"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaimana Tuhan Mengatur Takdir Kita
Dua hari sejak dia pulang ke rumah orang tuanya, Arian benar-benar tidak kembali dan tidak ada kabar sama sekali. Akhirnya, Regina mencoba membiasakan diri tanpa kehadiran Arian di hidupnya. Karena mungkin cepat atau lambat, dia akan tetap sendiri pada akhirnya. Tanpa ada lagi Arian di hidupnya.
Namun, seperti sebuah usaha yang sia-sia, pagi ini Regina mendapatkan telepon dari Arian. Pria yang selama dua hari terakhir hanya mengirim pesan seadanya, tiba-tiba pagi ini meneleponnya.
"Hallo"
"Kau dimana?"
"Di Apartemen, aku mau pergi bekerja sekarang. Ada apa?"
"Aku di bawah, cepat turun biar aku antar kau ke Kantor"
Regina menghela napas pelan, kenapa harus saat ini dan seperti ini Arian bersiap padanya. Padahal Regina sempat berharap pria itu benar-benar pergi saja dari hidupnya dan tidak lagi muncul dalam hidupnya. Karena Regina tahu, semakin sulit dia lepas dari Arian, maka hatinya akan semakin sakit.
"Baiklah, aku turun sekarang"
Meski hatinya ingin sekali melupakan Arian, tapi sekarang dia tidak bisa melakukan itu. Apalagi dengan Arian yang malah kembali muncul.
Berada dalam satu mobil lagi, Regina hanya diam dengan melemparkan pandangan keluar jendela mobil. Tidak ingin bertanya apapun tentang kenapa Arian pulang ke rumahnya kemarin. Regina hanya ingin berdamai dengan keadaan dan dia berusaha untuk tidak terlalu dalam menyikapi hubungan tanpa status ini.
"Nanti sore datang ke rumah Kak Rean? Perayaan kehamilan istrinya" ucap Arian.
Regina langsung menoleh, dia mengangguk pelan sebagai jawaban. Tentu apapun yang terjadi, dia akan tetap datang karena acara ini adalah milik adiknya sendiri.
"Terima kasih" ucap Regina ketika dia sudah sampai di depan Perusahaan. Saat tangannya sudah ingin melepas sabuk pengaman, tapi ditahan oleh Arian.
"Marah?" tanya Arian dengan tatapan yang begitu lekat padanya. "Maaf karena aku membuatmu marah, tapi tolong tetap disini bersamaku. Jangan pernah berpikir untuk pergi ya"
Regina tidak menjawab, dia hanya mengangguk. Meski itu tidak menjamin sebuah jawaban yang sebenarnya baginya. Jelasnya, Regina tidak akan mengucapkan kata janji yang jelas tidak akan bisa dia tepati. Ketika saat ini dia juga tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya, dan jelas dia tidak akan bisa terus bertahan dalam keadaan seperti ini.
"Kita lihat saja, bagaimana Tuhan mengatur takdir kita"
Arian mengecup kening wanitanya dengan lembut sebelum membiarkan Regina pergi keluar dari mobilnya.
*
Suasana rumah sudah begitu ramai, Regina sudah memakai dres warna gelap untuk menghadiri acara ini. Berjalan dengan elegan ke dalam rumah, penampilannya benar-benar cukup memukau dan menunjukan jika dia adalah seorang wanita karir yang sebenarnya.
Regina langsung menghampiri adiknya dan suaminya disana. Memeluk Alea dengan lembut. "Hai, selamat ya atas kehamilan kamu Al. Sehat-sehat ya, jaga calon keponakan aku"
"Iya Kak, terima kasih"
Regina juga menyapa beberapa keluarga Rean disana. Ketika dia melihat keluarga Arian yang datang bersama Kakek dan Neneknya, juga Evelina. Regina tetap tersenyum pada mereka semua, seolah tidak ada yang terjadi, meski hatinya berdenyut sakit.
"Hallo Nyonya, Tuan, dan ... Nona Evelina?"
Evelina langsung tersenyum pada Regina dengan begitu cerah. "Kak, kita pernah bertemu 'kan?"
Regina tersenyum, senyuman elegan yang dia tunjukan. Mungkin siapa saja akan terpesona dengan senyuman itu. "Ya, aku pernah datang ke Perusahaan tempat kamu bekerja"
"Tapi kok, Kakak tahu namaku. Kita belum pernah berkenalan loh waktu itu"
Regina tetap tersenyum, meski sebenarnya dia juga gugup karena ketahuan sudah tahu lebih dulu tentang nama Evelina. Sementara mereka memang tidak sempat berkenalan saat itu.
