Tentang Jena, wanita malang yang lahir dari hasil perselingkuhan. Dulu, ayahnya berselingkuh dengan seorang pelayan dan lahirlah Jena.
Setelah ibunya meninggal, ayahnya membawanya ke rumah istri sah ayahnya dan dari situlah penderitaan Jena di mulai karena dia di benci oleh istri ayahnya dan juga Kaka tirinya.
selama ini, Jena selalu merasa sendiri. Tapi, ketika dia kuliah dia bertemu dengan Gueen, dan mereka pun bersahabat dan lagi-lagi petaka baru di mulai, di mana tanpa sengaja dia tidur dengan Kaka Joseph yang tak lain kakanya. Hingga pada akhirnya Jena mengandung.
Dan ketika dia mengandung, Josep tidak mau bertanggung jawab karena dia akan menikah dengan wanita lain. Dan kemalangan menimpa Jena lagi di mana dokter mengatakan bahwa bayi yang di kandungnya mengandung down sydrome.
Dan ketika mengetahui Jena hamil, Joseph menyuruh Jena untuk mengugurkan anak mereka, tapi Jena menolak dan lebih memilih pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab3
Tinggalin komen yang banyak ya gengs besok udh mulai up rutin
Dunia Jena menggelap, rasanya semuanya hancur berkeping-keping ketika dia keluar dari ruangan dokter, bagaimana tidak baru saja dia mengetahui hal yang sangat menyakitkan, di mana dokter mengatakan bahwa anak yang sedang dia kandung ada kemungkinan mengidap down syndrome.
Barusan Jena menggunakan pemeriksaan dengan beberapa metode untuk meyakinkan asumsi dokter dan ternyata dokter menduga bahwa anak yang dikandung Jena mengidap kelainan
“Tuhan cobaan apalagi ini.” Jena bergumam pelan. Wanita cantik itu memegang pinggiran dinding, karena dia sudah tidak sanggup lagi untuk melangkahkan kakinya.
Dan tak lama, Jena langsung mendudukkan diri di kursi tunggu. Setelah duduk, Jena Menunduk Karena dia sudah tidak bisa menahan tangis, bukan dia tidak menerima takdir anaknya, bukan dia menyalahkan Tuhan atas takdir yang menimpanya. Hanya saja, dia memikirkan bagaimana nasib anak ini nanti.
Cobaan Jena begitu bertubi-tubi, dari mulai Josep yang tidak mau mengakui anaknya, menyuruhnya untuk menggugurkan kandungan dan juga sekarang dia harus di dera rasa sakit ketika calon anaknya mengidap kelainan.
Tadi, sebenarnya dokter sudah menyarankan Jena, untuk menggugurkan kandungan. Tapi, Jena dengan tegas menolak.
Tidak, bagaimanapun keadaan anaknya, bagaimanapun kondisi kandungannya dia akan tetap mempertahankan anaknya sampai akhir. Di dunia ini, Jena hanya seorang diri, dia tidak mempunyai siapapun dan hanya anaknya yang dia punya.
Beberapa saat beralalu.
Jena menegakkan tubuhnya, “Tidak Jena, kau tidak boleh menyesali apapun yang terjadi, Kau tidak boleh menyesal telah mengandung anak ini." Jena menguatkan dirinya sendiri, walaupun dia sendiri cukup rapuh. Hingga pada akhirnya Jena pun bangkit dari duduknya.
Seperti pada awalnya, Jena yakin tidak ada yang tahu kehamilannya dan dia yakin, keluarganya juga tidak akan perdul.
Setelah berada di luar Rumah Sakit, Jena langsung berjalan ke arah mobilnya. Dia memutuskan untuk langsung pulang, rasanya dia ingin beristirahat menenangkan dirinya agar bisa fokus menjalani kehidupan yang akan datang ke depannya.
***
Alan keluar dari mobil, saat ini dia baru saja sampai ke rumahnya. Saat masuk kedalam rumah, Alan melihat ke arah ruang tamu, di mana Chatrine sedang duduk di sana.
Ini sudah 18 tahun berlalu semenjak dia mengakui bahwa dia berselingkuh dengan ibu Jena, dan selama 18 tahun ini, hubungannya dan Cathrine memburuk.
Saat itu Alan begitu khilaf karena Ibu Jena begitu mirip dengan mantannya, dan awalnya Chatrine juga tidak sedingin ini, Chatrine adalah wanita yang baik hati.
Namun Alan yang membuat wanita itu berubah, itu sebabnya selama ini dia tidak pernah melarang Chatrine atau Mario bersikap buruk pada Jena, karena Alan tahu bahwa Catherine sedang melampiaskan amarahnya.
Saat itu pun, sebenarnya ketika ibu Jena mengandung, Allan tidak ingin bertanggung jawab pada Jena dan dia juga menyuruh selingkuhannya untuk menggugurkan kandungannya.
