Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan keras-keras
"Kalian dari mana sayang?"
ketika Angkasa dan Dambi baru memasuki rumah dan melewati ruang tamu, mama Angkasa langsung berhambur ke Dambi. Dambi yang tampak kaget merasa canggung. Ya iyalah canggung. Ini baru kedua kalinya ia bertemu dengan orangtua Angkasa. Namun berbeda dengannya yang merasa malu-malu, mama Angkasa malah sebaliknya.
Dambi menoleh ke Angkasa. Seolah meminta bantuan ke laki-laki itu. Sayangnya Angkasa sengaja membuang muka darinya. Pria sialan. Dambi merutuk dalam hati. Ia menatap mama Angkasa lagi lalu memaksakan senyuman.
"Kami habis makan tante." jawabnya. Wajah Ria langsung berseri-seri mendengarnya.
"Makan? Cuma berdua?" serunya gembira. Tandanya Angkasa mulai tertarik pada putri sahabatnya. Ria tahu sekali putranya itu tidak pernah tertarik menjalin hubungan serius dengan wanita. Bagaimana mau serius coba kalau tertarik saja tidak. Namun wanita tua itu seolah bisa merasakan bahwa putranya memang tertarik pada Dambi. Ia juga dengar dari pembantu rumahnya Angkasa sudah dua hari berturut-turut tidur di rumah, bukan balik ke apartemennya. Tidak mungkin sekebetulan itu kan? Pasti karena ada Dambi.
"Nggak ma. Ada Kevin sama adeknya juga." ujar Angkasa mewakili.
"Oh."
"Papa kemana?" pria itu mengalihkan pembicaraan. Ia tahu Dambi belum terbiasa. Raut wajah gadis itu menunjukkan ingin pergi secepatnya dari sini.
"Papa kamu..."
"T..tante.., aku ke atas ya. Tante sama Angkasa ngobrol aja dulu." potong Dambi meski merasa tidak enak. Ria berpikir sebentar. Sebenarnya dia masih ingin ngobrol dengan calon menantunya itu.
"Kalo mama pengen ngobrol sama dia, besok aja. Dia capek seharian kuliah." kata Angkasa membantu gadis itu bicara. Pandangannya terarah ke Dambi, tak lupa mengedipkan sebelah matanya.
"Ya udah. Kamu boleh pergi sayang. Tapi besok malam kamu nggak ada acara kan?" Dambi mengangguk.
"Baik kalo gitu, kamu boleh pergi. Mama ngobrol sama Angkasa aja mengenai acara besok." setelah mendapat persetujuan, Dambi lalu meninggalkan ibu dan anak tersebut dengan penuh tanda tanya. Ia jadi penasaran apa yang sedang direncakan oleh mamanya Angkasa.
"Gimana, mama nggak salah pilih calon menantu kan? Kayaknya Dambi memang tipe kamu." kata Ria tersenyum memergoki sang putra yang masih menatap punggung Dambi sampai gadis itu menghilang dari pandangan mereka. Angkasa berdeham salah tingkah.
"Mama belum jawab pertanyaan aku. Papa kemana?" pria itu mengalihkan pembicaraan lagi. Ria terkekeh. Baru kali ini ia lihat putranya salah tingkah begini. Lucu sekali.
"Papa kamu masih dikantor, sibuk buat persiapan acara besok. Kau tidak lupa kan perusahaan kita akan ada pesta besok malam?"
Ah benar. Angkasa sampai lupa. Dia lalu mengangguk karena tidak ingin mamanya berkomentar panjang lebar.
"Mama dan papa sudah memutuskan." Ria mendekatkan wajah ke putranya hendak membisikan sesuatu. Angkasa sedikit menunduk agar sang mama tidak kesulitan karena tinggi badan mereka yang terpaut cukup jauh.
"Di acara besok, kamu dan Dambi akan sekalian bertunangan."
Angkasa tampak terkejut. Bertunangan? Bukannya menolak. Tapi ini sangat mendadak. Orangtua Dambi juga tidak ada. Mana mungkin mereka bertunangan tanpa keluarga yang lengkap. Belum tentu Dambi akan setuju. Gadis itu pasti akan berpikir pertunangan ini dilakukan hanya secara sepihak saja.
Ujung-ujungnya Angkasalah yang akan tambah dimusuhi. Kalau begitu ceritanya, Angkasa lebih memilih pertunangan mereka di undur dulu.
"Ma, apa tidak terlalu mendadak? Dambi pasti kaget. Orangtuanya juga tidak ada." katanya menatap sang mama.
