NovelToon NovelToon
Kanvas Hati

Kanvas Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ramadhan

Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19.

Matahari telah terbenam menyambut hadirnya malam. Suasana hening menyelimuti meja makan keluarga Alfian. 

Padahal baru sehari Fandy pergi dari rumah ini, tapi rasanya seperti sudah berhari-hari lamanya.

Cyra menatap sedih kursi yang biasa Fandy duduki. Papa dan mama saling menatap, seakan turut merasakan kesedihan putri kesayangannya itu.

“Sabar ya sayang, baru juga sehari ditinggal Fandy udah sedih banget gitu,” hibur papa sambil mengusap sayang kepala Cyra.

“Udah telepon atau kirim pesan lagi ke Fandy tadi sebelum turun ke sini?” tanya mama.

Cyra mengangguk lesu. “Udah Ma, tapi belum dibalas. Ponselnya gak aktif, aku telepon dari tadi gak bisa,” keluhnya.

“Dia lagi sibuk dan fokus melukis mungkin. Tunggu aja dulu sampai besok ya,” sambung papa.

“Mungkin ponselnya lowbat, karena sibuk melukis jadi Fandy lupa mengecasnya,” tambah mama.

Cyra menghela napas panjang. “Semoga aja semua dugaan Mama dan Papa benar adanya, awas aja kalau dia sampai gak kirim kabar lagi,” ketusnya sambil cemberut.

Papa dan mama tersenyum geli melihat sikap putrinya itu. “Baru juga sehari ya Ma, anakmu ini galau banget,” ledek papa.

“Anakmu juga Papa, anak kesayangan kita lho jangan lupa. Maklum aja, sepertinya sudah tumbuh benih cinta dalam hati Cyra.”

Papa mengangguk setuju. “Iya Ma, feeling aku juga mengatakan begitu.

“Apa sih Papa sama Mama? Jangan sok tahu deh.” Cyra mengelak ucapan orang tuanya.

Papa dan mamanya tidak berkata lagi, hanya tersenyum tipis. Lalu ketiganya melanjutkan makan malamnya hingga selesai.

***

Kini Cyra sudah terbaring di ranjangnya yang nyaman, mata indahnya menatap lama langit-langit kamar dengan sendu. Pikirannya melayang, membayangkan wajah Fandy.

Dia lalu meraih ponsel yang berada di meja kecil dekatnya. Mengecek pesan yang dikirim dan panggilan terakhir ke suaminya tadi. 

Sampai detik ini belum ada respon atau balasannya sama sekali. “Abang... kamu kemana sih? Mentang-mentang sibuk gak kabarin aku sama sekali,” tanyanya dalam hati.

“Minimal balas pesanku gitu atau telepon sebentar kasih tau kalau memang lagi fokus melukis,” omelnya.

Merasa kesal lama-lama karena ponsel suaminya tak kunjung aktif setelah dia mencoba lagi menelepon tadi. Ponselnya dia lempar begitu saja ke kasur.

Cyra lalu mengusap kasur sebelahnya. Bantal yang biasa dipakai Fandy dia ciumi dan Cyra hirup aroma tubuh yang masih tertinggal di sana. Tak terasa air matanya menetes, dirinya rindu Fandy.

Tak lama kemudian, Cyra tertidur meski mencoba menahan kantuk yang luar biasa. Dia tadi masih menunggu Fandy meneleponnya, tapi matanya sudah tak sanggup lagi dan terpejam akhirnya.

Pagi pun tiba, matahari seolah hangat menyapa disela-sela jendela kamar Cyra. Alarm di ponselnya seolah membangunkan dirinya untuk segera terjaga.

Matanya membuka perlahan, tangannya mencari ponsel. Diceknya cepat, siapa tahu Fandy mengiriminya pesan atau meneleponnya saat dia tertidur.

Harapannya sia-sia, tak ada notifikasi satupun. Cyra mendadak kesal dengan suaminya itu. “Awas aja kamu nanti bang!”

Suasana hati Cyra pagi ini sangat buruk, kesal dan ingin marah rasanya. Tapi dia ingat pekerjaan dan ada agenda rapat penting dengan klien dan juga timnya hari ini. 

Cyra menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, mengumpulkan lagi semangat dan suasana hati yang tenang. 

“Tenang Cyra gak apa-apa, bang Fandy mungkin beneran lagi sibuk,” batinnya untuk berpikir positif meski masih ada sedikit rasa kesal.

Cyra memutuskan tak ikut sarapan bersama orang tuanya dan bersiap menuju kantor. Rupanya sang mama sudah menyiapkan bekal untuknya makan di kantor nanti.

“Dimakan ya sayang, tidak baik bekerja dalam kondisi perut kosong dan badmood seperti ini,” nasehat mama sambil mengecup kening Cyra.

Cyra lalu memeluk mamanya erat. “Iya Ma, makasih ya. Pasti aku makan saat di kantor nanti,” ucapnya pelan.

Mama mengusap punggung Cyra dengan lembut. “Sama-sama sayang. Jangan sedih lagi, semangat dong,” kata mama dengan tersenyum.

Cyra mengangguk pelan. “Iya Ma, aku usahakan. Pamit ya,” katanya sambil melepaskan pelukan mama, mencium tangannya dan beranjak keluar rumah. 

Saat ini Cyra sudah duduk manis di kursi kemudi mobilnya. Fokus menyetir dan menatap lurus ke jalan raya. 

Entah mengapa tiba-tiba rasa sedih dan rindu Fandy datang lagi. “Aku pasti bisa, bang Fandy gak akan lupa sama aku,” yakinnya.

Tak lama kemudian, Cyra sudah sampai di kantornya. Dirinya melangkah dengan anggun dan percaya diri. Berusaha tetap senyum jika ada yang menyapanya.