"Ah, aku hanya tahu saja"
"Kalo begitu, tidak adil jika aku tidak tahu nama Kakak. Jadi, siapa nama Kakak?" ucap Evelina dengan mengulurkan tangannya.
Regina tersenyum, namun seketika senyumnya memudar saat dia melihat tas yang dipakai oleh Evelina. Itu adalah tas yang dibeli oleh Arian ketika mereka pergi ke Mal waktu itu.
"Kau mau beli untuk siapa?"
"Buat Sayangku"
Sekilas percakapan diantara Arian dan Regina saat itu, terlintas dalam ingatan. Regina langsung terdiam mengingat kata 'sayangku' langsung terucap dari Arian, dan itu artinya tas itu memang untuk Evelina. Karena sekarang dia yang memakainya.
"Kak?"
Regina langsung mengerjap pelan, dia kembali mengatur ekspresi wajahnya. Tersenyum pada Evelina dan menerima uluran tangannya.
"Regina"
"Ah, Kak Regina ya"
Regina hanya tersenyum saja, lalu dia melirik ke arah Arian yang sejak tadi diam saja, tapi Regina bisa menyadari jika tatapan matanya tertuju padanya.
"Em, baiklah aku permisi dulu ya"
Regina pergi menjauh dari keluarga itu, memilih mengasingkan diri di sebuah kursi dengan jendela dengan segelas minuman di tangannya. Menatap semua orang yang berada di rumah ini, semuanya terlihat begitu antusias atas kehamilan Alea. Malam ini, Alea yang menjadi bintangnya.
"Hai"
Regina langsung menoleh, dia terdiam melihat Athan berdiri disana. Dia adalah adik dari Rean, suami adiknya. Dan seseorang yang sempat bermasalah dengan Alea juga Rean. Namun sekarang, semuanya sudah terselesaikan.
"Ya?" Regina sedikit mengangkat satu alisnya, sebagai tanda tanya apa tujuan Athan menyapanya.
"Boleh aku duduk, melihatmu sendirian saja sejak tadi"
Regina hanya mengangguk kecil, dia membiarkan Athan duduk di kursi kosong sampingnya. Terhalang oleh meja bundar kecil diantara mereka.
"Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan denganmu" ucap Athan tiba-tiba.
Regina langsung menoleh, merasa tidak cukup akrab dengan pria ini. Hanya pernah bertemu beberapa kali saja ketika adiknya mengalami koma waktu itu. Tapi, sekarang tiba-tiba Athan ingin berbicara dengannya dan terlihat cukup serius.
"Bicara saja"
"Aku tahu kamu adalah keluarga satu-satunya yang Alea punya saat ini. Dan aku hanya ingin meminta maaf padamu, karena sudah membuat kehidupan Alea hancur. Aku yang lari dari tanggung jawab pada saat itu. Tolong maafkan aku"
Regina menatap Athan dengan menghela napas pelan. Dia mengerti jika apa yang pernah Athan lakukan di masa lalu adalah kesalahan cukup besar. Tapi, melihatnya sekarang yang sudah benar-benar menyesali semuanya. Dan yang terpenting bagi Regina adalah melihat adiknya yang sudah bahagia sekarang. Jadi, dia tidak perlu menuntut apapun lagi tentang masa lalunya. Terpenting adiknya bahagia.
"Semuanya sudah berlalu, biarlah berlalu. Sekarang jalani saja hidup yang sedang kita jalani. Yang terpenting bagiku adalah melihat Alea bahagia seperti sekarang. Masalah masa lalunya yang pernah membuatnya hancur, itu sudah menjadi hal yang berlalu. Jadi, jalani saja hidupmu juga Athan"
"Terima kasih Gin"
Regina tersenyum pada Athan, sudah tidak perlu menyimpan dendam karena sekarang bahkan mereka akan menjadi satu keluarga. Diantara Athan, Rena, dan Alea.
"Ikut aku!"
Sebuah tangan kekar tiba-tiba menarik kasar Regina dan membawanya pergi dari sana dengan sedikit paksaan.
"Kamu ini apaan sih Arian?"
Bersambung
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari