Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhenti bekerja
"Mas Galih, antar aku ke tempat pak Beni dulu, ya!" ucap Arumni saat Galih baru keluar dari ruang rawat ibunya.
Senyum Galih mengembang, betapa Galih sangat bahagia saat Arumni meminta bantuannya, dan baru itu kata-kata manisnya sejak Galih pulang ke rumah. Galih mengangguk, "iya!" jawabnya.
Arumni tersenyum, lalu berjalan mendahului Galih. Ada perasaan bahagia dalam hati Galih, ia tersenyum lalu mengekor di belakang Arumni.
Arumni memasuki mobil tanpa menatap, meskipun Galih berusaha sabar dan menerima. Namun usaha Galih menyenangkan hati Arumni seolah hanya sia-sia saja.
"Arumni, apa kita tidak bisa berusaha seperti dulu lagi? apa kamu tidak ingin kita terus bersama?" Galih mencoba membuka obrolan.
"Kita lihat saja bagaimana nanti ya, mas? saat ini aku akan fokus sama ibu dulu."
Hening!
Entah harus berkata apa lagi, agar Arumni dapat kembali seperti dulu. Berbagai upaya Galih dalam membujuk sang istri, hanya akan membuatnya merasa seperti dihukum, setiap jawaban yang keluar dari bibir Arumni, laksana belati yang mencabik-cabik hatinya. Masalah semakin sensitif, terlebih kini Galih sedang terbakar api cemburu pada pria muda berparas rupawan, dan berpangkat IPTU.
Mereka pun sampai di depan kedai pak Beni, Arumni membuka sabuk pengaman dan segera ingin cepat turun. Namun Galih mencegahnya. "Tunggu dulu, Arumni!" Galih mengenggam erat tangan Arumni.
"Lepas, mas! kamu tidak perlu sekuat itu untuk menghentikan aku! katakan saja, ada apa?" ucapnya santai.
"Tidak, Arumni! aku tidak bisa melepas mu begitu saja, sebelum kamu berjanji akan memperbaiki hubungan kita kembali!"
Arumni memutar-mutarkan tangannya agar terlepas, namun genggaman Galih semakin kuat.
"Sejauh mana hubungan mu dengan polisi itu?" Matanya merah dan berair.
Manik hitam Arumni membulat, sesungguhnya ia tidak tahu apa maksud dari pertanyaan suaminya itu. "Lepaskan aku, mas! kamu menyakiti tangan ku!"
"Tapi Arumni... "
"Asal kamu tahu saja, mas! aku tidak serendah itu!" tegasnya. "Kalau pun suatu saat aku akan menjalin suatu hubungan dengan pria lain, itu hanya akan terjadi setelah aku sudah lepas darimu!"
Galih melepaskan genggamannya, gambar tangannya tampak jelas dalam balutan warna merah di lengan Arumni. "Maafkan aku, Arumni!"
Arumni menampilkan senyum getir di wajahnya. "Terlalu sering kamu meminta maaf, mas! aku rasa stok maaf ku sudah hampir habis!"
Arumni menutup mobil dengan sangat keras, entah mengapa pria yang ia kenal dulu begitu lembut, dan perhatian, kini jadi kasar dan tidak mempercayainya.
Mobil Galih berlalu begitu saja, saat terpaju dengan kecepatan tinggi, Arumni masih berdiri menatap hingga mobil Galih menghilang di ujung jalan. Arumni hampir mati rasa pada Galih seorang pria yang dulu sangat ia cintai.
Tak ingin larut dalam perasaannya, Arumni pun melangkah masuk ke dalam kedai pak Beni.
"Arumni! kamu lama sekali datangnya?" tanya Binar saat Arumni baru saja masuk.
"Maaf Binar, ibu sedang sakit dan mas Galih baru saja berangkat."
"Ya sudah, ayo bantu aku! nanti malam akan ada rombongan yang datang, kata pak Beni."
Arumni pun bekerja di kedai pak Beni untuk terakhir kali, ia akan fokus merawat ibu mertuanya sampai sembuh, baru akan memikirkan hal lain.
**
"Adit, besok pagi mama akan kembali ke Bandung, mama tunggu kabar baiknya, ya? kamu jangan sibuk terus, sediain waktu juga buat lebih dekat sama Arumni." ucap mama Alin sambil mengemasi barang yang akan dibawa ke Bandung.
