Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu tak diundang
Tiga bulan sudah berlalu, waktu terasa begitu cepat. Dalam waktu tiga bulan terakhir Alena merasa sebagian hidupnya mulai terkikis. Besok semua keluarga akan sibuk menyelenggarakan acara syukuran tujuh bulan yang dibuat mewah dan meriah oleh keluarganya.
Alena tidak tahu berapa yang ayahnya habiskan untuk acara ini, tapi dilihat dari konsepnya ini menghabiskan ratusan juta. Terlalu mewah untuk sekedar pesta tujuh bulanan bahkan ini tidak kalah meriah dengan pesta pernikahannya kemarin.
Perempuan itu tidak lagi protes ketika melihat semua anggota keluarganya bersemangat untuk menyambut hari esok. Itu cukup menjadi alasan untuk dia tersenyum, walaupun dalam beberapa bulan terakhir dia merasa hidupnya mulai hampa tidak lagi penuh canda tawa.
Dia tidak mengerti sosok Danendra pasangan hidup terkasihnya itu seakan berubah, sejak hari itu saat dia tidak lagi mendapat ciuman hangat di pagi hari ia tidak lagi merasakan kebahagian. Alena berusaha memperbaiki keadaan dia bertanya baik-baik apa yang salah kenapa Danendra menolak melakukan morning kiss bahkan berhubungan intim tapi yang ia dapat hanya Danendra yang marah-marah tanpa sebab, dan jika pria itu marah dia akan pergi entah ke mana dan tidak tahu kapan pulangnya.
Alena tidak punya tempat cerita selama ini hanya Danendra tempat dia bercerita tapi pria yang ia jadikan tempat bersandar itu telah runtuh, perempuan itu tidak lagi memiliki tempat berpegang.
Bahkan malam ini pun Alena tidak tahu di mana suaminya, padahal besok mereka akan mengadakan pesta syukuran tujuh bulan untuk kehamilan ini, tapi Danendra tidak peduli itu saat ditanya dia mengatakan akan pulang besok pagi tepat sebelum keluarga besar berkumpul.
Tanpa Alena ketahui bahwa sang suami sedang berada di rumah ke duanya, rumah ke dua yang menurut Danendra lebih nyaman dan hangat, pria itu merasakan segala cinta ada di rumah ini dia seakan terus terikat untuk terus kembali ke tempat ini. Danendra sibuk bermanja-manja dengan Meisya tanpa memperdulikan Alena yang menunggunya dengan cemas, dia tidak bisa jauh dari istri ke duanya apalagi setiap hari dia rindu dengan detakkkan jantung bayinya.
“Mas besok beneran aku gak boleh datang ke acara itu?” Mei bertanya dengan wajah yang memelas.
“Bukannya gak boleh, kan selama ini yang tau keberadaan kamu cuman aku sama Via kalo tiba-tiba kamu muncul itu akan membuat keributan.”
“Lagian perut kamu udah sangat besar pasti capek untuk jalan. Anak ayah mau istrirahat di rumah aja, kan, nak?” Danen mendekatkan bibirnya menuju perut buncit istrinya, dia seakan berbisik berusaha berbicara dengan anaknya yang masih berlindung di balik rahim wanitanya.
“Tapikan acara itu Papa Dharma buat untuk aku, untuk calon cucunya yang segera lahir, masa yang dibuatkan acara gak hadir sih.” Mei merengut ia memajukan bibirnya menyebabkan pria yang berbaring di pahanya terkekeh.
“Iya tapikan Papa Dharma taunya cucunya berada dalam perut Alena bukan di sini.” Danen mengusap perut itu, “sabar ya nanti kita buat pesta sendiri, kita gak perlu pesta dari orang lain.”
Hari telah berganti, tadi tepat saat adzan subuh Danendra meninggalkan Meisya, ia mengemudi dengan kecepatan penuh dia pun sadar acara ini acara keluarga yang besar tidak pantas jika pemeran utama dalam hari ini tidak hadir tepat waktu.
Danendra memasukki rumahnya dengan langkah yang tergesa ia mencari keberadaan Alena wanita itu tidak ada di dapur biasanya jam segini dia sibuk menyiapkan sarapan, karena tidak ada di dapur jadi Danen segera memasukki kamar utama, di dapatinya Alena sedang bersusah payah untuk memasang perut palsunya.
Alena hanya melirik sekilas dia terlalu malas untuk menanyakan dari mana saja suaminya semalaman, bahkan dia pikir Danen tidak pulang dan membiarkan dirinya sendirian merayakan hari ini.
