NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Mereka memasuki mall terkenal di kota itu dan beberapa mata tertuju padanya, lebih tepatnya pada lelaki di samping Clarissa. Benjamin tampak modis dengan kemeja formalnya, seperti tokoh laki-laki dalam serial drama terkenal.

Keduanya berjalan bersamaan dengan jarak yang lumayan jauh, Clarissa yang menjauh. Tidak nyaman berjalan dengan tokoh terkenal, di setiap langkah ada saja yang mencoba berbicara pada Benjamin atau meminta foto.

Padahal dulu juga dirinya nyaman dan ingin selalu menjadi pusat perhatian namun itu dulu. Semua manusia bisa berubah seiring berjalannya waktu. Sekarang Clarissa merasa risih dan takut, bagaimana kalau mereka mengenali dirinya dan Clarissa disoraki seperti empat tahun lalu.

''Eh apa yang kau lakukan?'' Clarissa terkaget-kaget mendapati Benjamin sudah berada di dekatnya dan menggandeng tangan kanannya.

''Kau ini mengapa berjalan ke sana, tujuan kita di sini.'' Benjamin menarik tangan Clarissa, memasuki toko pakaian terkenal dan tentu saja merk perusaan keluarganya.

''Bawa semua dress yang cocok untuknya,'' Benjamin membawa Clarissa ke tempat ganti pakaian sementara dirinya duduk di kursi yang tak jauh dari tempat itu.

Ia mengeluarkan ponsel dari saku jas miliknya, fokus melihatnya hingga saat Clarissa keluar dari ruang ganti, matanya teralihkan.

Benjamin menatap Clarissa dan tak ada sepatah katapun yang keluar padahal Clarissa sengaja berdiri di sana untuk mendengar pendapatnya tentang gaun putih panjang yang sangat cantik yang di pakainya.

''Kenapa kau diam saja?'' Clarissa mencoba membuat Benjamin mengatakan sesuatu.

''Kita akan menikah dua hari lagi, aku tidak tahu ternyata kau menantikan momen itu. Gaun itu cantik, kau boleh memakainya di pernikahan kita nanti. Sekarang kita fokus pada pakaian yang akan kau gunakan untuk menemui orang tuaku.'' Benjamin tertawa kecil.

Clarissa berbalik dan memasuki ruang ganti kembali, menutup tirai dengan gerakan tergesa. Kedua tangannya menutupi wajahnya yang memerah karena kesal—bukan karena baju, tapi karena pikirannya terus melayang ke hal-hal lain. Ia kira hari ini akan memilih gaun pernikahan.

Beberapa menit kemudian, ia keluar lagi dengan dress kuning pastel yang mengalir lembut hingga betis.

Benjamin menatapnya dari kursi, menyilangkan kaki, dagunya bertumpu pada tangan. ''Kuning? Hmm tidak cocok untukmu. Terlalu mencolok.''

Clarissa mengangguk dan kembali masuk ke ruang ganti. Kali ini, ia mengenakan dress biru navy, potongannya lebih formal, sedikit berkilau di bagian dada. Ia keluar tanpa banyak bicara.

Benjamin mengangkat alis. "Yang ini... Kau kelihatan seperti CEO yang siap memecat semua orang di ruangan."

"Selanjutnya," lanjutnya.

Clarissa memutar bola matanya, kenapa Benjamin tidak memilihnya sendiri daripada repot-repot menyuruh Clarissa harus mencoba semua pakaian yang di bawakan para pegawai.

Clarissa kembali menunjukan pakaian yang di kenakan nya namun Benjamin langsung membuang muka ketika melihatnya.

Clarissa langsung meneliti kembali yang ia kenakan, memang dress ini agak terbuka yang membuat bagian dada Clarissa terlihat jelas padahal saat berada di manekin, dress ini terlihat lucu.

''Selanjutnya.'' Benjamin membuat suara di tenggorokannya, pandangannya masih tak fokus ke depan.

