"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlambat
"Mas, ini anakmu, adik Frizz, anak kedua kita," ucap Diandra sambil tersenyum begitu manis, sebuah senyuman yang sebenarnya membuat Gavin begitu muak. Gavin pun terpaksa menarik kedua sudut bibirnya, mencetak sebuah senyuman meskipun dengan begitu terpaksa. Sementara itu tangannya mengepal erat, emosi dan rasa kesal begitu menyelimuti hatinya saat menyadari kebodohannya selama ini, rasa cintanya yang dulu begitu besar seakan menghilangkan akal sehatnya sampai dibodohi seperti ini oleh Diandra.
Setelah selesai melakukan pemeriksaan, mereka berdua pun keluar dari ruangan dokter tersebut. Selama berjalan menyusuri koridor rumah sakit, tampak Diandra bergelayut manja di tangan Gavin, namun Gavin hanya terdiam sambil terus menatap ke arah depan dengan tatapan kosong, menahan perasaan yang begitu berkecamuk. Tiba-tiba sebuah ide pun terlintas di benaknya, dia kemudian melirik pada Diandra.
"Diandra."
"Ya mas, ada apa?"
"Kau masuk ke mobil dulu, sepertinya ponselku tertinggal di ruangan dokter kandungan tadi."
"Astaga, kamu kok ceroboh banget sih, Mas. Ya, udah aku tunggu di mobil ya."
Gavin pun mengangukkan kepalanya, Diandra lalu melepaskan gandengan tangannya pada Gavin kemudian berjalan ke arah parkiran mobil. Sementara itu, Gavin tampak berjalan kembali ke ruang dokter kandungan tempat tadi dia memeriksakan kandungan Diandra.
Gavin tampak berdiri di depan sebuah ruangan dokter kandungan, mencoba menegarkan hatinya kembali. Lalu mengetuk pintu itu.
"Masuk!" sahut suara yang ada di dalam ruangan itu. Perlahan, Gavin pun membuka pintu ruangan itu. "Selamat siang, Dokter Bram," sapa Gavin pada dokter kandungan itu.
"Selamat siang, Tuan Gavin," jawab Dokter Bram sambil mengerutkan keningnya seakan terkejut dengan kedatangan Gavin kembali ke ruangannya.
"Tuan Gavin, apa ada yang bisa saya bantu? Atau apa ada sesuatu yang tertinggal?"
"Emh, begini dokter. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada anda."
"Silahkan, Tuan Gavin."
"Dokter, apa kita bisa melakukan tes DNA pada janin yang ada di dalam kandungan istri saya?" tanya Gavin yang tentu saja membuat Dokter Bram sedikit terkejut mendengar pertanyaannya. Tapi Dokter Bram mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja. Dia kemudian tersenyum sambil menatap Gavin ramah.
"Tentu saja bisa, Tuan Gavin. Ada tiga metode yang bisa kita lakukan untuk melakukan tes DNA, tapi dua diantaranya beresiko, yang pertama kita membutuhkan CVS jaringan bakal plasenta, dan yang kedua yaitu menggunakan sampel cairan ketuban. Resiko dari pengambilan sampel sang Ibu bisa mengalami keguguran atau terjadi kecacatan pada si bayi ketika lahir," jawab Dokter Bram.
Mendengar penjelasan Dokter Bram, perasaan Gavin pun begitu kesal, usahanya untuk mendapatkan bukti jika anak yang ada di dalam kandungan Diandra bukanlah darah dagingnya harus gagal. Meskipun Gavin yakin itu bukan anaknya, tapi Gavin tidak mungkin mengambil resiko itu pada bayi yang tidak berdosa.
"Tuan Gavin!" panggil Dokter Bram kembali yang menyentak lamunannya. "Tuan Gavin, sebenarnya ada metode yang paling aman," sambung Dokter Bram yang seketika membuat wajah Gavin kembali ceria, seolah kembali mendapat harapan.
"Apa itu, Dok."
"Metode itu adalah metode pengambilan sampel darah selama kehamilan, dengan meneliti genetik janin yang beredar di dalam darah sang ibu dengan teknologi free DNA. Genetik antara ibu dan anak bisa diekstraksi tetapi metode ini di Indonesia masih belum bisa dipakai untuk membuktikan siapa ayah dari janin karena terkait aspek legalitas, Tuan. Karena sebenarnya tes ini hanya bisa dilakukan untuk mendeteksi kelainan kromosom," jawab Dokter Bram.