Namun Sonia yang tak lain Ibu Jena tidak mau menggugurkan kandungannya, hingga memilih pergi dan Alan pun memutuskan untuk bertaubat dan kembali pada Cathrine.
Dan ketika Jena kecil, nenek Jena mengantarkan Jena ke padanya, karena Ibu Jena meninggal. Hingga kini, bisa di katakan nasib Jena dan ibunya sama. Dan ketika Jena datang, Alan juga malah membenci darah dagingnya sendiri karena sejak kedatangan Jena semuanya jadi memburuk.
Dan sudah ratusan kali Alan mencoba memperbaiki hubungannya dengan istrinya, tapi tidak bisa. Chatrine membangun pembatas nyata dengannya. Mungkin bisa di bilang, Cathrine bertahan hanya demi Mario.
Alan langsung melanjutkan langkahnya, berniat untuk langsung pergi ke kamar. Namun tak lama, langkahnya terhenti ketika Chatrine memanggilnya.
“Aku ingin berbicara sesuatu denganmu,” ucap Catherine hingga Alan pun langsung berjalan ke arah istrinya.
“kenapa? Apa ada yang penting?" Tanya Alan, Karena jarang sekali Catherine mengajaknya berbicara terlebih dahulu, dan dia yakin saat ini pasti ada yang penting
Catherine membuka amplop di yang ada di pangkuannya kemudian memberikannya pada Alan. "Ini kelakuan putrimu," ucap Chatrine seraya memberikan foto itu pada Alan.
Alan mengerutkan keningnya kemudian dia mengambil foto-foto tersebut, di mana foto itu menunjukkan Jena baru saja keluar dari ruangan dokter kandungan.
"Apa maksudnya?" tanya Alan yang masih bingung dengan arah percakapan Cathrine
"Anakmu sedang hamil," ucap Chatrine lagi di penuhi dengan kesinisisan. Mata Alan membulat saat mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya.
"Kau tahu dari mana?" tanya Alan. Walaupun dia tidak menyayangi Jena tapi jika mendengar Jena hamil diluar nikah, tentu saja itu menjadi aib dan Alan tidak terima.
"Tidak perlu tau, aku tahu dari mana, yang pasti anakmu sudah mengandung," kata Catherine, wanita itu pun bangkit dari duduknya kemudian dia langsung menatap ke arah Alan.
"Sekarang aku percaya, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Dia dan ibunya sangat menjijikan," ucap Catherine, raut wajahnya menatap Alan dengan benci.
Setelah mengatakan itu, Catherine pun langsung meninggalkan Alan yang sedang termenung, lelaki paruh baya itu mengusap wajah kasar.
"Sial," umpatnya. Tak lama, Alan merogoh ponselnya kemudian lelaki itu menelepon putrinya dan bisa dibilang, untuk pertama kalinya mungkin Alan menelpon Jena.
"Cepat datang kemari!" teriak Alan. Setelah mengatakan itu, dia langsung membanting ponselnya karena begitu emosi. Dia menyandarkan tubuhnya ke belakang.
"Sonia, kenapa anakmu sepertimu?" lirihnya, dia benar-benar egois menyalahkan Sonia dan menyalahkan putrinya.
***
Jena menegakkan tubuhnya, dia melihat ponselnya di mana barusan ayahnya meneleponnya. Dia antara percaya dan tidak, sebab untuk pertama kalinya ayahnya meneleponnya, menyuruh dia untuk pulang dan yang lebih membuat dia bingung adalah Alan berteriak padanya.
Karena bingung, Jena pun memutuskan untuk langsung pergi ke rumah ayahnya karena wanita itu masih berpikir bahwa ayahnya tidak mungkin tahu dia sedang mengandung.
Setelah persiapan, akhirnya Jena pun langsung berjalan keluar dari apartemen mewahnya, wanita itu langsung berjalan ke basement untuk pergi ke mobilnya, dan sekarang di sinilah Jena berada, di rumah orang tuanya.
Ketika mobil Jena sudah terparkir pekarangan, Jena langsung turun dari mobil. Saat akan masuk ke dalam rumah, Jena sedikit ragu. Entah kenapa jantungnya berpacu dengan cepat. Dia merasa akan ada hal besar yang terjadi.
Jena menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, dia meyakinkan bahwa tidak akan ada yang terjadi hingga wanita ini pun langsung masuk dan ternyata, ayahnya masih berada di ruang tamu.
Jantung Jena berdetak dua kali lebih cepat ketika melihat ayahnya yang terlihat sedang melamun, perasaannya mendadak semakin tidak karuan.
“Da-Dad!” Panggil Jena dengan terbata.
Dan tak lama, Jena munduk ketika ayahnya bangkit dari duduknya dan berjalan ke arahnya dengan wajah yang terlihat sangat marah.
Plak
Terdengar suara tamparan yang sangat nyaring, rupanya barusan Alan menampar Jena dengan kencang.