“Kamu belum siap Len? Ini udah hampir jam tujuh mau jam berapa kita sampai di rumah papa nanti.” Danendra menggerutu melihat istrinya masih terlihat lusuh, tidak bisakah dia lebih cepat semua anggota keluarga sudah berkumpul.
Alena tidak bersuara dia masih berusaha mengkaitkan bagian belakang perut buatannya, karena ukuran perut ini semakin membesar otomatis pergerakkan dia juga semakin terbatas. Danen yang melihat itu menghela napas lalu dengan sigap membantu Alena mengaitkan perut buatannya, “kalo kesusahan itu ngomong Len!” imbuhnya sambil sibuk membantu Alena merapikan keadaan perut besarnya.
“Ya udah ayok!” Danen menarik tangan Alena dia melangkah dengan cepat tidak mau terlambat malas sekali jika harus diintrogasi tentang keterlambatan mereka.
Alena duduk di samping suaminya dengan perasaan gelisah, walaupun dia sudah terbiasa bersandiwara tapi kali ini keadaannya berbeda ia harus pura-pura hamil tujuh bulan di depan puluhan orang, bagaimana jika salah satu dari mereka ada yang menyadari kejanggalan perut besarnya tamatlah sudah.
Pasangan tersebut akhirnya sampai di sebuah rumah mewah, saat turun dari mobil Danen dengan sigap membantu Alena berjalan mereka sudah mengerti dalam keadaan seperti ini permainan sandiwara harus dilakukan dengan optimal.
Alena berpura-pura kesusahan melangkah sehingga harus dibantu suaminya, perut itu sangat besar bahkan seperti sudah siap untuk melahirkan. Dalam mendapatkan perut ini Alena dibantu oleh Livia. Livia-lah yang berperan besar dalam hamil palsu yang dijalankan pasangan tersebut, dia menjadi dokter khusus yang bertanggung jawab akan kehamilan itu, semua orang percaya karena Livia sering sering memberitakan perkembangan janin kembar itu. Selama ini dia selalu memeriksa keadaan kehamilan Meisya dan lalu memanipulasi data bahwa hasil laporan pemeriksaan itu atas nama Alena.
Awalnya Lena bingung kenapa Livia mau diajak kerja sama, bahkan yang Lena ketahui dokter itu juga membantu Danendra mengontrol kehamilan ibu peri. Alena tahu semua hasil laporan yang Livia kasih adalah laporan dari perkembangan kehamilan dari wanita yang selalu Alena juluki sebagai ibu peri.
Livia rela bekerja ekstra karena harus memasukkan data orang lain ke dalam data pribadi Alena, dia selalu melakukan itu setiap Alena hendak kontrol kehamilan di dampingi mertuanya. Karena itu tidak ada sedikit pun kecurigaan tentang kehamilan palsu Alena, sebab dokter Via selalu melindunginya dan ikut bersandiwara.
Danen hanya mengatakan dia membayar mahal kepada dokter itu, makanya seringkali Danen meminta uang lebih kepada istrinya untuk uang tutup mulut tanpa Alena ketahui uang itu Danendra gunakan untuk memanjakan wanitanya yang lain.
Sesampainya pasangan itu di bagian utama rumah dilihatnya beberapa pekerja sibuk menyiapkan acara ini, ada yang menata meja, merapikan dekor, dan para pekerja pofesional lainnya dalam menjalankan tugas masing-masing, keadaan ruang acara sudah siap tinggal pemantapan karena acara akan dilaksanakan sore hari.
Alena bersama suaminya diarahkan untuk memasukki ruang ganti, mereka harus bersiap dan berdandan pantas, acara ini dihadiri dari dua keluarga dan ada beberapa rekan kerja tuan rumah yang tentu dari kalangan atas.
Sosok Dharma terlihat sibuk mondar-mandir memastikan semua acara siap, dan tidak ada celah sedikit pun. Dia memberi waktu untuk anaknya beristriahat dulu sebelum menjadi center di acara sore nanti.
Jam dua siang para tamu mulai berdatangan, semua anggota keluarga juga sudah rapi dengan setelan mahalnya masing-masing. Bahkan keluarga besan pun juga tidak kalah meriah, mereka menikmati acara ini, senyum cerah terhampar jelas pada orang-orang itu termaksud Alena.
