Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Devan.
Akhirnya hari itu tiba juga. Hari yang akan membuat hidup Devi hancur bak di neraka.
Sepanjang hari, dari subuh, sejak dia di dandani, jantung Devi terus menerus berdebar hebat. Perutnya bahkan merasa mual dan ingin muntah. Sungguh Devi rasanya tak sanggup lagi melanjutkan semua ini.
"Mbak..." panggil Devi pada Wulan.
Wulan mendekati Devi. Ya, di rumah ini hanya Wulan yang baik pada Devi. Mungkin karena dia merasa Devi bernasib sama seperti dirinya.
"Tolong aku," pinta Devi.
Wulan mendesah, "tolong apa, Dev? kalau bisa pasti aku tolong..."
"Tolong sediakan pisau di kamar ku," bisik Devi.
Wulan tampak tersentak, "untuk apa?"
Devi memejamkan mata sambil menggelengkan kepalanya. "Aku nggak sanggup mbak, kalau harus melakukan malam pertama dengan kakek tua itu. Lebih baik aku mati saja!" ucap Devi.
"Devi... ck.. huft... aku harus bagaimana..." Ucap Wulan dengan bingung.
"Tolong aku kali ini saja, aku cuma minta itu, mbak!"
Wulan menganggukkan kepalanya dengan lemah. Dan Devi lega karenanya.
Acara pernikahan berlangsung sangat mewah. Broto mengundang seluruh warga kampung untuk hadir. Dia bahkan mengadakan panggung dangdut sebagai hiburan warga. Semua tampak bersenang-senang kecuali Devi. Hanya Devi yang terus muram. Sepanjang acara dia terus memejamkan mata sambil membayangkan Devan. Dia ingin sekali bertemu dengan Devan untuk yang terakhir kalinya sebelum dia memutuskan untuk...
"Sudah malam, ayo kita ke kamar! biar mereka melanjutkan bersenang-senang tanpa kita," wajah Broto tampak bersemu merah, napasnya pun bau alkohol. Astaga, kakek tua ini tak ingat umur rupanya, masih berani minum alkohol hingga berbotol-botol.
Devi yang enggan mengikuti Broto, akhirnya di seret oleh bodyguard Broto agar masuk ke kamar pengantin yang telah di sediakan.
Devi langsung berlari menuju pojok kamar. Tangisnya pecah. Dia bersumpah lebih baik mati dari pada di jamah kakek tua mengerikan ini!
Devi membuka laci dan mendesah lega saat melihat pisau di sana. "Terima kasih Mbak Wulan..." lirihnya sambil mengambil pisau itu.
"Lagi opo, nduk? ayo ndang di mulai... aku wes pengen banget iki!" ucap Broto.
Devi berbalik dan melihat Si kakek tua sudah bertelanjang dada. Dia bahkan hanya memakai celana kolor yang tampak kebesaran. Menjijikan.
Dengan seluruh keberanian yang tersisa, Devi mengacungkan pisaunya, "Jangan mendekat! atau aku mau bunuh diri!" ancamnya.
Broto tersenyum smirk, "buat apa bunuh diri? lha wong mau di kasih kenikmatan, kok!" ucapnya sambil berjalan mendekati Devi yang terus menghindar dan berjalan mundur.
Tiba-tiba Broto berhenti, matanya terbelalak dan dia memegangi dada kirinya. Dan dalam hitungan detik dia tersungkur ke lantai diikuti jeritan Devi yang ketakutan.
Para bodyguard berlarian ke dalam kamar. Mereka melihat Broto yang tersungkur di lantai dan Devi yang memegang pisau. Dengan segera mereka menangkap Devi dan mengikatnya dengan tali, lalu menyerahkannya pada polisi.
***
"Kak, beri aku bir, dong!"
Ivan menatap Devan tajam, "umurmu belum boleh minum alkohol!" ucapnya.
Devan mendesah sambil menyugar rambutnya.
Telepon mu terus berdering! kamu nggak mau angkat?" tanya Ivan.
Devan menggeleng, "palingan dari lokasi syuting! aku sudah mangkir 2 hari..." Devan melipat kedua tangannya di atas meja dan membenamkan wajahnya di sana.