"Iya, ma. Tapi sepertinya kakak Arumni, tidak menyukai ku."
"Kamu bisa mulai dengan mendekati orang tuanya, Adit! Soal kakaknya kamu urus belakangan, yang penting Arumni dan orang tuanya. Dekati pak Arif, beliau pernah jadi guru mu kan?"
Adit mengangguk. "Iya, ma."
Adit berpikir, Arumni bekerja sore hingga malam, jadi Arumni akan ada di rumah saat siang. Mungkin waktu yang tepat adalah hari minggu, saat pak Arif juga sedang libur. Malam ini Adit akan bertugas malam, jadi tidak ke tempat pak Beni, tapi biarlah niat baiknya pada Arumni akan ia tunda sampai hari minggu tiba saja.
**
Malam itu Arumni pamit keluar dari pekerjaannya, ia akan fokus untuk mengurus ibu mertuanya terlebih dahulu. Dengan berat hati pak Beni melepas kepergian Arumni, pak Beni sudah cocok dengan cara kerja Arumni dan juga Binar, Binar pun merasa berat karena belum pasti dia akan mendapatkan ganti seperti Arumni.
Sepulangnya Arumni dari kedai pak Beni, ia langsung ke rumah sakit untuk menjaga ibu mertuanya. Pak Arif yang tampak lelah, tidur bersandar di kursi, terbangun saat Arumni membuka pintu.
"Arumni, kamu baru pulang?" tanya pak Arif.
Bu Susi pun ikut terbangun, "Arumni, kamu pasti capek, istirahat lah di rumah, biar malam ini bapak yang menjaga ibu."
Arumni mengulas senyum. "Aku akan jaga ibu di sini, sampai ibu sembuh!"
"Maafkan ibu ya, Arumni? ibu jadi membuatmu repot."
Arumni duduk di tempat tidur bu Susi, sambil memegangi tangannya, Arumni berkata, "supaya ibu tidak membuat ku repot, ibu harus cepat sembuh!" ucapnya agar bu Susi memiliki rasa semangat dan tidak larut dalam kesedihan akibat hubungan Arumni dan Galih.
Seketika bu Susi memeluknya, menantunya itu begitu sangat baik dan perhatian, bu Susi tidak rela jika Galih melukai hatinya, meskipun Galih anak sendiri, namun bu Susi tetap lebih menyayangi menantunya itu.
"Beri kesempatan untuk Galih, Arumni. Ibu tidak sanggup melihat kalian seperti ini terus."
"Bu, semua diluar kendali manusia, aku pasti berusaha, dan aku sudah berusaha sampai pada detik ini, aku masih bertahan. Bahkan jika bapak tidak ke Jakarta waktu itu, aku akan diam dan menahannya sendiri." Lirihnya dalam dekapan sang ibu.
"Arumni...?" tangis bu Susi pecah. "Tapi ibu tidak rela kamu sampai pisah sama Galih, kamu anak ibu, bukan anak bu Sari lagi!"
Pak Arif meninggikan kaca matanya demi menyeka butiran krisal yang hampir meleleh ke pipi.
"Ibu harus sembuh dulu ya, bu! jangan berpikir yang aneh-aneh dulu, aku akan berusaha semampu ku ya, bu?"
Bu Susi tidak rela jika terjadi perpisahan diantara mereka dan Arumni akan jauh darinya. Arumni sudah seperti anak sendiri bagi bu Susi, begitu pun dengan pak Arif yang selalu menganggap Arumni seperti anak perempuannya sendiri. Namun saat melihat situasi yang semakin hari semakin memanas, membuat pak Arif dan bu Susi seperti tidak ada harapan lagi dengan hubungan mereka.
Arumni berharap kedua orang tua Galih akan siap dengan langkah apapun yang akan Arumni ambil untuk hubungannya. Karena harapan untuk tetap bersama Galih seolah sudah setipis tisu. Bahkan kaca yang sudah retak, meskipun diperbaiki masih akan tetap terlihat retaknya, seperti jika Galih menceraikan Mita pun bagi Arumni tidak akan mengembalikan perasaannya seperti dulu lagi.
...****************...
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi