Arga adalah remaja SMA yang selalu terlihat ramah dan polos, bahkan dikenal sebagai kuli pikul yang tekun di pasar tiap harinya. Namun di balik senyumnya yang tulus, Arga menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang. Ia diam-diam menyelidiki siapa dalang pembantaian keluarganya yang tragis, terbakar oleh tekad balas dendam yang membara. Perjalanan mencari kebenaran itu membawanya bertemu dua gadis tangguh bernama Kinan dan Keysha, yang ternyata juga anak-anak mafia dari keluarga besar yang menyamar sebagai murid SMA biasa namun tetap memiliki jiwa petarung yang kuat di sekolah. Bersama ketiganya, kisah penuh intrik, persahabatan, dan konflik berseteru di dunia gelap mafia pun dimulai, menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi jauh di balik wajah polos mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komang basir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dari balik pintu
Keysha mengangguk, tangannya mengepal, siap menghadapi apapun yang menanti. “Kalau dia memang seperti yang kamu bilang… kita harus siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Tidak ada lagi jalan mundur untuk kita,” jawabnya, suara penuh tekad.
Mereka melangkah lebih dekat ke rumah tua yang paling mencolok itu—bangunan yang gelap, sunyi, dan seolah menantang siapa pun untuk masuk. Dari balik jendela yang pecah, sesekali terdengar bunyi ringan, seperti sesuatu bergerak di dalam.
Kinan tersenyum tipis, matanya berkilat penuh antisipasi. “apakah kamu sudah Siap… karena malam ini kita akan tahu siapa sebenarnya Arga. Dan aku penasaran… seberapa buas dia sebenar nya. ”
Setelah sampai di depan rumah yang terasa seperti sarang Arga, Kinan dan Keysha berhenti melangkah. Kedua mata mereka menatap bangunan tua itu dengan tajam, seolah menilai setiap detailnya—dari jendela pecah hingga cat yang mengelupas.
“Arga, halo… kami sudah datang,” ucap Kinan, nada suaranya manja, bibirnya membentuk senyum tipis yang sulit ditebak.
Keysha menatap Kinan dengan mata setengah menahan emosi, setengah frustrasi. Ia tahu betul sifat sahabatnya—selalu suka menggoda, selalu ingin menarik perhatian, bahkan di situasi paling serius.
“Kin, malam ini kita datang bukan untuk bercanda, tapi untuk bertarung,” tegas Keysha, suaranya penuh kepastian, menekankan arti serius dari malam itu.
Kinan cemberut, kedua kakinya menghentak tanah seperti anak kecil yang sedang marah. Pipi mungilnya memerah, matanya menatap Keysha penuh protes, namun tetap menggemaskan.
“Tapi… Arga itu pria yang aku impikan Key. Aku suka sama dia,” ucap Kinan, wajahnya memelas dan matanya sedikit berbinar, meski ketegangan di sekelilingnya masih terasa.
Keysha hanya bisa menggeleng kepala, menghela napas berat. Ia tahu, begitu Kinan menyukai seorang pria, urusan itu tidak akan pernah sederhana. “Hati-hati Kin… kalau kamu benar-benar terlalu suka sama dia, bisa-bisa pria itu nanti… trauma. Bahkan mungkin akan berurusan dengan masalah besar karena kamu,” bisik Keysha, nada suaranya tegas tapi lembut, seperti peringatan sekaligus nasihat.
Kinan tersenyum tipis, meski masih sedikit cemberut, matanya tetap memancarkan rasa penasaran dan tantangan. “Aku nggak peduli. Malam ini aku akan lihat sendiri seberapa buas pria yang suka bersembunyi di balik senyum polos nya itu” ucapnya, nada manja tapi penuh semangat, seakan menantang nasib.
Keysha menatap sahabatnya, mengetahui ia tidak bisa membendung Kinan ketika sudah memutuskan sesuatu. Dengan satu tarikan napas panjang, ia melangkah lebih dekat ke pintu rumah tua itu, mempersiapkan diri untuk pertarungan yang bakal segera dimulai.
Namun sebelum mereka benar-benar masuk, saat tangan Kinan baru saja menyentuh gagang pintu, suara berat menggema dari dalam rumah.
“Tunggulah aku di luar. Kalian berdua memang wanita yang tidak tahu arti dari kata sabar.”
Sekejap, langkah Keysha dan Kinan terhenti. Mereka saling melirik, lalu perlahan mundur menuruni tangga, menunggu. Dari halaman depan rumah yang remang, pintu berderit terbuka, memperlihatkan sosok Arga.
Namun kali ini bukan Arga polos yang biasa mereka lihat di sekolah. Yang muncul adalah Arga dengan aura haus darah, sorot mata tajam penuh ancaman, tubuhnya hanya terbalut celana selutut, memperlihatkan otot-otot tegang yang berkilat di bawah cahaya bulan.
