata malah tertawa kecil, lalu melangkah menjauh menuju ruang makan. Sementara Tessa menyusul dibelakang nya bersama Gendis, yang tiba-tiba merangkul lengannya.

Suasana makan-makan sempat terasa tenang. Hidangan mulai dinikmati. Namun di sudut meja, Jenny sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia belum menyerah—masih ingin membuat Tessa malu di hadapan keluarga besar.

Dan saat matanya menangkap Tessa sedang membawa kotak besar berisi es buah bersama Tante Sindy, sebuah ide jahat muncul di kepalanya. Dengan berpura-pura tidak sengaja, Jenny melangkah ke depan Tessa—lalu menjegal kakinya.

BRAAAKK!

Tessa jatuh seketika. Kotak es buah terhempas ke lantai. Potongan buah berhamburan, dan sebagian isinya terciprat ke rok Windy.

"YA AMPUN! Dasar tolol! Gimana sih? Bawa beginian aja nggak becus!" teriak Windy marah, berdiri sambil mengibas-ngibas roknya yang basah.

Tessa menahan sakit di lututnya, namun tetap bangkit perlahan sambil berkata,

"Maaf, Tante… saya nggak sengaja. Tadi Jenny menjegal kaki saya."

Mata Jenny membelalak tak percaya. Bisa bisa nya Tessa bicara jujur seperti itu.

"APA?! Enak aja lo nuduh gue! Kaki gue diem aja dari tadi! Jangan asal tuduh ya!" seru Jenny lantang.

"Aku yakin tadi kamu sengaja," Tessa membalas, suaranya gemetar tapi jelas.

Betari, ibu Jenny, langsung berdiri membela anaknya. "Eh, kamu tuh anak ingusan! Jangan mentang-mentang istri Rajata jadi seenaknya nuduh anak saya!"

"Anak saya nggak salah!" Betari menambahkan, suaranya meninggi.

"Tapi kenyataannya memang begitu," sahut Tessa dengan suara bergetar tapi tetap berani.

“Berani kamu meninggikan suaranu sama saya?” Betari mengangkat tangan hendak menampar Tessa.

Namun—

"CUKUP, Tante."

Suara Rajata memecah ketegangan. Ia melangkahnya cepat, menahan tangan Betari di udara.

"Kamu berani bentak tante kamu sendiri, demi perempuan rendahan ini?" tanya Betari dengan suara gemetar marah.

Rajata menatapnya tajam. "Yang Tante sebut rendahan itu adalah istri saya. Suka atau nggak suka, Tessa tetap istri saya. Dan itu nggak akan pernah berubah."

Ruangan mendadak sunyi. Reza, Lastri, dan para anggota keluarga lainnya hanya bisa saling pandang. Sebagian dari mereka, termasuk Tante Sindy dan Pak Teguh, terlihat menyembunyikan senyum tipis.

"Lagian yang rendahan disini itu bukan Tessa. Tapi Tante."

Rajata melanjutkan, suaranya tenang namun menusuk.

"APA MAKSUD KAMU?!" Betari tersulut emosi, merasa dipermalukan.

Rajata tersenyum sinis. Ia menoleh ke arah Jenny yang kini terdiam membeku.

"Lo, tadi tanya kan kenapa gue berubah?”

Suaranya datar namun penuh tekanan

“Lo mau tau kenapa?!”

Jenny tak menjawab. Wajahnya mulai pucat.

"Tujuh tahun lalu, di rumah ini, gue dengar lo bilang ke nyokap lo kalau lo suka sama gue."

"Dan lo masih ingat kan, apa yang mami lo bilang?”

'Bagus, kamu harus bisa nikah sama Rajata, biar hidup kamu enak, dan mama nggak perlu repot kerja.' Gitu, kan?"

"Jadi sekarang, siapa yang rendahan?"

Tatapanya kembali pada Betari yang kini berdiri kaku. Mulutnya tertutup rapat. ‘Bagaimana bisa Rajata mendengar itu semua?’Batinnya

Jenny terdiam. Wajahnya merah padam.

Betari menunduk—tak bisa menyangkal. Semua mata tertuju padanya.

Reza memalingkan wajah, kecewa. Ia tak menyangka adiknya bisa sebusuk itu. Selama ini, sebagian biaya kuliah Jenny dia tanggung, karena menganggap adiknya sebagai ibu tunggal yang layak dibantu.

Reza mendekat perlahan. Sorot matanya tajam, namun penuh kekecewaan.

