"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Apa Mungkin Menyerah?
..."Semua yang sudah terjadi tidak mungkin untuk bisa di ulang kembali. Dan kita tidak bisa memilih kepada siapa hati kita akan mencintai, karena cinta tidak membutuhkan alasan untuk menyukai. Namun, perlu pengorbanan ketika, cinta itu tidak sesuai dengan imajinasi."...
...~~~...
Pagi harinya Ayah Muhtaz mengadakan acara makan pagi di taman belakang rumah bersama keluarga besarnya dan juga kedua orang tua Alya. Kebetulan hari ini adalah hari minggu, sehingga semua anggota keluarga ada di rumah. Maka dari itu, Ayah Muzaki mengambil kesempatan itu dengan sangat baik.
Walupun demikian, mengundang seorang ustaz yakni Ustaz Ilham selaku besannya itu cukup sulit karena jadwalnya yang padat. Akan tetapi, beliau tetap bisa meluangkan waktu untuk datang ke rumah Ayah Muzaki bersama sang istri, sekalian untuk melihat putrinya di sana.
Sekarang keluarga besar itu sudah berada berkumpul di taman belakang rumah, dengan karpet yang di ampar atas rerumputan hijau. Dan Bunda Zahra sudah menyiapkan teh hangat, serta hidangan makanan yang sudah di masaknya di dapur, dengan di bantu oleh Alya. Sekarang keduanya saling membantu, dengan menyiapkan semua yang di perlukan.
Di taman itu sudah ada Ayah Muzaki, Oma Dina, Opa Reno, Rayan, Raihan. Dan tidak lupa juga, Ayah Muzaki mengundang orang tua kandungnya, yakni Oma Husnadan Opa Ridwan yang sedang berbincang bersama di sana, sedangkan para wanita bantu-bantu menyiapkan semuanya. Dan tidak jauh dari sana, ada Opa Hanum dan Opa Hasan.
"Oh ya, besanmu itu Ustaz Ilham dan istrinya belum darang ke sini?" tanya Opa Ridwan kepada Ayah Muhtaz, karena belum melihat keberadaan besan dari putranya itu.
Belum sempat Ayah Muhtaz menjawab, tiba-tiba saja sebuah mobil putih terparkir di halaman depan rumah mewah milik Ayah Muzaki yang berads di samping rumah Opa Reno dan Oma Dina, hasil dari kerja Ayah Muhtaz yang penuh perjuangan untuk bisa mewujudkan mimpinya membuat rumah dan keluarga yang bahagia bersama Bunda Zahra dulu.
Tiidd!
Suara klakson mobilnya terdengar sampai ke taman belakang rumah Ayah Muzaki yang tengah berkumpul itu.
"Nah itu katanya Ilham dan Alisha sudah datang, Bi." Ayah Muhtaz langsung menduga kedatangan besannya itu.
"Ah iya, itu mereka datang," balas Opa Ridwan begitu melihat Ustaz Muzakir dan Ustadzah Alisha tangah berjalan ke arahnya.
Sontak saja semua orang langsung menatap kepada kedua orang tua Alya, dengan di sambut oleh senyuman manis dari semua orang.
"Assalamualaikum, warahmatullahi wabarakatuh" ucap Ustaz Ilham besama sang istri kepada semuanya.
"Waalakumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semua orang di sana dan menyambut keduanya dengan sangat baik.
"Abi, Ummi," panggil Alya yang langsung menghampiri kedua orangtuanya dengan berlari kecil dan memeluk tubuh Ustaz Ilham dan Ustadzah Alisha.
"Alya, kaku baik-baik saja sayang?" tanya Ustazah Alisha kepada sang putri soraya mengusap lembut hijab yang di kenakannya.
Alya dengan cepat menganggukan kepalanya sembari tersenyum manis. "Iya Ummi, alhamdulilah Alya baik-baik saja di sini. Dan Bunda Zahra bersama Ayah Muzaki begitu memperlakukan Alya dengan sangat baik, sampai Alya tidak merasa kekurangan kasih sayang setelah tinggal di sini," jawabnya dengan berkata jujur dan menatap kepada kedua mertuanya.
"Alhamdulillah, Abi dan Ummi cukup sedang mendengarnya. Terimakasih banyak ya, Muhtaz, Zahra. Kalian sudah menjaga putri kita dengan sangat baik," ucap Ustaz Ilham kepada besan dari putrinya sekaligus sepupu dari Ustadzah Alisha.
