Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21.
“Ada perlu apa ya Mbak?” tanya Widowati pada perempuan muda cantik yang berdiri di depan pintu rumahnya.
Perempuan itu kira kira berusia dua puluh an tahun. Membawa tas ransel modis berwarna hitam di punggungnya.
“Apa benar di sini rumah Bu Widowati?” tanya perempuan cantik itu.
“Iya benar ada apa? Apa mau pesan makanan?” ucap Widowati balik bertanya.
“Tidak Bu, saya hanya akan mengantar undangan.” Ucap perempuan muda itu lalu membuka tas ransel nya.
Dia mengambil satu undangan yang tampak tebal, berwarna coklat dengan tinta emas.
“Ini Bu, undangan pernikahan Mas Aditya dengan Mbak Erina.” Ucap perempuan muda itu sambil menyerahkan kertas tebal undangan.
Jantung Widowati berdetak lebih kencang. Otot ototnya sedikit menegang. Namun tangannya tetap terulur meraih undangan itu. Meskipun dia sudah melupakan masa lalu nya dan sudah hidup bahagia dengan Langit dan Lintang. Tetap ada rasa sakit di dada kalau mendengar mantan suaminya akhirnya menikah dengan adik tirinya.
“Terima kasih, Mbak siapa? Apa teman Erina?” tanya Widowati setelah menerima undangan itu.
“Saya Dina, saya dari tim wedding organizer mereka Mbak. Saya diantar mobil kantor tapi tidak berani ke sini Mbak, karena jalan turun agak curam takut nyebur ke sungai mobilnya..” ucap perempuan muda itu sambil tersenyum.
Lokasi komplek perumahan tempat tinggal Widowati yang berada di pinggir sungai, di daerah perbukitan memang letaknya lebih rendah dari arah jalan aspal. Hanya block rumah rumah di dekat pintu gerbang saja yang lokasi sejajar jalan aspal. Orang yang belum piawai membawa kendaraan lebih memilih berhenti di depan dan berjalan kaki turun ke rumah rumah di bagian bawah. Terutama yang di pinggir sungai.
Sesaat dari belakang terdengar suara nyaring Lintang.
“Ma.. telul na cudah bau enyak kompol na dimatikan ya?”
Belum juga Wido wati menjawab sudah disusul teriak suara Langit yang tidak kalah nyaring..
“Ma, ayam na cudah belcih muyus cemua, diantal ke bu de Edi?”
Dina pengantar undangan dari tim wedding organizer pernikahan Aditya dan Erina itu pun segera pamit dari rumah Widowati.
“Bu, kalau begitu saya pamit mau mengantar undangan yang lain. Maaf sudah mengganggu aktivitasnya.”
“Anak Anak nya kok sepertinya lucu dan menggemaskan sekali Bu.” Ucap Dina lagi sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
“Iya Mbak, mereka pengobat luka hati saya.” Ucap Widowati yang kedua mata nya mulai berkaca kaca.
Dina sang tamu pengantar undangan itu pun segera membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan lokasi rumah Widowati. Dia tidak tahu jika Widowati mantan Aditya dan kakak tiri pengantin perempuan. Dia hanya pengantar undangan. Tim wedding organizer pun juga tidak tahu, karena hanya mendapatkan daftar tamu dari pengguna jasanya.
Widowati segera menutup pintu dan menaruh undangan di meja begitu saja. Dia terus melangkah menuju ke dapur.
Tampak Langit sudah berdiri sambil membawa panci besar yang sudah tidak ada airnya. Panci itu berisi tiga ayam utuh yang sudah bersih dari bulu bulu nya.
“Iya Lang kamu antar ke Bu De Edi agar dipotong potong, dan kamu ambil sayuran yang sudah di potong potong oleh Bu De Edi.” Ucap Widowati sambil menunduk menatap sosok Langit.
“Ciap Ma..” suara imut Langit lalu segera melangkah dengan cepat keluar dari dapur.
Bu Edi memang menjadi pegawai Widowati. Dia mengerjakan pekerjaannya di rumahnya sendiri. Selain karena dapur di rumah Widowati sempit. Juga Bu Edi lebih senang mengerjakan pekerjaan di rumah sambil melihat sinetron televisi. Sebab katanya jika tidak sambil melihat sinetron, matanya mengantuk. Ah begitukah jika sudah manula? Entahlah..