"Benar yang dikatakan Rajata tadi, Tari?"

"Selama ini aku bantu biaya kuliah Jenny. Aku bahkan kasih dia uang bulanan tiap bulan karena aku anggap dia seperti anakku sendiri… Tapi ini balasan kalian?"

Betari—menggeleng cepat, panik.

"Enggak, Mas Reza! Rajata bohong! Dia fitnah aku dan Jenny!"

Ia menoleh ke Rajata dan berteriak.

"Rajata! Bilang kalau yang kamu ucapin tadi bohong! Ayo bilang!"

Namun sebelum Rajata sempat membuka mulut, suara lain menyela.

"Maaf, Tante…" Lintang berbicara pelan namun tegas.

"Apa yang dikatakan Bang Raja tadi… itu memang benar. Aku juga dengar sendiri percakapan Tante sama Jenny waktu itu."

Tari membelalak. Wajahnya merah padam.

"Kamu bohong! Kamu ikut-ikutan membela Tessa?! Anak yatim piatu itu dibanding keluargamu sendiri?"

PLAAAK!

Tepat setelah ucapan itu keluar, tangan Reza melayang menampar pipi adiknya sendiri.

Semua orang terdiam.

"Jaga ucapan kamu, Tari!" Reza menggertakkan rahang.

"Menantuku jauh lebih terhormat dari kamu! Sekali kamu hina dia, berarti kamu menghina aku juga."

Ia menghela napas berat.

"Dan mulai sekarang, aku hentikan semua biaya kuliah dan uang bulanan Jenny. Aku nggak mau bantu orang yang memanfaatkan keluarganya sendiri."

Jenny membelalak. "Om… Om, maafin aku om! Jangan cabut uang jajanku, om!"

Ia jatuh berlutut di depan Reza, memohon dengan wajah berlinang air mata.

Namun Reza tidak menoleh sedikit pun. Ia hanya melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Jenny terisak di lantai.

Rajata lalu menggenggam tangan Tessa yang masih berdiri mematung, tubuhnya basah kuyup karena es buah yang tumpah tadi.

"Kamu perlu ganti baju sebelum kita pulang," bisik Rajata lembut.

Tessa mengangguk pelan, dan mereka berjalan masuk ke dalam rumah, melewati kerumunan yang kini mulai bubar, membiarkan Jenny dan ibunya berdiri sendiri.

Windy sempat menoleh ke arah Tari yang masih berdiri kaku di tengah halaman, wajahnya pucat dan pipinya merah akibat tamparan Reza. Sesaat, ada kilatan iba di mata Windy. Bagaimanapun, Tari adalah bagian dari keluarga ini. Namun apa yang dilakukan Tari dan Jenny barusan, benar-benar di luar batas.

Sindy yang berdiri tak jauh dari Lastri, menghampiri pelan dan menyentuh lengannya dengan lembut.

“Kita masuk ya, Bu,” ucapnya lembut sambil menuntun mertuanya perlahan ke dalam rumah. Lastri tak berkata apa-apa, hanya mengangguk kecil, matanya masih penuh dengan sisa keterkejutan.

Renata, yang sejak tadi berdiri di samping Reza, kini melangkah ke depan. Ia menoleh ke arah Tari dengan sorot mata tajam.

“Aku nggak nyangka kamu bisa memanfaatkan kebaikan suamiku segitunya, Tari,” ucapnya pelan, tapi tegas. “Selama ini kamu kami anggap keluarga. Tapi kamu malah menusuk dari belakang.”

Lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Jenny yang masih berlutut, wajahnya penuh air mata dan baju kotornya tampak berantakan karena kejadian tadi.

“Dan kamu, Jenny…” suaranya meninggi sedikit. “Jangan pernah bermimpi untuk bisa bersanding dengan Rajata. Karena kalau itu sampai terjadi, saya orang pertama yang menghancurkannya… meskipun harus bertaruh nyawa.”

Selesai berkata, Renata pun berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah menyusul suaminya, tanpa menoleh lagi, meninggalkan keheningan yang tegang.

Gema, Lintang, Liliana, Carissa dan Gendis yang sedari tadi diam memperhatikan, ikut bergerak pelan menuju dalam. Tak satu pun dari mereka bicara. Hanya sorot mata mereka yang berbicara—penuh kecewa, muak, dan marah.

Teguh, yang selama ini dikenal paling bijaksana dan tenang, bahkan tak mampu berkata-kata. Ia hanya menatap Tari sejenak dengan ekspresi dingin, lalu berbalik tanpa sepatah kata pun.

