NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Status: sedang berlangsung
Genre:Si Mujur / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Cinta Murni
Popularitas:110
Nilai: 5
Nama Author: Dagelan

Kayyisa nggak pernah mimpi jadi Cinderella.
Dia cuma siswi biasa yang kerja sambilan, berjuang buat bayar SPP, dan hidup di sekolah penuh anak sultan.

Sampai Cakra Adinata Putra — pangeran sekolah paling populer — tiba-tiba datang dengan tawaran absurd:
“Jadi pacar pura-pura gue. Sebulan aja. Gue bayar.”

Awalnya cuma kesepakatan sinting. Tapi makin lama, batas antara pura-pura dan perasaan nyata mulai kabur.

Dan di balik senyum sempurna Darel, Reva pelan-pelan menemukan luka yang bahkan cinta pun sulit menyembuhkan.
Karena ini bukan dongeng tentang sepatu kaca.

Ini kisah tentang dua dunia yang bertabrakan… dan satu hati yang diam-diam jatuh di tempat yang salah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dagelan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19: Kegiatan Pacaran Pura-Pura… di Sekolah?

 

Begitu bel pulang pelajaran terakhir berbunyi, aku langsung ngeluarin napas panjang—lega banget sampe kayaknya paru-paruku mau keluar. Hari ini capek. Bukan karena pelajaran matematika yang kayak rumus zaman kerajaan Majapahit. meskipun itu juga pemicu stress, tapi karena… ya, satu nama: Cakra.

Udah tiga hari dia ajak aku makan, jalan, beli ini-itu, dan berlagak kayak pacar asli yang beneran sayang. Dan aku? Aku cuma bisa ikut kayak kucing kampung yang tiba-tiba diadopsi sultan—senang tapi juga takut salah gerakan sampe disuruh keluar dari istana.

Saat aku baru mau berdiri dari bangku kelas, ada bayangan tinggi muncul ke arah mejaku. Tidak salah tebak.

Cakra.

Dengan tangan di saku, wajah santai, dan aura “pangeran mau ngajak rakyat jelata jalan-jalan” yang nggak bisa ditahan—bahkan kalo dia cuma berdiri aja.

“Lo udah mau pulang?” tanyanya sambil ngelirik bukuku yang masih berantakan kayak gunung runtuh.

“Hmm iya… mau kabur sebelum tugas numpuk nyusul dan bikin gue jadi zombie sekolah.”

Dia ngangguk kecil. “Ikut gue dulu.”

“HAH? Mau ngapain?"

“Tenang.” Dia mendekat sedikit—terlalu sedikit bikin aku nahan napas. “Kita cuma ke kelas tambahan.”

Aku mengerutkan dahi. “Kelas lagi? Gue nggak tahu, jadwalnya.”

“Yap,” katanya singkat. “Lo ikut gue aja.”

Cakra nyengir kecil—senyum yang bikin aku mau ngelawan tapi gagal. “Udah gue masukin nama lo di grup, nanti lo lihat di hape lo.”

APAAN COBA.

“I-iya deh, terserah. Tapi makasih.…Ya udah,” gumamku dengan sekuat tenaga. “Tapi kalau gue mati kedinginan karena AC-nya terlalu dingin, lo yang tanggung jawab! Gue akan suruh orang tua gue minta ganti rugi!”

Dia cuma ngangguk sekali. “Gue bawain jaket.”

Sialan. Kenapa dia serajin itu sampai bikin aku nggak bisa ngomong lagi?

...***...

Ruangannya luas, wangi bunga apa gitu, dan terlalu mewah buat disebut kelas. Lampunya hangat kayak malam Natal, lantainya karpet tebal sampe langkah kaki nggak kedengeran, dan meja-mejanya berjarak rapi kayak ruang rapat perusahaan multinasional.

Begitu aku masuk, beberapa anak kaya langsung ngeliatin aku dari ujung kaki sampai ujung rambut—seperti melihat hewan langka yang muncul di taman kota. Ada yang bisik-bisik dengan suara yang samar tapi jelas.

“Eh itu Kayyisa? Yang dibonceng Cakra kemarin?”

Ada juga yang melongo sampe mata mau keluar. “Dia bisa masuk kelas VIP?!”

Aku cuma nyengir kaku sambil nunjuk ke langit, seolah bilang “bro, ini bukan maumu. Ini takdir yang bikin gue bingung juga.”

Cakra masuk di belakangku, dan suasana langsung hening—seperti ada raja yang masuk ruangan. Dia narik kursi di sebelahnya, ngomong dengan nada yang pas-pasan. “Sini.”

Aku duduk. Deg-degan. Memang, kursinya empuk kayak sofa hotel bintang lima—kalau aku tidur siang di sini mungkin nggak bakal bangun lagi sampai besok pagi.

Saat materi dimulai, aku mencoba konsentrasi. Benar-benar mencoba.

Tapi Cakra…

Cakra ini… nggak normal hari ini.

Dia nyatet, beneran nyatet, sambil jelasin rumus kecil ke aku pelan-pelan. Suaranya rendah, hangat, pelan, dan bikin aku ngerasa kayak lagi di-dubbing aktor drama Korea yang suaranya bikin hati jomlo meleleh.

“Ini gampang,” katanya sambil nulis di buku catatanku. “Lo tinggal pindahin variable-nya ke kanan, gini.”