"Jadi dengan kata lain kita tidak bisa melakukan tes DNA selama proses kehamilan Dok?" tanya Gavin kembali. Dokter Bram pun tersenyum tipis sambil menatap Gavin.
"Tentu saja bisa Tuan, tapi terlalu banyak resiko yang harus kita ambil jika tes DNA tetap dilakukan saat proses kehamilan. Satu-satunya cara yang aman adalah menunggu sampai bayi itu lahir."
Mendengar jawaban Dokter Bram, seketika harapan Gavin untuk bisa membuktikan janin yang dikandung Diandra bukanlah darah dagingnya dalam waktu dekat seketika pupus sudah.
'Sial,' batin Gavin.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Dok. Terima kasih banyak atas penjelasannya."
"Iya Tuan Gavin."
Gavin kemudian keluar dari ruangan Dokter Bram dengan langkah lunglai. "Harapanku untuk mendapatkan bukti tentang janin yang dikandung Diandra dalam waktu dekat sepertinya harus pupus, tapi aku tidak akan tinggal diam. Mulai hari ini aku akan menyelidiki Diandra, dan kegiatannya selama berada di luar saat dia sedang di lokasi syuting. Aku harus menyelidiki semua kegiatan Diandra," ujar Gavin sambil berjalan menyusuri koridor rumah sakit.
"Mas, kok lama banget sih!" protes Diandra saat Gavin masuk ke dalam mobilnya. Namun Gavin tidak menjawab pertanyaan Diandra, dan langsung mengendarai mobilnya.
"Mas, kamu sebenarnya kenapa sih? Kok cuek banget sama aku?"
"Bukannya ini yang sering kamu lakukan padaku, Diandra?"
"Mas, tolong jangan bersikap ketus seperti itu dong. Aku janji, mulai hari ini aku akan berubah dan memperbaiki hubungan kita."
"Tidak usah."
"Mas, jangan gitu dong. Aku bahkan udah ambil keputusan besar nih!"
"Keputusan besar? Apa maksudmu, Diandra?"
"Aku mau berhenti dari dunia entertaint, Mas. Aku mau memperbaiki hubungan kita, aku mau fokus pada keluarga kita, menjadi istri yang baik buat kamu, sekaligus ibu yang baik untuk Frizz dan anak yang ada di dalam kandungan kita," jawab Diandra yang seketika membuat jantung Gavin seakan berhenti berdetak.
'Tidak,' batin Gavin.
"Gimana Mas, kamu mau kan memperbaiki hubungan ini? Tolong urungkan niatmu untuk menceraikan aku, Mas. Kau mau kan? Untuk kita, aku, kamu, dan anak kita yang ada di dalam kandunganku. Bagaimana Mas? Kamu mau kan memperbaiki hubungan kita. Mas tolong, aku masih sayang kamu. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu," rayu Diandra sambil menatap Gavin dengan tatapan sayu.
Namun, Gavin hanya diam sambil menatap Diandra dengan tatapan yang begitu dalam. "Mas!" panggil Diandra. Gavin kemudian mendekatkan wajahnya pada Diandra yang membuat wajah Diandra bersemu merah, apalagi saat ini Gavin mendekatkan wajahnya seolah ingin mencium dirinya. Diandra pun tampak memejamkan matanya, menunggu kecupan hangat dari Gavin. Namun ternyata bukan kecupan yang dia dapatkan, tapi sebuah bentakkan.
"Terlambat, Diandra! Dan itu tidak akan pernah terjadi! Aku tetap akan menceraikanmu!"
***
Sementara itu, Alex tampak begitu gusar. Beberapa hari ini, Diandra sangat membatasi komunikasi mereka, bahkan menolak saat dia mengajaknya bertemu. Dia pun melempar ponselnya begitu saja lalu keluar dari kamarnya. Tanpa Alex tahu, ponsel itu terjatuh. Tepat di saat itulah Bianca istrinya keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka, dan melihat ponsel Alex yang terjatuh. Dia kemudian mengambil ponsel itu, dan tidak sengaja membaca nama pengirim pesan yang masuk ke ponsel Alex.
"My Sweet?" ucap Bianca.