NovelToon NovelToon
AMBISI SANG SELIR

AMBISI SANG SELIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Harem / Fantasi Wanita / Konflik etika / Cinta Istana/Kuno / Romantis / Balas Dendam
Popularitas:33.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dae_Hwa

“Jika aku berhasil menaiki takhta ... kau adalah orang pertama yang akan ku buat binasa!”

Dijual sebagai budak. Diangkat menjadi selir. Hidup Esma berubah seketika tatkala pesonanya menjerat hati Padishah Bey Murad, penguasa yang ditakuti sekaligus dipuja.

Namun, di balik kemewahan harem, Esma justru terjerat dalam pergulatan kuasa yang kejam. Iri hati dan dendam siap mengancam nyawanya. Intrik, fitnah, hingga ilmu hitam dikerahkan untuk menjatuhkannya.

Budak asal Ruthenia itu pun berambisi menguasai takhta demi keselamatannya, serta demi menuntaskan tujuannya. Akankah Esma mampu bertahan di tengah perebutan kekuasaan yang mengancam hidupnya, ataukah ia akan menjadi korban selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ASS2

JLEB!

“Akkhh!”

Esma menjerit tertahan ketika anak panah itu melesat laju di atas kepalanya. Seketika lututnya lemas gemetar, tubuhnya ambruk di tanah berbatu.

Dengan napas tercekat, gadis itu mendongak. Matanya membelalak tatkala melihat seekor ular besar tergantung mati di dahan pohon dengan anak panah menancap di kepalanya.

Barulah ia menyadari—hewan itu tadi tepat berada di atas kepalanya, siap mematuk ketika ia bersandar.

“Panah itu ... menyelamatkan aku ...,” gumamnya parau.

Gadis bersurai hitam itu memberanikan diri menatap sosok pahlawan nan rupawan. Namun, pesona sang pria yang nyaris tak masuk akal itu membuat Esma tak berkedip. Gadis itu seperti terhipnotis.

‘Tampannya.’ Wajah Esma memerah.

Namun detik berikutnya, suara berat dan nyaring membuat Esma segera tersentak sadar.

“Tundukkan kepalamu, Budak!”

Dari arah belakang, Mansur Ağa—kepala kasim harem, melangkah cepat. Suaranya menggema seakan ia berkuasa.

“Berani sekali kau, budak rendahan, menatap langsung ke wajah Baginda Bey Murad!”

Kata-kata itu menyambar telinga Esma layaknya panah petir.

“Baginda?” Bibir Esma menganga. Namun, pandangannya belum turun sedikitpun, masih terpana.

Sementara itu, pria tampan yang berdiri di depannya, yakni Sultan Bey Murad—penguasa seluruh negeri, menatap Esma tanpa ekspresi.

PLAK!

Mansur Ağa menepuk keras punggung Esma yang tak juga menjaga pandangan. Gadis itu tersentak, lekas menundukkan kepala dalam-dalam. Ia tak berani lagi menatap pria itu, meski hatinya masih berdegup kencang.

Sultan Bey Murad melangkah tenang melewati gadis berpenampilan kumal itu. Atmosfer langsung terasa sesak, seolah udara di sekitar ikut menahan napas.

Di belakangnya, Mansur Ağa segera membungkuk hormat, tubuhnya nyaris sejajar dengan tanah.

“Semoga langkah Baginda selalu diiringi keberkahan,” ucapnya dalam nada penuh takzim.

Langkah Sultan Bey Murad mendadak berhenti. Mansur Ağa mendongak sedikit, heran.

Sultan Bey menoleh sejenak ke arahnya, lalu mendekat. Suaranya rendah, tetapi terdengar jelas oleh kasim setianya itu.

“Pastikan peristiwa ini tak sampai terhembus ke telinga Yasmin Hatun,” titahnya pelan, namun penuh wibawa.

Mansur Ağa menelan ludah, lalu segera menunduk dalam. “Titah Baginda, hamba junjung sepenuh jiwa.”

Sultan Bey Murad kembali beranjak, meninggalkan tempat itu dengan langkah mantap dan aura tak tergoyahkan.

Begitu bayangan Sultan menghilang, wajah Mansur Ağa berubah keras. Ia menoleh pada Esma dengan tatapan setajam belati.

“Kau ...,” desisnya dengan suara menekan, “sekali lagi kau lancang mengangkat wajahmu menatap ke arah Baginda, maka aku sendiri yang akan mencungkil kedua matamu itu! Ingat baik-baik.”