Aku ngangguk-ngangguk sok paham. Padahal otakku cuma mikir. kok dia deket banget? kok bahunya kayak mau nempel ke bahu gue? kok tangan dia wangi parfum segar? kenapa aku jadi panik begini cuma karena dia ngasih tahu rumus?

“Tangan lo kaku.”

“Hah?!” Aku terkejut sampe pensilnya hampir terjatuh.

“Pegang pensilnya bener, gini.” Katanya sambil ngarahin jariku—dan YA AMPUN, tangannya hangat banget sampe bikin aku merinding.

Aku refleks geser kursi 0.2 cm ke belakang—sedikit banget tapi cukup buat jaga jarak. “Eh—gue bisa sendiri kok! Jangan sentuh!”

Dia cuma menatapku lama, mata dia sedikit menyipit. “Lo nggak usah tegang gitu.”

“Siapa yang tegang?!!! Gue ini santai banget!”

“Lo. Dari tadi masuk ruangan.”

Jawaban singkatnya bikin aku hampir melempar penghapus ke mukanya. Siapa yang bilang gue tegang?! Cuma… waspada aja sih!

Saat pengajar istirahat, aku langsung selonjorin kaki ke bawah meja dan hembuskan napas panjang—capek mental banget ngeliatin orang-orang kaya yang lihat aku kayak makhluk asing. Cakra juga bersandar ke kursinya, tapi matanya ngelirik aku terus—seperti memeriksa kucing baru yang tinggal di rumah.

“Kelas kayak gini capek, ya?” tanyanya.

“Capek… mental. Semua orang lihat gue kayak gue tersangka.”

Dia ketawa tipis—suara tawanya yang jarang keluar tapi bikin aku ngerasa gugup. “Tapi enak, kan? Ada AC.”

“AC? Kakiku udah beku. Tinggal dipotong jadi es batu buat minum es teh.”

Dia tiba-tiba berdiri tanpa bilang apa-apa.

“Nunggu sebentar.”

Aku bingung. “Lo mau ke mana? Jangan tinggalkan gue sendirian di sini! Gue takut salah ambil buku orang!”

“Ambil minuman.”

Dia balik dalam dua menit. Bawa dua cup coklat panas—bau coklatnya sedap sampe bikin ludah mau keluar. Untukku dan dia.

“Apa ini bagian dari kontrak?” tanyaku setengah bercanda, coba buat santai.

“Enggak,” jawabnya sambil natuin gelas ke arahku. “Gue cuma pengin ngasih. Kalau lo nggak mau, kasih gue.”

Aku buru-buru ambil gelasnya sebelum dia bisa tarik balik. “Siapa bilang nggak mau! Ini coklat kan? Gue suka!”

Dia senyum kecil. “Gue tau.”

Aku beneran mau pingsan. Kenapa dia ngerti suka gue? Kenapa dia bikin gue begini?

Saat kelas bubar, semua orang keluar dengan lirikan iri ke arahku—beberapa bahkan sengaja lewat lebih pelan, kayak mau mempelajari aku secara ilmiah: spesies manusia apakah yang berhasil duduk sebelah Cakra selama dua jam tanpa meledak?

Di luar ruangan, Cakra berjalan di sampingku. Dekat, tapi tidak terlalu deket—cukup buat orang lihat tapi nggak terlalu menonjol. Santai. Seperti kita memang biasa bareng.

“Gimana?” tanyanya pelan. “Terbantu nggak kelasnya?”

“A—lumayan,” jawabku, sambil nyedot coklat panas yang masih hangat. “Gue seneng bisa ngerasain karpet mahal walau cuma dua jam. Kayak jadi orang kaya sebentar.”

Dia ketawa kecil lagi. Suara tawanya semakin sering keluar hari ini.

Lalu ada jeda. Sunyi sebentar—hanya suara langkah kaki kita dan angin dari jendela.

Sampai akhirnya dia berkata, dengan suara yang lebih pelan:

“Besok kita ke kelas ini lagi. Trus… mungkin kita makan bareng. Di warung bakso yang kemarin.”

Aku menatapnya, senyum cekung. “Kegiatan kita itu padat juga, ya? Seperti jadwal kerja pegawai swasta.”

Dia menoleh sedikit ke arahku, matanya melihat ke mata aku. “Gue cuma pengin ngerasain hal-hal biasa.”

Lalu, dengan nada yang lebih pelan lagi—sampe aku harus mendengar dengan seksama.

“Sama lo.”

Dan sialnya—sangat sial—dadaku tiba-tiba hangat. Sangat hangat. Dia mau pegang lengan aku sebentar, tapi aku refleks mundur setengah langkah, ngomong dengan suara yang kaku. “Y-yaudah, tapi jangan terlalu cepet ya! Gue butuh waktu buat bersiap… secara mental!”

Dia cuma ngangguk, senyum tipis. “Oke. Sesuai keinginan lo.”

Duh, Tuhan. Tolong jaga hatiku yang ngenes ini. Jangan sampai salah jalan. Jangan sampai lupa ini cuma pura-pura.

 

✨ Bersambung…

1
Yohana
Gila seru abis!
∠?oq╄uetry┆
Gak sabar nih nunggu kelanjutannya, semangat thor!
Biasaaja_kata: Makasih banyak ya! 😍 Senang banget masih ada yang nungguin kelanjutannya. Lagi aku garap nih, semoga gak kalah seru dari sebelumnya 💪✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!