Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 20
Faaz akan berangkat ke Singapura langsung dari rumah sakit pusat kota Depok. Semua berkas rujukan telah usai dibuat Fahmi dengan bantuan Hanggini, tinggal menunggu kesiapan Faaz.
Tugas Saka sekarang adalah pergi ke Kampung Jenggalaーrumah Faaz, untuk mengambil segala keperluan berupa pakaian dan lainnya yang akan dibawa Faaz ke negara tetangga.
Diantar Fahmi dengan motornya, sekarang Saka dan pria itu sudah memasuki gang.
Beberapa jarak tersisa menuju sampai ke kediaman ....
"Stop dulu, Bang!"
Tepukan tangan Saka di pundaknya otomatis menghentikan laju motor yang dikendarai Fahmi, pria sepupunya Faaz itu lantas bertanya, "Ada apa, Sak?!"
Telunjuk Saka melewati wajah Fahmi dari samping, memanjang ke depan. "Itu ... mereka itu siapa, Bang?"
Lama tinggal di kampung itu, Saka tak pernah sekali pun melihat mereka.
Dari ujung telunjuk Saka, Fahmi menyorot setitik arah di depan sana. "Iya ya, Sak. Kok berenti di depan pager rumah Faaz? Ampe gerombolan gitu?"
Ternyata Fahmi pun tak mengenali, jadi orang-orang itu bukan saudara mereka.
Jeep hitam, menurunkan segerombol pria dengan tampang-tampang tak bersahabat, memasuki kediaman Faaz setelah beberapa saat menelisik ke dalam dan mereka saling melempar pandang.
“Kok perasaan Bang Fahmi gak enak ya, Sak?"
“Saka juga, Bang.”
Sepemikiran, akhirnya Saka yang membuat keputusan, “Bang Fahmi tunggu di sini. Saka samperin ke sana.”
“Eh, jangan, Sak! Gimana kalo mereka bukan orang baek-baek! Tampangnya aja serem semua.” Fahmi tak setuju, tapi Saka sudah turun dari boncengan.
“Gak apa, Bang. Saka intip dari pinggir pager aja dulu. Kalo beneran ada yang gak beres, Saka tereak.
Fahmi diam berpikir. Dia sangat tahu, Faaz punya banyak musuh di masa lalu, jadi bukan tak mungkin orang-orang itu pun bagian dari musuh yang disebutkan.
Kelamaan mikir, Fahmi baru sadar kalau Saka sudah gerak menjauh.
“Sak! Saka!” seru panggilnya, seraya melambai-lambai tangan berusaha mencegah.
Sayangnya Saka sudah tidak bisa dicegah.
“Anak itu beneran mirip Faaz, suka gak dengerin apa yang gua bilang!” Akhirnya Fahmi yang lumayan penakut ini hanya mengalah.
Di posisi Saka.
Langkah terayun pelan dengan gerakan mengendap ala pencuri. Seperti yang dikatakannya pada Fahmi, akan mengintip dulu dari luar pagar yang terhalang pohon pepaya jepang.
Terlihat, mulanya orang-orang itu mengetuk, sampai tiga kali mengulang tidak ada sahutan, lalu berubah jadi gedoran.
“Lampunya gelap, kayaknya ini rumah kosong," kata salah seorang sambil mengamati melalui celah gorden, mengintip di kaca ke bagian dalam.
“Tapi bener 'kan ini rumahnya?” tanya satu lainnya sambil melihat-lihat samping bersebrang posisi Saka.
“Bener kok. Kampung Jenggala, RT 5 RW 2 nomor rumah 78.” Lainnya menjawab sembari melihat ke bagian panel nomor rumah di samping pintu.
Jumlah mereka lima orang.
Satu yang sedari tadi diam, akhirnya membuat keputusan.
“Kalo bener ini rumahnya, kenapa harus nunggu yang punya. Kita gak punya waktu! Bos akan marah kalo yang kita lakukan cuma bergosip.”
BRAK!
Saka terperanjat. Orang itu mendobrak pintu. Hanya sekali saja pintu sudah melebar, kalah oleh tendangan.
Kemudian mereka langsung menyerbu rumah.
“Cari di mana pun! Sisir semua ruangan! Kalo ada yang menghalangi, hajar!"
Seruan itu cukup jelas untuk sampai ke telinga Saka. “Sebenernya apa yang mereka cari?"
BRAK BRUK PRANG BRAK!
Dalam sesaat, bunyi-bunyi gaduh dari dalam rumah mengempas kebisuan malam.
“Bisa ancur rumah Bang Faaz.” Saka cemas, lalu berpikir, setelah meraih hasil berupa keputusan singkat, dia menegakkan badan. “Masa iya gua biarin aja.”
Keputusannya adalah ....