Esma menundukkan wajahnya dalam-dalam, kedua tangannya meremas ujung pakaiannya sambil berpikir keras. Ia menyahut tenang, tanpa bergetar.

“Hamba mohon ampun, Tuanku. Tiada sedikit pun niat hamba untuk lancang menatap Baginda. Hamba hanya manusia hina yang baru saja terlepas dari ajal, maka tatapan hamba tak lebih dari rasa syukur kepada penolong yang dihadirkan Tuhan melalui panah Baginda.”

Ia berhenti sejenak, memindai penampilan pria di hadapannya sambil menduga-duga seberapa tinggi posisinya di istana. Esma kembali melanjutkan ucapannya dengan lebih lembut.

“Jika hamba bersalah, biarlah hamba dihukum. Namun hamba percaya, Tuan yang bijaksana ini tentu memahami, seorang budak tiada pernah berhak menyimpan wajah Sultan dalam ingatan, selain sebagai berkah yang mengingatkan pada betapa mulianya Baginda.” Sengaja Esma memoles ego Mansur dengan menyebutnya bijaksana, barangkali ia bisa membuat kasim berkuasa itu melunak walau sejenak.

Benar saja, setelah Esma berucap demikian, sorot tajam di mata Mansur Ağa perlahan meredup. Bibirnya yang semula menegang, kini menahan senyum.

“Hmm,” alisnya terangkat sebelah. Suaranya lebih lembut dari sebelumnya, meski masih menyimpan nada angkuh. “Jadi menurutmu, aku ... terlihat bijaksana?”

Mansur Ağa menegakkan tubuhnya, dadanya membusung, jelas-jelas terbuai oleh kata-kata Esma. Jemarinya yang tadi mengepal kini bergerak menyisir jenggot tipisnya, mencoba menyembunyikan rasa senang yang membuncah. Namun sorot matanya tetap berusaha mempertahankan wibawa, seolah ia enggan terlihat terlalu lemah oleh pujian seorang budak.

Esma menundukkan kepalanya sedikit, menyembunyikan kilatan licik yang hampir muncul di matanya.

‘Kau mudah dirayu rupanya ...,’ batinnya, lalu cepat-cepat berdiri.

Dengan sopan, ia pun menjawab. “Bagaimana mungkin hamba tidak melihat kebijaksanaan Anda, Tuanku? Tatkala Baginda berbalik dan menyampaikan titah hanya kepada Anda, hamba segera mengerti ... betapa besar kepercayaan Baginda kepada Tuan. Sungguh, hanyalah orang pilihan yang akan diberi amanah sebesar itu.”

Mansur Ağa sontak tersenyum lebar, pipinya sedikit mengembang. Ia tertawa singkat, lalu mengusap dadanya dengan gaya dibuat-buat.

“Ternyata, matamu cukup jeli dalam menilai,” ucapnya, setengah bangga pada dirinya sendiri.

Diam-diam, jemari Mansur merayap. Dari balik jubahnya, kasim itu mengeluarkan sepotong kain kecil yang membungkus tiga potong roti gandum kering. Ia menyodorkannya dengan gerakan sok berwibawa.

“Ambil ini,” katanya. “Tidak semua budak mendapatkannya. Anggap saja hadiah kecil karena kau tau bagaimana menimbang kata dengan cerdas. Tapi ingat ... jangan sekali-kali kau menyalahgunakan kemurahan hatiku.”

Esma menunduk, menerima roti itu dengan kedua tangan. “Terima kasih, Tuanku,” jawabnya, suaranya lembut namun matanya menyiratkan tekad.

“Setelah menghabiskan roti-roti itu, segeralah kembali ke harem. Banyak pekerjaan yang sudah menanti,” kata Mansur tegas sebelum akhirnya meninggalkan Esma.

Sepeninggalan Mansur, alih-alih lekas menghabiskan roti pemberian sang kasim, gadis itu justru terpaku menatap roti di tangannya. Aroma manisnya seolah lenyap, tergantikan oleh bayangan wajah Bey Murad. Rahang yang kokoh, dada bidang yang bersembunyi di balik jubah, serta mata elang Bey Murad yang tajam, sungguh membuat jantung Esma berdebar tak karuan. Roti itu mendadak terasa hambar, tak mampu mengalahkan debaran hebat yang kini menggelegar dalam dadanya.

“Bey Murad ...,” bisiknya lirih, pipinya merona hingga ke telinga.

...***...