"Iya sama-sama, Ilham. Kita akan selalu menjaga Alya, dia sudah seperti putri kita sendiri," balas Ayah Muhtaz dengan tersenyum begitupun Bunda Zahra yang berada tidak jauh dari suaminya itu.
Ustaz Ilham pun tersenyum setelahnya mendenger ucapan satu Ayah Muhtaz. Dan Alya pun segera mengajak kedua orangtuanya itu untuk gabung bersama yang lainnnya.
"Ayo Abi, Ummi. Duduk di sini," ajak Alya dengan mempersilahkan kedua orangtuanya untuk duduk di karpet yang kosong.
"Iya Mas Ilham, Alisha. Silahkan kalian duduk," timpal Bunda Zahra dengan menyambut kedatangannya dengan baik.
"Iya Zahra, terimakasih loh atas undangannya," sahut Alisha sembari tersenyum manis.
"Sama-sama Alisha, jarang-jarang juga kita bisa kumpul-kumpul kayak gini," ujar Bunda Zahra yang langsung di sambut dengan senyuman.
"Ini silahkan di minum tehnya, Ummi Abi," ucap Alya yang bergegas menyiapkan teh hangat untuk kedua orangtuanya.
Ustaz Ilham dan Ustadzah Alisha pun langsung tersenyum manis dan langsung menyeduh teh hangat itu pelan-pelan.
***
Setelah lama berbicaranya bersama, Alya yang awalnya duduk di samping kedua orangtuanya kini beranjak menghampiri sang suami yang memanggilnya dengan isyarat.
"Iya Mas ada apa?" tanya Alya karena sedari tadi Raihan mengerikan kode kepadanya untuk segera datang menghampiri suaminya itu.
"Sini, Mas kangen banget sama kamu," kata Raihan dengan merengkuh pinggang sang istri dengan begitu mesra dan di sana begitu banyak orang yang sudah berkumpul semuanya.
"Ih, Mas! Malu tahu masih banyak orang. Jangan kayak gini," ucap Alya yang tidak enak kepada semuanya karena begitu mesra di hadapan keluarga.
"Udah enggak papa, Mas soalnya kangen pelukan kamu. Jangan ke mana-mana lagi ya!" balas Raihan dengan sengaja mempererat pelukannya itu di pinggang sang istri.
Alya pun akhirnya tidak bisa apa-apa dan menurut kata suaminya, dengan tetep duduk di samping Raihan, dan menahan rasa malu karena Raihan sering kali mencium pipinya yang sudah pasti di lihat oleh para orang tua di sana.
Cup.
"Mas! Udah dong, aku malu tahu di lihat para orang tua," ujar Alya karena Raihan menciumi pipinya berulangkali.
"Enggak papa, para orang tua juga kan pernah muda. Dan wajar juga kita kan pengantin baru jadi harus romantis," kata Raihan yang malah sengaja menciumi pipi Alya berulang kali di depan orang tua yang tengah berbincang.
Cup. Cup.
Rona merah di wajah Alya begitu terlihat, karena Raihan terus kali menggodanya, dan juga berperilaku hangat kepada dirinya.
Pemandangan romantis itu tidak lepas dari pandangan Rayan. Hatinya tergores melihat itu, tepi ia tetep kuat melihat kedekatan Alya dan Raihan yang mulai semakin membaik. Padahal sebelumnya, keduanya bertengkar hebat hebat.
"Mereka semakin dekat dan romantis saja. Apa mungkin Alya dan Bang Raihan sudah berbaikan? Dan tidak mungkin Alya bersikap malu-malu gitu, jika sedang marah kepada Bangsa Raihan. Jika saja dugaanku ini benar, lalu bagaimana dengan aku? Apa mungkin aku harus mengarah sampai di sini saja? Melihat neraka begitu romantis, rasanya tidak mungkin lagi untuk aku memaksakan kehendakku. Dan sepertinya aku harus menjadi sejenak, meskipun tetep tidak bisa melihatmu bahagia denganku, setidaknya aku masih bisa melihat senyuman meismu bersama Bang Raihan, Alya." Rayan berucap di dalam hatinya dengan kata-kata yang membuat nasibnya begitu miris.
.
.
.