"Jangan khawatirkan Dambi. Orangtuanya akan segera menghubunginya. Mereka punya cara untuk membuatnya setuju. Kamu siapkan saja cincin pertunangan kalian." ucap mamanya lagi sebelum berlalu dari hadapannya Angkasa yang keheranan.
***
Sebelum memasuki kamarnya, Angkasa memandang sebentar ke kamar Dambi yang bersebelahan dengan kamarnya. Cukup lama ia berada di depan situ sampai lampu kamar Dambi dimatikan barulah Angkasa beranjak masuk ke kamarnya.
Pria itu melemparkan diri ke kasur sambil menghembuskan nafas lelah. Orangtuanya memang luar biasa merancang acara pertunangannya yang mendadak begini. Untung perempuannya adalah Dambi, kalau tidak, memang sudah dia tolak mentah-mentah. Angkasa tersenyum membayangkan bagaimana ekspresi kagetnya Dambi saat dengar mereka akan bertunangan besok, pasti sangat imut.
"Kau akan segera menjadi milikku." gumam Angkasa, tentu saja sambil membayangkan wajah Dambi. Lalu matanya tertutup dan tanpa sadar laki-laki itu akhirnya ketiduran.
Pagi-pagi sekali ketika dirinya terbangun, hal pertama yang dilihat ketika dirinya membuka mata adalah cahaya matahari yang menyusup masuk lewat cela-cela jendela kamarnya. Angkasa mengganti posisinya menjadi duduk sambil merenggangkan kedua tangannya lebar-lebar. Sial, semalam dirinya ketiduran tanpa membersihkan diri.
Pria itu lalu berdiri hendak berjalan ke kamar mandi namun ketukan di pintu kamarnya menghentikan langkahnya. Ia mengernyitkan kening, siapa yang berani mengganggunya pagi-pagi begini? Jelas-jelas ia sudah melarang semua pembantu rumah agar tidak mengganggunya di pagi hari. Siapa lagi coba kalau bukan pembantu? Tidak mungkin orangtuanya. Mereka tidak pernah bangun sepagi ini.
Ah... Masih ada orang lain. Angkasa mengingat Dambi. Benar. Mungkin saja gadis itu yang mengetuk bukan pembantu. Tiba-tiba kekesalan pria itu mereda. Dengan langkah cepat ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Dugaannya benar. Yang berdiri didepannya sekarang memang Dambi. Namun gadis itu jelas-jelas memandanginya dengan tampang penuh permusuhan sambil bersedekap dada. Angkasa menatap gadis itu naik turun. Kenapa lagi dengannya?
"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya pria itu santai.
"Katakan pada orangtuamu kau tidak ingin bertunangan denganku." kata Dambi langsung.
Oh... ternyata itu alasan gadis ini terlihat kesal. Pantas saja. Rupanya dia sudah dengar berita tentang pertunangan mereka.
"Bilang saja sendiri kalau kau berani. Aku tidak ingin menjadi anak durhaka." balas Angkasa. Alasannya memang wajar.
Dambi berdecak kesal. Ia kesal bukan main pada mama dan papanya yang menelpon pagi-pagi dan bilang dirinya akan segera bertunangan dengan Angkasa, hari ini pula. Siapa yang tidak kaget coba. Orangtuanya bahkan mengatakan sesuatu yang mau tak mau membuatnya tidak bisa menolak pertunangan itu.
Gadis itu juga kesal pada Angkasa. Dasar anak mami. Memangnya dia tidak ingin memikirkan kebahagiaannya sendiri apa dan setuju saja dijodohkan begini? Tidak mungkin kan pria itu menyukainya? Dambi tidak percaya.
"Kau yakin ingin menolak pria sepertiku?" ucap Angkasa lagi percaya diri. Dambi mau muntah mendengarnya. Dasar kepedean. Sayangnya memang benar. Angkasa memang adalah jenis laki-laki di atas rata-rata. Semua orang pasti akan berpikir dirinya sangat bodoh menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Tapi mau bagaimana lagi coba? Dia tidak menyukai perjodohan.
"Apa-apaan?" sembur Dambi saat menyadari Angkasa yang sudah memegangi jemari bagian kirinya. Ia berusaha melepaskan namun kekuatan Angkasa memang jauh di atasnya.
"Jangan bergerak. Aku sedang mengukur jarimu." ucap pria itu.
"Untuk apa?"
"Membeli cincin pertunangan kita.
"Angkasa!" geram Dambi.
"Ssstt... Jangan keras-keras memanggilku."