Saat di depan lift ingin masuk, dari arah belakang Nia tiba-tiba datang dan ingin masuk bersamanya. “Cyra tunggu! Kita barengan ke ruangannya,” seru Nia saat sudah di sebelah Cyra.

Keduanya sudah di dalam lift, suasana hening terasa. Tidak ada percakapan antara keduanya, sama-sama diam menanti tiba di lantai 10. 

Nia seakan paham, sempat melirik sekilas ke arah Cyra tadi. Temannya itu lagi badmood, wajahnya nampak kusut dan malas tersenyum. Jadi dia putuskan tidak bertanya dulu.

Saat tiba di lantai 10, Nia tersenyum ke Cyra sebelum berjalan mendahuluinya. “Semangat kerjanya Cyra, jangan lupa senyum ya,” katanya sambil menepuk lembut bahu Cyra.

Cyra langsung meresponnya. “Kamu juga Nia,” ucapnya singkat.

Saat tiba di ruangannya, Cyra lalu duduk di sofa dan membuka bekal dari mamanya tadi. Sandwich favoritnya dan jus jeruk di tumbler. 

Cyra menikmati sarapannya dengan perlahan sebelum 15 menit lagi pukul 08.00. Selesai sarapan dirinya duduk di meja kerjanya, lalu membuka laptop dan memulai pekerjaannya.

Ponselnya berdering, Cyra langsung menerima panggilan masuk dari mamanya. “Halo Ma, ada apa?”

“Sayang, hari ini Mama akan pergi ikut papa ke Surabaya selama dua hari. Kamu tidak apa sendiri di rumah? Ada mbok Inah yang akan siapkan makan kamu nanti.”

“Iya Ma gak masalah kok. Nanti Fandy pasti pulang dan temani aku,” jawabnya yakin.

“Ya sudah kalau begitu. Mama mau lanjut siapkan keperluan untuk ke Surabaya. Kamu lanjut kerja lagi ya sayang. Bye.”

“Bye Ma. Hati-hati di jalan,” tutupnya kemudian.

Cyra menatap ponselnya, mengecek lagi apakah ada pesan dari suaminya. Hasilnya nihil.

Dia coba menelepon lagi suaminya itu tapi hanya suara operator yang menjawab, masih belum aktif ternyata.

“Ya sudah, biarkan saja dulu. Mungkin ponsel bang Fandy belum dicas sama sekali. Aku fokus kerja dulu aja sekarang,” ucapnya dalam hati.

Hari itu berjalan seperti biasanya. Cyra dengan segala kesibukan pekerjaan dan rapat dengan tim juga kliennya. Mencoba untuk tetap sibuk seakan tak ingin memikirkan yang lain. 

Sampai tak terasa jam pulang kantor tiba, Cyra bergegas berkemas dan bersiap meninggalkan kantor. Dirinya malas membuka ponselnya lagi. Fokus ingin cepat pulang saja.

Sementara di tempat yang lain. Fandy baru saja terbangun sore itu. Ternyata dari maghrib kemarin hingga pukul 01.00 dini hari dia sibuk melukis dan mewarnai semua lukisannya.

Pukul 02.00 Fandy baru tertidur, tidak memegang ponsel sama sekali. Dirinya baru terbangun sore ini karena perutnya terasa lapar. Saat dia membuka mata dan melihat jam di dinding terkejut seketika.

“Ya Tuhan, ini jam lima pagi atau lima sore?” batinnya sambil beranjak dari tempat tidurnya dan melihat cepat ke arah jendela.

“Sudah sore rupanya. Aku tertidur cukup lama ternyata, capek banget rasanya. Mana lukisan belum selesai semuanya, juga lupa mengabari Cyra semalam,” keluhnya.

Fandy meraih ponsel yang rupanya mati, buru-buru dia langsung mengecas ponselnya hingga terisi daya.

“Alamat Cyra ngambek dan ujungnya marah nih karena aku lupa mengabarinya semalam sampai sekarang,” batinnya sambil membayangkan istrinya.

Fandy melupakan laparnya, menunggu setengah jam hingga ponselnya terisi daya dulu. Dia harus segera menelepon istrinya. 10 menit kemudian Fandy menelepon istrinya.

Berkali-kali panggilannnya ditolak Cyra, dia lalu coba mengiriminya pesan. “Cyra maaf banget ya, semalam aku sibuk melukis dan mewarnai hingga pukul 01.00 dini hari.”

Pesannya hanya dibaca dan tidak dibalas sama sekali. Fandy mencoba mengirimkan foto dan videonya saat ini. Keadaan dia yang baru bangun tidur, belum makan dan mandi sama sekali.

Lagi-lagi pesannya hanya dibaca. Sepertinya istrinya marah sekali dengannya. Padahal Cyra sedang online sekarang. 

Fandy kirim lagi pesan. “Maafkan aku Cyra. Aku tidak berniat abai padamu sama sekali. Memang salah kuakui dan tak ingin beralasan apapun lagi,” pesan terakhir terkirim dan lagi hanya dibaca oleh Cyra.

1
Syahril Salman
semangat lanjut kakak 💪😍
Syahril Salman: sama2 kak😍
total 2 replies
Mericy Setyaningrum
Romantis ceritanya ya Kak
Lia Ramadhan 😇😘: makasih banget kak untuk supportnya🙏🤗
total 3 replies
Syahril Salman
jadi tambah bagus kak covernya 😍👍
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Syahril Salman
Ceritanya bagus, simple dan mudah dimengerti. Saya suka karakter Fandy yang berkomitmen, padahal belum mengenal Cyra lebih jauh tetapi berani memutuskan akan menikahinya.
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak untuk ulasan positifnya🙏
total 1 replies
Syahril Salman
lanjutkan kk ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!