Kini halaman rumah yang semula ramai, menyisakan dua sosok yang terpaku—Tari dan Jenny. Tak ada yang peduli. Tak ada yang ingin bicara. Semua telah mengambil sikap.

Sementara semua masuk ke dalam, Betari berdiri membeku. Tangan mengepal, rahangnya mengeras.

"Sialan…" desisnya pelan tapi penuh dendam.

"Awas kamu, Rajata. Aku akan buat hidup kamu menderita."

Hai, guys! Balik lagi bareng Rajata dan Tessa!

Duh, makin hareudang aja nih hari-hari, ya\~🔥

Jangan lupa like, comment, dan share juga yaa!

Stay tuned terus buat keseruan selanjutnya!💖

1
Opi Sofiyanti
kak ini Sunda nya Sunda mna??? asa rancu ngadangu na.... 😂😂😂😂
Muffin: kwkkw mohon dimaklumi karena bukan orng sudna asli 🙏🏼
total 1 replies
Opi Sofiyanti
nyesek bgt y Tess......... hrs nya... hrs nya ini mah y, rajata g udh nolong2 lg s ulet ke2t.. mo apapun alesan nya, biar g di salah arti kan...
Opi Sofiyanti
se mini itu kah Tessa???? 😂😂😂
Muffin: Tingginya 165cm kak kwkw
total 1 replies
sjulerjn29
thor namanya sama🤭😂
jangan2...
Muffin: Aduh mana sama bar bar nya haha jangan jangan iyaaa lagi🤣
sjulerjn29: jangan jangan raisa cerita ku temenan sama tessa🤭
total 3 replies
⭐⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ 𝙿𝚊𝚝𝚛𝚒𝚌𝚔_
So switt
Rezqhi Amalia
smngt thor
SHanum
ya begitulah rasanya tidur di sofa selamat, skrg tau kan rasanya
SHanum
/Sob//Sob//Sob/
SHanum
bu Renata punya anak gadis juga loh, coba bayangan klu anak ibu yg digituin
SHanum: nnti bilangin ke bu Renata ya
Muffin: Iya yaaa nggak mikir kesana mungkin dia kak kwkw
total 2 replies
SHanum
Ya Allah jangan sampai aku dipertemukan calon mertua seperti bu Renata /Sob/
SHanum: Aamiin..
/Facepalm//Facepalm/
Muffin: Semoga yaaa kak. Semoga dipertemukan dengan mertua yang baik. Btw ini renata blm apa apa loh hehe
total 2 replies
SHanum
seperti ini yang dinamakan sahabat sllu ada baik suka maupun duka
SHanum
mulai nih breaking news/Facepalm/
Ningsih,💐♥️
baru awal jadi menantu, sudah dimusuhi mertua....
kasihan, malang benar nasibmu Tessa
Muffin: Ada rajata nnti yang jadi pahlawan kesianhannya kak hehe
total 1 replies
Opi Sofiyanti
kadang orng tuh hrs di gtu in dl y, br keluar tanggung jwb nya...
Muffin: Bener sih. Emng harus dikasih paham dulu br ngerti
total 1 replies
Opi Sofiyanti
🥰🥰🥰🥰
Dewi Ink
kasian Tessa, punya mertua kayak Renata
Muffin: Justru yang diindosiar itunudh dibuat soft banget kak. Realitanya lebih parah. Pantengin aja terus Renata nnti aku kasih paham mertua kalo di real life gimana aslinya kekw
Dewi Ink: seperti kisah indosiar/Grin/
total 3 replies
Lonafx
nahh gini kan keren si Rajata 😎 Semoga bisa selalu jadi pelindung Tessa dari mertua yg terdeteksi 'bukan mertua idaman'/Facepalm/
Lonafx: kalau nakal, getok aja palanya Thor 😅
Muffin: Semoga rajata baik terus yaa😌😌
total 2 replies
Ella
Mertua modelan bgni cocok suntik rabies klau bukan krna ulah suamimu, tesa tdk akan jdi anak yatim piatu.dasar nene garong🤣
Muffin: Nah bener, agak gatau diri emng hehe
total 1 replies
Alsyafara Khalisa
baru di awal bab udah di buat mewek aja.
Athena_25
nah loh, sport jantung nggk tuh mak lampir, ayo tess, ksh pelajaran tuh si lampir biar tau rasa🤣
Muffin: Nanti kita kasih paham dia
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!