HAP!
Melompati pagar dan mendarat tanpa suara debam dari kakinya. Jika melalui pintu utama pagar, akan kelihatan dari dalam rumah, karena Saka punya sebuah cara.
“Gua matiin dulu lampunya.”
TAK!
Listrik rumah itu dimatikan Saka melalui kilometer yang ada di luar.
“Woy! Mati lampu!”
Mereka yang di dalam sekejap gaduh, pasti mengira lampu mati karena pemadaman.
“Pake senter hape, Bodoh! Kita harus cepat temukan bukunya!”
Melebar mata Saka sekarang, langsung paham apa yang dicari mereka. “Jadi ini yang dimaksud Bang Faaz. Orang-orang ini incer bukunya. Dan dipastiin, mereka orang-orang Agra Badawi.” Ingat nama itu yang menghancurkan masa depan Faaz, tatapan anak muda ini menjadi kelam.
Tidak banyak waktu untuk main asumsi yang jelas kurang faedah, Saka mengepalkan dua telapak tangan, lalu melangkah ke dalam rumah dengan kepercayaan diri sepenuh langit.
Satu orang tengah mengacak-acak nakas, semua benda di sana dibuat jatuh berserak di atas lantai termasuk tempat lilin kesayangan Faaz.
Lalu ....
JEDAG!
BRUK!
“Hey! Kenapa tendang gue, Sialan!"
Dalam keremangan karena ponsel dengan senter menyala ikut terlempar, orang ini mengira diserang rekannya sendiri.
Di titik-titik berbeda, yang lain yang tengah melakukan hal serupaーmencari secara acak, langsung melengak mendengar teriakan dari ruangan tengah.
“Kenapa tu si Brewok?!"
“Gak tahu gua. Paling kesandung."
“Ya udah terusin cari.”
Percakapan dua orang ini terjalin di dalam kamar paling pojok berdekatan dapur, ruang kamar Faaz.
Tapi suara itu terdengar lagi, suara pukul dan erangan sakit dari ruangan tengah.
Satu yang dari dapur tergopoh. “Kenapa sih, lu?!” tanyanya, lalu melebarkan mata saat dia dapati rekannya sudah dalam keadaan nahas tak sadarkan diri. “Wok!”
Baru dia akan berjongkok untuk memastikan keadaan rekan bernama Brewok ....
DAG!
Sebuah tendangan mendarat di punggungnya hingga tersungkur membentur sebuah meja. Auto mengaduh sakit.
“Bajingan!” teriaknya, menoleh dan mendapati sesosok laki-laki berhoodie hitam berdiri menjulang di dalam remang.
Saka!
Sebat dia maju mengindahkan pria kedua.
Kali ini, orang itu berhasil bangkit. Pergulatan terjadi hingga memancing tiga orang lainnya berkumpul ke tengah ー posisi Saka.
“Wah, siapa keparat ini?!”
Saka bangkit menegakkan badan setelah menumbangkan orang kedua, hadapnya kemudian dia luruskan ke satu arah di mana tiga pria lainnya berjejer.
“Muka tua semua, tapi akhlak kek bocah autis. Acak-acak rumah orang gak pake otak.”
Dari suara mudanya, bisa tertebak sebanyak apa usianya di muka bumi.
Kalimat-kalimat songong yang diucapkan Saka itu tak lantas membuat tiga orang yang tersisa ini tercoreng harga dirinya. Mereka sudah biasa.
“Siapa bocah sinting ini?”
“Yang jelas dia mau dipukul.”
“Jangan panggil aku anak kecil, Paman!" Saka berlagak, meniru tokoh kartun India anak kesayangan Ladu Singh yang di tipi itu.
“Gak guna kalian ajak bicara! Cepet bekuk dia!”
Langsung dua orang maju menyerang Saka dua detik setelah komando gertakan dari pria yang sepertinya punya posisi lebih tinggi dari keempat rekannya.
Saka langsung bermain kecepatan tangan, menangkis kiri dan kanan serangan pukul dua orang pria yang belum pantas disebut tua. Sesekali kakinya juga ikut berperan.
Semua barang-barang dalam ruangan semakin kacau berserak-serak meninggalkan posisi baik.
Tidak butuh waktu lama untuk Saka menumbangkan dua orang itu. Mereka terpental ke dua titik berbeda dengan jarak ambruk setengah menit.
Sisa satu orang lagi.
"Bocah SIALAN!"
Membawa kesiapan, pria terakhir itu maju menyerang Saka. Sebuah meja kayu diangkatnya ke atas kepala, lalu dilemparkan ke arah Saka.
BRAKKK! PRANGG!
Meleset, berakhir membentur kaca jendela dan memecahkannya.
“Bajingan kecil!”
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