Ivan mendesah, dia sangat merasa kasihan pada adik iparnya itu. "Devi belum ada kabar?"
Devan menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum kecut. "Aku tolol sekali ya, kak? aku bahkan nggak tau rumah orang yang aku suka. Dia tinggal di mana aku nggak tau!"
"Kamu sudah tanya ke kampus Devi?"
Devan mengangguk, "Devi hanya mencantumkan alamat kosnya, bukan rumahnya yang di kampung. Telponya juga nggak aktif! lalu aku tanya ke seluruh kampus, nggak ada satupun orang yang berteman dekat dengan Devi," Devan mendesah.
"Aku datangi tokonya Dimas, dan dia bilang Devi di seret ayahnya untuk pulang!" Emosi Devan memuncak, dadanya naik turun menahan emosi. "Jantungku rasanya mau meledak karena aku nggak bisa berbuat apa-apa, kak! aku harus bagaimana?!" Devan kembali menunduk sambil menjedotkan dahinya beberapa kali ke meja bar.
"Dev! Devan jangan begini, pliss! ini minum ini, kakak buatkan kocktail dengan kadar alkohol yang paling rendah, tapi jangan bilang pada siapapun!" Ivan menggeser sebuah gelas kaca kecil ke arah Devan dan dengan cepat Devan mengambilnya lalu meminumnya hingga tandas.
"Lagi!" ucapnya sambil menyerahkan gelas yang sudah kosong itu.
Ivan berdecih, bingung. "Satu kali saja, setelah itu kau pulang ya! biar kak Ivan antar."
"Antar aku ke apartemen saja, apartemen yang mau di tinggali Devi... Devi!!!"
"Haduh, sudah mabuk lagi! bahaya kalau sampai dia pulang! bisa kena omel aku!" dumel Ivan.
Ivan terdiam sambil memikirkan Devi, dia benar-benar bingung harus bagaimana untuk membantu adik iparnya yang tampak menderita ini.
"Semoga Devi baik-baik saja, dan segera kembali ke sisi mu, ya Dev. Aku do'akan..."
"Devi... di mana kamu..." rintih Devan yang sudah tak sanggup bangun, dia pun tertidur di atas meja bar.
...
"Aku nggak bunuh Pak Broto!" teriak Devi dari dalam jeruji besi.
"Kamu yang pegang pisau! bagaimana bisa di bilang nggak bunuh?!" ucap Istri pertama Broto, di sampingnya ada Lintang yang tampak menangis sesenggukkan karena ayahnya telah tiada.
"Pak Polisi, bukankah Pak Broto meninggal karena serangan jantung? bukan karena tusukan pisau? berarti aku bukan pembunuhnya! pisau itu mau aku gunakan untuk bunuh diri! bukan untuk bunuh Pak Broto! tolong Pak Polisi! tolong bebaskan Saya!" ucap Devi.
"Sabar ya mbak, semuanya akan di proses di pengadilan. Karena sudah ada tuntutan dari keluarga korban. Kalau njenengan nggak bersalah, njenengan tenang saja, pasti di bebaskan, kok."
"Semoga kamu membusuk di penjara! dasar perempuan murahan! pih!" lintang meludahi Devi dan berjalan keluar dari kantor polisi, diikuti Ibunya.
Sedang Wulan yang berada di sana, berjalan mendekati Devi. Dia meraih tangan Devi yang mencengkram erat jeruji besi.
"Sabar Devi.."
"Mbak.. tolong aku bantu hubungi seseorang.. tolong bantu aku hubungi... Devan..." Devi mendesah pasrah. Dia benar-benar tak punya siapapun di dunia ini. Hanya Devan yang baik padanya, tapi bagaimana bisa Devi menghubunginya. Ponselnya tak ada dan dia tak mengingat dengan jelas nomer telpon Devan.
"Aku harus bagaimana... mbak..." rintih Devi sambil melorot dan duduk di lantai.
"Tenang Dev, nanti aku carikan pengacara buatmu, aku punya uang kok..." ucap Wulan menenangkan Devi.
Devi menatap Wulan dengan penuh rasa syukur, "aku pasti akan membalas kebaikan mbak Wulan! pasti!" ucap Devi.
Wulan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