Reaksi Benjamin membuat Clarissa heran, dia bilang tak tertarik padanya atau kepuasan seksual tapi melihat perempuan mengenakan pakaian terbuka saja reaksinya bagitu. Dan seingat Clarissa, banyak model perempuan yang selalu berada di sekelilingnya Benjamin.

Aneh sekali dirinya.

Sekarang Clarissa keluar dengan gaun putih sederhana, tidak terlalu mewah namun tetap elegan dan cantik.

Benjamin terdiam sejenak. Lalu ia berdiri perlahan, tangannya terangkat untuk mengancingkan jasnya tanpa berkata apa pun dan mendekati Clarissa.

''K-kenapa?'' Clarissa melangkah mundur melihat posisi Benjamin semakin dekat dengannya.

''Yang ini cocok,'' Ia melangkah maju mendekati beberapa karyawan yang tak jauh dari sana.

''Ayo,'' setelah itu Benjamin menarik tangan Clarissa dan berjalan keluar toko tersebut.

''Kita mau kemana lagi?'' Clarissa melirik sekeliling, keduanya semakin memasuki Mall. Bukankah tujuan utama mereka harusnya menemui keluarga Benjamin.

Benjamin menghentikan langkahnya dan menatap tepat di hadapan Clarissa, ''lihatlah wajahmu. Tampak pucat, bagaimana kalau Ayahku mengira aku memaksamu menikah denganku.''

Clarissa mengernyit dan sedikit menaikan bibirnya ke atas, bukannya dia memang melakukan itu.

***

Benjamin membuka pintu mobil, ''masuklah.'' Clarissa mengangguk dan memasuki mobil yang tadi mereka gunakan. Akhirnya selesai, Clarissa sangat pusing tadi karena proses make-up sangatlah lama. Ia harus duduk terdiam beberapa jam untuk mendapatkan hasil yang sempurna.

Benjamin langsung menjalankan mobil setelah duduk di kursi kemudi. Lagi, keduanya hanya terdiam.

Clarissa kembali menyadari arah mobil tak menuju rumah yang Benjamin tinggali sewaktu dulu atau memang dia dan keluarganya sudah pindah. Tetapi rasanya tidak mungkin, rumah itu peninggalan turun temurun dari keluarga Hilton.

''Kita akan pergi menuju rumah Ibuku dulu,'' Benjamin bersuara setelah melihat Clarissa tampak bingung melihat jalan di luar jendela mobil.

Alis Clarissa sedikit bertaut, tampak semakin bingung mendengar ucapan lelaki di sampingnya.

''Empat tahun lalu Orang Tuaku memutuskan untuk bercerai dan kini mereka sudah punya keluarga masing-masing. Jadi apa ada yang ingin kau ketahui lagi.''

Clarissa mengangguk pelan dan menghadap ke jendela luar, ia tak menyangka bukan keluarganya saja yang berubah empat tahun lalu.

''Kita sudah sampai,'' Benjamin keluar dan tak lupa menggandeng tangan Clarissa.

''T-tunggu dulu,'' jantung Clarissa berdebar kencang. Ia sangat gugup, sudah empat tahun tak bertemu dengan Tante Anna sekaligus sedikit takut dengan reaksinya setelah melihat dirinya. Apa ia akan merasa jijik mempunyai menantu yang di cap sebagai anak koruptor.

''Kenapa?'' Benjamin memandang CLarissa heran.

Mereka tepat di pintu rumah dan sebelum Clarissa ingin mengumpulkan keberanian, pintu itu sudah terbuka. Perempuan paruh baya dengan cardigan hangat membawa kantong plastik hitam berdiri di sana. ''Ben? Ada apa ini, tidak biasanya kemari tanpa memberi tahu terlebih dahulu.''

''Dan siapa in- tunggu Clarissa? Ya ampun sudah lama sekali, bagaimana kabarmu?'' Anna, Ibu Benjamin menelusuri tubuh Clarissa dengan senyum bahagia terpancar di wajahnya.

''Baik Tante,'' Clarissa menjawab.