“Maaf sudah membuat kalian menunggu lama,” ucap Arga datar, langkahnya pelan tapi penuh wibawa, muncul dari kegelapan rumah seolah seekor predator keluar dari sarangnya.
Kinan yang melihat sosok itu langsung tersenyum lebar, wajahnya berbinar seperti anak kecil mendapat mainan baru. Pipi merona, tatapan matanya jelas terpikat pada sisi bengis Arga. “Arga… sini peluk aku,” ucapnya manja, langkah kakinya mulai maju tanpa pikir panjang.
Namun sebelum ia sempat mendekat, tangan Keysha dengan cepat menarik lengan Kinan. “Kin, jangan gegabah!” bentaknya lirih, sorot matanya tetap terpatri pada Arga, penuh kewaspadaan.
Arga menatap keduanya, senyumnya tipis, namun tatapannya menusuk. “Menarik… satu ingin memelukku, satunya ingin melindungi. Tapi pada akhirnya, malam ini… kalian berdua akan tetap menjadi mangsa di hadapan ku.”
Kinan menggigit bibirnya, senyumnya tidak luntur sedikit pun. Justru semakin terpikat. “Lihat Key… dia makin seksi kalau sedang bengis seperti itu.”
Keysha menahan kesal sekaligus panik, mencengkeram lengan sahabatnya lebih erat. “Kin! Fokus! Ini bukan saatnya bercanda.”
Arga melangkah maju ke arah mereka, tanah berderit di bawah telapak kakinya. Suasana hening, hanya suara malam dan degup jantung mereka bertiga yang terasa.
“Baik, jika itu maumu,” jawab Kinan, kali ini nadanya serius. Senyuman manja yang tadi mengembang kini berubah menjadi tatapan tajam penuh antisipasi.
Keysha yang melihat perubahan sikap Kinan segera melepaskan cengkeramannya. Ia tahu, saat sahabatnya sudah memutuskan untuk serius, peringatan apa pun hanya akan jadi sia-sia.
“Kamu memang lelaki idamanku Ar…” Kinan melangkah maju, wajahnya tetap memancarkan keyakinan bercampur godaan. “Tapi sebelum kita pacaran, aku mau mengetesmu terlebih dahulu. Kalau kamu menang, akan ku jadikan kamu pacar terbaikku. Tapi kalau kamu kalah… maka peti mati yang akan menunggumu.”
Ucapan itu meluncur dingin namun dengan senyum khas Kinan yang ambigu.
Arga terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. Senyum itu bukan sekadar meremehkan, melainkan seolah menerima tantangan tanpa gentar sedikit pun. Ia menghentikan langkah, tubuhnya tegap, sorot matanya menusuk dua lawannya.
Ketiganya kini saling bertatap, hawa di sekitar seolah semakin berat. Udara malam yang dingin bercampur dengan ketegangan yang mencekik.
Namun dari atas salah satu rumah di perumahan itu, sepasang mata asing memperhatikan. Di atas genteng, sosok wanita bertopeng duduk bersila. Bulan separuh menyinari tubuhnya yang tertutup pakaian hitam ketat.
Dialah wanita misterius yang pernah menyerahkan koper berisi uang pada Arga. Kini ia hadir kembali, diam, hanya menjadi penonton. Tatapannya tajam di balik topeng, seolah ingin menyaksikan kehebatan Arga sekali lagi.
Keysha merasakan sesuatu, bulu kuduknya berdiri. Ia sempat melirik ke atas, namun tidak menemukan apa-apa selain bayangan samar. Sementara itu, Kinan tetap fokus pada Arga, bibirnya menyeringai kecil.
“Ayo Arga,” ucap Kinan penuh tantangan. “Buktikan kalau kau benar-benar binatang buas yang kini sudah keluar dari kandangmu.”
Arga menunduk sedikit, lalu mendongak kembali, sorot matanya kini lebih dingin. “Kalau begitu… kalian jangan pernah sampai menyesal dengan apa yang akan ku tunjuk kan malam ini.”
Dengan gerakan perlahan, Arga merendahkan tubuhnya, kaki terbuka membentuk kuda-kuda kokoh. Tangan kanannya terangkat ke depan, melambai seakan memberi isyarat bagi mereka untuk menyerang lebih dulu, sementara tangan kirinya terjulur ke belakang sebagai penyeimbang.
“Silakan, kamu yang duluan,” ucap Kinan dengan senyum penuh percaya diri, tatapannya tajam seperti menantang.