Alena merasa bahagia melihat ayahnya selalu tersenyum dan bersemangat, dari awal kehamilan keadaan Dharma memang semakin membaik, dia juga menjadi sering pulang ke negaranya padahal biasanya pria itu sibuk mengelilingi dunia dalam misi perjalanan bisnis, tapi sekarang anaknya sedang membutuhkan perhatian khusus Dharma tidak mau menyiakan waktu, dia harus mendampingi putri cantiknya agar bisa melewati masa kehamilan ini dengan tenang.
Tamu undangan semakin berdatangan, mereka menggunakan setelan-setelan yang mempesona terlihat indah dan mewah, semua orang di sini seperti kumpulan pesohor bintang atas padahal ini hanya acara syukuran tujuh bulan tapi orang-orang itu seakan berlebihan. Wajar saja acara ini diadakan oleh orang terpandang dari kalangan mereka, tidak mungkin acara sederhana yang akan disajikan tentu segala yang terbaik akan mereka dapatkan mulai dari hidangan dan hiburan lainnya.
Melihat para tamu semakin banyak Alena yang duduk manis di panggung utama mulai gugup, ia melirik sekeliling ada banyak sekali tamu yang tidak ia kenali, tapi selalu menyapanya dan memberikan ucapan selamat.
Dalam keadaan tangan yang bergetar karena gugup Alena merasakan tiba-tiba ada tangan lain yang berusaha meraih tangan berkeringatnya, itu Danendra pria itu menyadari kegugupan pada istrinya.
Danendra meraih tangan itu dan menggenggamnya erat, saat Alena menoleh ke arahnya Danen mengangguk pasti seakan menyakinkan bahwa semua baik-baik saja. Ia genggam tangan itu semakin erat berusaha memberikan istrinya kekuatan.
“Kamu jangan gugup, nikmati acara ini. Semua orang sudah bekerja keras, jadi jangan khawatir!” Bisik Danendra pelan.
Alena mulai tenang, semua orang juga sibuk menikmati hidangan masing-masing bahkan Aleon dan ayahnya juga sibuk berkeliling menyambut para tamu, wajah ayah dan anak itu riang sekali, tidak ada kerutan kekhawatirkan mereka hanya fokus menebar kebahagiaan.
Saat semua orang sibuk bercengkrama dan malam kian larut, suasana penuh tawa dan kehangatan menyelimuti ruangan. Bahkan Alena dan suaminya pun akhirnya larut dalam kebahagiaan itu. Mereka saling tertawa, seolah melupakan ketegangan yang selama beberapa bulan terakhir perlahan-lahan meretakkan rumah tangga mereka. Untuk sesaat, semuanya terasa ringan.
Alena tersenyum tipis menanggapi guyonan suaminya. Namun, senyuman itu mendadak membeku. Matanya terpaku ke arah pintu masuk. Bukan hanya Alena — seluruh ruangan seketika sunyi, seolah waktu berhenti berdetak.
Dari tengah keramaian, sebuah siluet asing perlahan muncul, membelah kerumunan tamu yang semula riang. Seorang wanita anggun melangkah masuk, mengenakan gaun mahal yang memantulkan cahaya lampu gantung. Penampilannya memukau bahkan melebihi sang pemilik acara. Tatapannya tajam, langkahnya mantap. Ia bukan sekadar tamu kehadirannya membawa gelombang ketegangan baru yang langsung terasa oleh semua orang di ruangan itu.
Dengan rambut bergelombang yang tergerai indah, sosok itu melangkah angkuh menuju panggung utama. Setiap langkahnya mencuri perhatian gaun mewah yang dikenakannya berkilau di bawah cahaya lampu dan menyapu lantai dengan anggun. Senyum tipis terukir di bibirnya, bukan senyum ramah, melainkan penuh arti.
“Selamat atas kehamilanmu Alena!” Suara itu terdengar nyaring dan tenang, namun cukup untuk membungkam seluruh ruangan. Tawa dan obrolan seketika lenyap, tergantikan keheningan yang tegang. Semua mata kini tertuju pada wanita itu.
Danendra sontak berdiri. Wajahnya memucat, tubuhnya tegang. Tatapannya terpaku pada sosok tak terduga yang kini berdiri di tengah pesta — sosok yang seharusnya tidak ada di sana.
“Meisya?” gumam Alena pelan, hampir tak terdengar. Tubuhnya refleks mundur setapak, napasnya tercekat. Wanita itu berdiri hanya beberapa langkah di depannya padahal selama berbulan-bulan, ia telah menghilang tanpa jejak.
Bersambung.