Sudah beberapa hari Esma menjalani kehidupannya di dalam istana. Ia segera memahami satu hal, kehidupan di balik dinding-dinding megah ini jauh lebih keras daripada bayangannya. Setiap pagi, para budak harus bangun sebelum fajar menyingsing, membersihkan luasnya lantai marmer hingga berkilau, menyikat karpet tebal, atau menimba air untuk keperluan harem. Setiap kesalahan, sekecil apapun, akan berbuah bentakan, tamparan, bahkan hukuman berdiri berjam-jam tanpa makan.

Di dalam hirarki yang kejam itu, mereka yang lebih lama mengabdi—merasa memiliki kuasa tak tertulis atas budak baru. Esma, dengan kecantikannya yang mencolok, menjadi sasaran empuk. Fatma, pelayan senior yang terkenal sinis, hampir setiap hari menyulitkannya.

“Ini belum bersih! Ulangi lagi!” Serunya keras ketika Esma sudah memeras kain pel lantai hingga tangannya merah.

Bukan tanpa sebab Fatma bersikap demikian. Beberapa hari lalu, dia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri, Mansur Ağa memberikan hadiah kecil untuk Esma pada hari pertama ia tiba di istana. Tiga potong roti. Hal yang mustahil, mengingat kasim itu terkenal kikir dan berlidah tajam, hampir tidak pernah bersikap baik pada pelayan, apalagi budak rendahan. Sejak saat itu, Fatma menyimpan bara cemburu di hatinya.

Dan sore itu, bara di dada pelayan itu kian memanas ketika melihat pemandangan di depan matanya. Kecantikan Esma berhasil mencuri perhatian Sultan Bey Murad yang tengah melintas di taman.

Sang Sultan menghentikan langkah, matanya tertuju lama pada sosok gadis bersurai hitam yang tengah menyapu dedaunan kering di atas permukaan air kolam. Maniknya tak berkedip, seolah waktu terhenti—hanya Esma yang menjadi pusat perhatiannya.

Fatma menelan ludah. “Budak Sialan ....” Desisnya sambil mencengkeram gagang kendi yang ia bawa.

Pelayan berhati dengki itu menggertakkan giginya, sorot matanya menajam.

“Esma ... lihat saja nanti, malam ini ... nasibmu akan segera berakhir. Siapkan dirimu, wahai Wanita Penggoda.”

*

*

*

1
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
masih takut sama hantu kok jahat bener jadi orang yasmin.... namamu tak seindah kelakuan mu 🤣
Y.S Meliana
cemas, tp lucu 😂
🔴SENJA
wakakaa ingat kau? adegan waktu kau bunuh anak khadijah? inget min? 🥱
🔴SENJA
tapi situ tetap dateng???? lebih ga tau malu kamu min min 😮 pertunjukan murahan tapi tetep kamu datengin juga hadeeeh
🔴SENJA
sukurin kowe 🤣🤣🤣
Y.S Meliana
y allah kaaaak, g gitu jg ekspresi bang Mansur nya 😄😄
Y.S Meliana
😄😄😄 Mansur kau, astaghfirullah esmaaaa 🤭
Y.S Meliana
Mansur 🥺 apa orang lain yg kena pedang si codet
Dewi Habibah
bagus ceritanya
𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒
wah kok real nya sperti apa yg trjdi pd anak khodijah? apakah crta ini yg mmbuat esma?
𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒
kl org pnya otak minimal miki, mksh n maaf sm org2 yg sllu melayani dia nmn sllu d hina dan d rendahkan. semoga derita yg lbh2 menanti mu agar semua korbanmu sedikit puas
💕Bunda Iin💕
benar esma...model kyk yasmin itu pengecut ga ada nyali nya...angkuh dan kesombongan nya yg tinggi
💕Bunda Iin💕
walaupun kondisi kyk begitu tetap ga nyadar dia
💕Bunda Iin💕
yasmin yasmin kondisi kau udah seperti itu masih juga angkuh ckckckck ga ada intropeksi nya sama sekali...sadar nya pas mati kali ya🤔
💕Bunda Iin💕
merasakan juga kan pekerjaan budak² yg kau anggap hina itu...pekerjaan yg melelahkan tpi tetap rendah di mata mu yasmin
Sayuri
klo indo namana kunti hihihi 👻
Sayuri: bisa gila beneran dia 😆
total 2 replies
Sayuri
lolololoh ini mah sngaja bikin pertunjukan untuk yasmin nih. yg dia bunuh anaknya khadijah. pangeran bayi itu lo
Sayuri
y gpp lh murh drpd hmbur2 uang truz rkyat melarat.
Sayuri
nyadar ogeb salahmu ma buapakmu
💕Bunda Iin💕: ga sadar² ya bun
total 1 replies
Sayuri
next patah sekalian tangannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!