Widowati segera melanjutkan pekerjaannya. Di saat telinga Wido wati mendengar pintu depan sudah dibuka oleh Langit. Terdengar juga suara motor berhenti di depan rumah Widowati.
Dan tidak lama kemudian terdengar suara nyaring Langit lagi..
“Hoye Bu de Yetno datang..” teriak suara imut Langit dari depan.
Dari pintu belakang rumah Widowati, muncul tubuh mungil Lintang. Di tangan Lintang memegang boneka dari jerami. Kata Lintang itu boneka pemberian dari Papanya.
Langit dan Lintang setelah membantu Mamanya memang sering bermain main di belakang rumah.
Di belakang rumah terlihat dua bocah itu tampak asyik bermain main, sering mereka tertawa bahagia dan kadang berbicara dengan Papa nya yang tidak terlihat oleh mata Widowati.
Di belakang rumah juga ada banyak mainan langka. Di jaman kecilnya Widowati saja tidak mengenal mainan itu.
“Ma.. bu de Yetno datang pasti bawa es klim..” suara imut Lintang sambil masih membawa boneka dari jerami kesayangan nya. Dia segera berlari ke depan untuk menyambut Bu De Retno,
“Telima kacih Bu De.” Suara imut Lintang selanjutnya terdengar sangat bahagia.
Tidak lama kemudian, muncul sosok Retno di dapur Widowati..
“Wid dapat undangan pernikahan Aditya dan Erina?” tanya Retno sambil menatap Widowati yang sedang membuat bumbu.
“Iya Mbak, tapi aku malas datang.” Jawab Widowati sambil terus melanjutkan pekerjaannya.
“Aku tadi kaget loh Mbak, saat ada perempuan asing mencari aku. Aku masih was was jangan jangan Nyi Ratu sudah selesai semedi dan menjadi semakin muda.” Ucap Widowati lagi.
“Aku juga was was Wid, kalau Nyi Ratu sudah selesai semedi dan kembali lagi mencari Langit dan Lintang. Mana dua anak itu sekarang makin pintar dan menggemaskan.” Ucap Retno sambil melangkah mendekati Widowati.
“Eh Wid, kembali ke topik pernikahan Aditya dan Erina. Kamu pasti belum membuka chat di group keluarga kita kan.” Ucap Retno lagi sambil meraih hand phone dari saku celana kulotnya.
“Ada apa Mbak?” tanya Widowati tanpa menoleh. Mereka memang satu grup di garis keluarga dari trah Ibu kandung nya Widowati.
“Beberapa orang di group itu kan juga dapat undangan Wid. Ya mereka terus heboh membahas Erina dan Maknya.” ucap Retno sambil mengusap usap layar hand phone nya.
“Nih mereka masih membahas mereka. Genk Adisty yang lebih banyak muncul nih.. Kata mereka dulu Mak nya merebut Om Pandu dari Bu Lik Laras. Sekarang Erina merebut Aditya dari kamu. Mana harta Om Pandu sudah dikuasai mereka. Harusnya kamu mendapat juga harta itu Wid. Secara dulu harta Bu Lik Laras sudah dijadikan satu dengan Om Pandu.” Ucap Retno sambil memperlihatkan layar hand phone nya.
“Kan Papa menikah lagi setelah Mama meninggal Mbak. Erina menikah dengan Mas Adit juga setelah cerai dengan aku.” Ucap Widowati sekilas menatap layar hand phone milik Retno dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
“Nih Wid kata Papanya Adisty. Mak nya Erina itu yang menyebabkan Bu Lik Laras meninggal. Dia pakai ilmu hitam untuk membunuh Bu Lik. Dan itu diulangi lagi pada kamu. Tetapi kamu kuat yang tidak kuat anak kamu. Terus dia memprovokasi agar Aditya menceraikan kamu.” Ucap Retno dengan nada serius dan kesal pada Ibu tiri dan saudara tiri Widowati.
Widowati langsung berhenti tangannya yang membuat bumbu dan menoleh menatap Retno, sambil mengernyitkan keningnya.
“Mereka tahu dari mana?”
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh
makin seru g bksa di tebak dehh