NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menolak Bukti

"Yang benar saja?"

Rafael, mahasiswa tingkat akhir jurusan hukum, membeku. Tangannya masih memegang cangkir kopi yang kini dingin. Dahinya berkerut, napasnya berat.

Ia menatap layar lama, mencoba mencerna. Tapi dadanya seperti dipukul keras.

Emily? Alat tes kehamilan?

Dia tahu betul, mereka sudah jarang bertemu. Semester ini berat bagi mereka berdua—Emily akan menghadapi ujian akhir sekolah, sementara Rafael tengah berjibaku dengan skripsi yang seperti tak kunjung rampung.

Mereka sepakat untuk menjaga jarak dulu. Bukan karena bosan, tapi karena ingin saling mendukung dalam kesibukan masing-masing. Dan Rafael juga tahu keseharian Emily yang sering nongkrong. Dulu, dia juga ikut nongkrong bersama Dimas, pacar Riska. Dimas sendiri sudah lulus dan sekarang bekerja tapi dia tetap ikut nongkrong kalau sudah pulang kerja.

Namun kabar ini… membuat segalanya terasa goyah.

Tanpa pikir panjang, Rafael menekan tombol panggilan.

“Emily.”

Suara di seberang terdengar pelan dan lelah. “Halo, Kak…”

“Ini soal gosip yang lagi nyebar. Kamu baik-baik aja?”

Emily menahan napas. Ia duduk di tangga belakang sekolah, menyendiri dari dunia yang seolah menyalahkan tanpa tanya.

“Kakak percaya mereka?” tanyanya pelan.

“Aku nggak mau percaya siapa-siapa sampai denger langsung dari kamu.”

Emily tersenyum pahit. “Aku difitnah, Kak. Ada yang masukin dus itu ke tas aku. Tapi orang-orang keburu nyebarin cerita yang beda.”

“Kenapa kamu nggak cerita dari awal?” Suara Rafael terdengar sedikit tegang saat tangannya ada yang menggenggam.

“Aku takut ganggu fokus kakak. Kakak lagi skripsi, aku juga sebentar lagi ujian. Aku pikir semuanya akan reda sendiri setelah dijelasin. Tapi ternyata enggak...”

Hening beberapa detik.

Rafael menghembuskan napas berat. “Sayang, kamu tahu kalau aku percaya sama kamu, kan?”

“Aku tahu. Tapi tetap aja... semua ini nyakitin. Sekarang bahkan Riska mulai jauhin aku. Padahal dia sahabat aku dari awal kelas sepuluh…”

“Dengerin aku,” Rafael melanjutkan. “Aku akan luangkan waktu minggu ini. Kita ketemu, kita obrolin. Aku nggak peduli berapa halaman skripsi yang harus aku kejar. Kamu lebih penting.”

Air mata Emily jatuh tanpa suara. Ini pertama kalinya sejak semua keributan itu ia merasa benar-benar dipihak oleh seseorang yang bukan ibunya.

“Terima kasih, Kak…”

“Dan satu lagi, Dek.”

“Iya?”

“Kamu boleh bar-bar, boleh galak ke dunia, boleh suka nongkrong. Tapi aku tahu siapa kamu. Dan kamu bukan tipe yang main-main sama harga diri.”

Emily menangis makin keras, pelan tapi menyayat. Kata-kata Rafael terasa seperti pelukan hangat di tengah salju gosip yang membekukan segalanya.

Tapi, dibalik setiap kata-kata manis yang Rafael ucapkan, ada dua tangan yang menyatu, saling menggenggam bahkan kecupan terdengar samar oleh Emily.

***

Hari-hari berlalu semakin sunyi untuk Emily. Pesan-pesan yang ia kirim ke Rafael hanya dibaca, tanpa balasan. Panggilan tak diangkat. Bahkan status WhatsApp Rafael yang dulu dipenuhi motivasi skripsi dan kutipan-kutipan cinta, kini hanya foto langit kosong.

Rafael seperti menjauhinya.

Tidak secara frontal, tapi terasa. Dan Emily bisa merasakannya di setiap keheningan yang semakin panjang, setiap janji bertemu yang terus diundur, dan setiap kata "nanti" yang makin tak bermakna.

Yang Emily tidak tahu, Rafael menyembunyikan sesuatu.

Sebuah pesan dari temannya di kampus…

Sebuah foto.

Yang memperlihatkan Emily berdiri di depan sebuah hotel.