''Sebentar, Tante mau buang sampah dulu. Kalian masuk saja, ada Antonio di dalam.'' Anna langsung menjauhi keduanya, ia sesekali melihat ke belakang dan memberi isyarat masuk.

''Om Antonio adalah suami baru Ibuku, mereka menikah satu tahun lalu dan Ayahku juga sudah menikah, tiga hari lalu. Kurasa kita membahasnya nanti saja, ayo masuk dulu.'' Benjamin menjelaskan dan melebarkan pintu agar keduanya berjalan bersamaan.

Antonio sedang mencuci piring menoleh mendengar suara yang familiar, ''Oh Ben? Silahkan duduk. Dan-?'' Ia memandang Clarissa, tampak penasaran dengan perempuan yang di bawa anak tirinya.

Clarissa tersenyum dan langsung menjawab, ''Clarissa.''

''Sayang nanti saja mencuci piringnya, kita kedatangan tamu.'' Ibu Benjamin duduk dan memegangi tangan Clarissa.

''Kamu kelihatan agak kurusan, di mana kamu tinggal sekarang? Kabar Ibumu bagaimana? Sekarang masih kuliah atau kerja? Lalu-''

''Ibu,'' Benjamin memotong ucapan Anna dan menatap Ibunya.

''Banyak sekali yang ingin Tante tanyakan tapi sepertinya Tante malah membuat kamu tidak nyaman. Maaf ya nak Clarissa Tante tidak membantu empat tahun lalu.''

Clarissa tersenyum canggung dan berusaha menjawab dengan tenang. ''Tidak apa-apa, lagipula saya tidak mau membebani Tante. Selama ini saya baik-baik saja kok Tante tapi Ibu saya sekarang berada di rumah sakit. Dan-''

''APA? Eva? Ya ampun bagaimana keadaannya sekarang?'' Ekspresi wajah Ibu Benjamin tampak panik, suaminya mengelus punggungnya berusaha menenangkan.

''Setelah Ayah tiada, kondisi Ibu semakin buruk dan setelah menjalani pemeriksaan, Ibu di vonis menderita tumor otak. Tapi sekarang keadaannya membaik, dia sudah menjalani operasi.''

''Syukurlah.'' Ibu Benjamin bernafas lega mendengar jawaban dari Clarissa.

''Dan kalau bukan karena Benjamin, Ibu mungkin tak akan membaik.'' Clarissa memandang sebentar pada lelaki di sebelahnya.

''Ben? Tunggu, Ibu penasaran apa yang membuat kalian kemari.'' Anna menatap satu persatu Clarissa dan anak lelakinya.

''Sebenarnya aku ingin menyampaikan sesuatu pada Ibu dan Om Antonio, aku dan Clarissa akan menikah dua hari lagi.''

"APA?" Anna dan suaminya menutup mulut mereka dengan tangan.

"Apa maksudnya ini Ben? Menikah? Dan dalam dua hari? Kamu tidak sedang bercanda kan? Kalian sepertinya baru bertemu kembali dan langsung menikah? Jangan bilang ini bukan pernikahan sungguhan? Ben Ibu sudah berapa kali mengatakannya, pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa kau anggap enteng dan kau jadikan permainan. Apa ini permintaan Ayahmu? Si brengsek itu-'' Anna memegangi kepalanya, apa yang di ucapkan putranya membuat pikirannya kacau tak karuan. Ia tahu betul sifat putranya, dan tak beda jauh dengan mantan suaminya. Dia selalu mengutamakan pekerjaan di banding kehidupannya sendiri.

"Tenanglah sayang, kita dengarkan dulu penjelasan mereka.'' Antonio berusaha menenangkan istrinya

''Benar kata Om Antonio, tenang dulu Ibu. Aku serius ingin menikah dengan Clarissa lagipula kami sudah mengenal cukup lama, sedari kecil jadi kupikir tidak perlu ada pendekatan lagi. Lalu-'' Benjamin men jeda kalimatnya dan melihat perempuan di sampingnya yang juga sudah menatap dirinya.

''Aku sudah lama mencintainya.''

To be continue....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!