Arga membalas senyuman itu, lalu tanpa aba-aba melesat ke depan secepat kilat. Dalam sekejap ia sudah berada di tengah mereka, gerakannya lincah nyaris tak terlihat. Kedua tangannya menghantam dada Kinan dan Keysha sekaligus.
Bugh! Bugh!
Namun reaksi mereka sama cepatnya. Kinan memutar pergelangan tangannya, menepis pukulan dengan telapak tangan terbuka, sementara Keysha menggeser bahu dan menangkis dengan lengan bawahnya. Keduanya terdorong setengah langkah ke belakang, sepatu mereka berdecit di atas tanah berkerikil.
Arga berdiri kembali di posisi tegap, wajahnya datar tapi matanya berkilat. “Bagus… kalian tidak selemah yang kukira.”
Kinan terkekeh pelan, bibirnya melengkung nakal. “Kalau aku lemah, bagaimana mungkin aku bisa memilih lelaki idaman? Kau pikir aku akan jatuh hati pada pecundang?”
Keysha, berbeda dengan Kinan, mengencangkan kuda-kudanya, wajahnya serius tanpa senyum. Ia tahu satu serangan Arga barusan sudah cukup membuktikan kekuatan luar biasa yang tersembunyi di balik sosok polosnya di sekolah.
Suasana makin menegang. Arga mengangkat tangannya lagi, kali ini matanya tak berpaling ke salah satu—ia menantang keduanya sekaligus.
“Kalau begitu…sekarang giliran kalian yang harus menyerang. Tunjukkan bahwa kalian pantas berdiri di hadapanku.”
Kinan melirik Keysha sekilas, senyumnya kian melebar. “Key kau sudah siap kan? Malam ini kita bukan cuma bertarung… melainkan kita sedang menilai calon kekasihku.”
Keysha mendengus kesal, tapi tanpa menjawab, ia mencondongkan tubuhnya ke depan, siap meluncur.
Arga tersenyum tipis, menundukkan kepala sedikit. “Ayo… buat lah aku merasa senang.”
Kedua wanita itu melesat bersamaan, tubuh mereka seperti bayangan yang berkelebat dalam kegelapan perumahan. Keysha dengan langkah keras dan teratur, Kinan dengan lincah dan liar. Serangan mereka datang tanpa jeda—tinju, tendangan, tebasan tangan, semuanya mengarah ke tubuh Arga dari segala arah.
Bugh! Bagh! Whuush!
Keysha menendang dari bawah ke arah perut, sementara Kinan melompat menebas dari atas dengan kaki lurus. Belum selesai, Kinan memutar tubuhnya mencoba menghantam dari samping, disusul Keysha yang menyerang lurus ke depan.
Tapi Arga… tetap berdiri dengan tenang. Gerakannya bukan membalas, melainkan hanya menepis dan menghindar. Lengan kanannya berputar cepat menangkis tendangan Kinan, sementara bahunya sedikit menunduk untuk menghindari pukulan Keysha. Sesekali ia bergeser satu langkah ke samping, membuat serangan keduanya hanya mengenai angin.
Suara hantaman demi hantaman menggema, tapi tidak satu pun benar-benar mengenai tubuh Arga. Ia seperti bayangan yang selalu satu langkah di depan, menghindar dengan presisi tanpa membuang tenaga.
Kinan mendengus, keringat tipis mulai muncul di pelipisnya. “Tch… dia bahkan belum serius!”
Keysha menggertakkan gigi, matanya semakin tajam. “Kalau begini terus, kita hanya akan terlihat seperti sedang menari di hadapan singa.”
Arga tersenyum kecil, masih tanpa melancarkan satu pun serangan balik. Nafasnya stabil, langkahnya ringan. “Apa ini yang kalian sebut dengan serius? Atau kalian memang hanya bisa berisik tanpa menunjuk kan hasil?”
Kinan berhenti sejenak, menatap Arga dengan tatapan yang campur aduk antara kagum dan kesal. “Kamu memang benar-benar lelaki yang berbahaya…” ucapnya sambil menyeka keringat di dagu, lalu kembali memasang kuda-kuda.
Sementara itu, dari atas genteng, wanita bertopeng yang memperhatikan pertarungan hanya mengangguk pelan, seolah puas melihat bagaimana Arga menahan diri. “ternyata kamu memang cocok Ar, orang seperti kamu lebih bagus gabung dengan aku, bukan sama orang lain” gumamnya lirih.
Setelah beberapa menit serangan deras tanpa henti, Keysha dan Kinan terpaksa mundur dua langkah. Nafas keduanya mulai berat, dada naik turun cepat. Meski tubuh mereka lentur dan gerakan masih bertenaga, namun tatapan mata keduanya jelas memperlihatkan satu hal—frustrasi.
nunggu banget nih lanjutannya