Bukan foto baru. Tapi cukup membuat Rafael diam membeku malam itu. Ia tak langsung menuduh. Tapi ia juga tak bertanya.

Ia hanya menyimpannya… bersama dengan keraguannya.

***

Sementara itu, di rumah keluarga Emily, situasi mulai memanas—tanpa sepengetahuan Rakha.

Indira, bersama kakaknya dan dua sepupu perempuan, diam-diam mulai mengumpulkan bukti untuk membersihkan nama Emily. Mereka menyewa seseorang yang bisa melacak rekaman CCTV dari lokasi-lokasi sekitar sekolah dan apotek. Bahkan, mereka berhasil mendapatkan potongan video pendek dari hari kejadian—terlihat ada seseorang lain yang memasukkan sesuatu ke dalam tas Emily saat ia pergi ke toilet.

Belum cukup di situ, mereka juga mengumpulkan potongan foto-foto Emily bersama teman-temannya di tempat yang sebelumnya dituduhkan sebagai ‘pertemuan dengan laki-laki’. Di semua foto itu, jelas terlihat Emily tidak berdua, melainkan dalam keramaian tugas kelompok.

Namun, saat semuanya hampir lengkap… badai datang lebih dulu dari yang mereka duga.

Di rumah besar Danish Aditya…

Pertemuan keluarga kembali digelar. Rakha, kali ini datang membawa foto hasil USG Emily. Rakha tidak ingin melihat anaknya semakin terpuruk menghadapi ujian hidupnya. Ia membawa Emily ke rumah sakit unyuk melakukan USG. Di sana sangat jelas bahwa Emily tidak hamil dan keadaan rahim juga terlihat bersih.

Namun, Andri membuka pembicaraan dengan nada tinggi. “Pa, aku rasa sudah cukup. Kak Rakha hanya mengada-ngada, dia menyembunyikan kebenaran. Bisa saja itu foto orang lain,"

Nita menambahkan dengan suara tajam, “Anak perempuan yang baik tidak akan punya urusan dengan alat tes kehamilan. Apalagi kebiasaan Emily main sampai malam. Nongkrong gak jelas di pinggir jalan bersama laki-laki..."

Rakha menatap mereka dengan rahang mengeras. Ia melemparkan map berkas pemeriksaan Emily ke depan Andri dan Nita. "Jangan seenaknya menuduh anak saya tanpa tahu kebenaran penuh!”

Tapi Danish memukul meja.

“CUKUP!”

Semua langsung terdiam.

Wajah Danish merah, urat di lehernya menegang.

“Aku sudah tua! Aku tidak butuh drama-drama modern ini! Kalian pikir nama baik keluarga bisa bertahan kalau berita begini terus menyebar?!”

“Pa, Apa dengan bukti ini tidak cukup,” ucap Indira pelan.

“BUKTI APA?!” bentak Danish.

Lalu ia menatap Rakha dengan mata tajam. “Kamu pikir papa bodoh, Rakha? Kamu pikir papa nggak tahu kalau nama Emily sekarang jadi bahan tertawaan satu komunitas alumni? Aku malu, Rakha! MALU! Disa dan keluarganya sudah bilang sejak awal kalau Emily mulai liar. Dan sekarang, semua bukti mendukung mereka!”

Rakha berdiri, menahan gejolak di dadanya. Tapi sebelum ia bisa bicara, Andri berdiri.

“Kami cuma jujur, Pa. Kalau keluarga Rakha merasa tersinggung, ya silakan. Tapi jangan larang kami menyelamatkan nama keluarga besar.”

Kata-kata itu seperti sengaja ditancapkan ke dada Rakha.

“Jadi kalian lebih percaya pada omongan dan potongan bukti yang belum jelas sumbernya daripada darah daging sendiri?”

Danish tidak menjawab. Ia hanya memalingkan wajah.

Diamnya adalah keputusan.

***

Sementara di tempat lain, Emily duduk di kamarnya. Ia tidak tahu bahwa sebagian keluarganya sedang berjuang membuktikan kebenaran. Yang ia tahu, semua orang menjauh—Rafael, sahabatnya, dan kini bahkan Opa-nya sendiri.

Ponselnya bergetar. Satu pesan masuk.

Dari nomor tak dikenal.

“Masih mau tahu siapa yang nyelipin dus itu ke tas kamu? Datang ke parkiran lama sekarang. Jangan ajak siapa-siapa.”

Emily menatap layar itu dengan tangan gemetar.

Matanya tajam.

Ini saatnya. Entah kebenaran… atau jebakan lain.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!