NovelToon NovelToon
JODOH WASIAT DEMANG

JODOH WASIAT DEMANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:585
Nilai: 5
Nama Author: DUOELFA

"Genduk Mara, putu nayune Simbah Demang. Tak perlulah engkau mengetahui jati diriku yang sebenarnya. Aku ingin anak turunku kelak tidak terlalu membanggakan para leluhurnya hingga ia lupa untuk selalu berusaha membangun kehidupannya sendiri. Tak ada yang perlu dibanggakan dari simbah Demangmu yang hanya seorang putra dari perempuan biasa yang secara kebetulan menjadi selir di kerajaan Majapahit. Kuharapkan di masa sekarang ini, engkau menjadi pribadi yang kuat karena engkau mengemban amanah dariku yaitu menerima perjodohan dari trah selir kerajaan Ngayogyakarta. Inilah mimpi untukmu, agar engkau mengetahui semua seluk beluk perjodohan ini dengan terperinci agar tidak terjadi kesalahpahaman. Satu hal yang harus kamu tahu Genduk Mara, putuku. Simbah Demang sudah berusaha menolak perjodohan karena trah mereka lebih unggul. Tapi ternyata ini berakibat fatal bagi seluruh keturunanku kelak. Maafkanlah mbah Demang ya Nduk," ucap Mbah Demang padaku seraya mengatupkan kedua tangannya padaku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19

"Lastri, Kuharap kamu jangan mencoba kabur lagi. Percayalah, aku akan mencari kemanapun kamu pergi hingga aku menemukanmu," bisik Raden Sumitro ditelinga Lastri saat mereka naik kuda bersama. 

"Jangan matur sama Mbah ibu kalau kamu baru saja kabur dari rumah mau ke Soerabaja naik kapal VOC. Aku nggak ingin beliau kepikiran. Beliau terlalu capek mengurusi persiapan pernikahan kita dan Paijo. Aku nggak mau beliau jatuh sakit di saat hari pernikahan kita yang akan dilangsungkan seminggu lagi."

"Maafkan atas kecerobohan dan tindakan gegabah saya Raden."

"Aku minta jangan diulangi lagi. Atau apa perlu tali kekang kuda ini kuikatkan padamu agar kamu tidak pergi tidak kemana-mana? Yang akan menikahimu ini Demang lho. Ora gemen-gemen iki. Mau kabur kemana pun, pasti dikejar sampai dapat," seloroh Raden mas Demang sambil berbisik di telinga Lastri. 

Lastri tersenyum malu menanggapi gurauan dari Raden Mas Demang.

Mereka berdua sampai ke rumah Raden mas Demang saat matahari telah terbenam di ufuk Barat. Mereka berdua turun dari kuda. Tak lupa raden mas demang menurunkan Lastri dari kuda dengan penuh perhatian agar tetap aman. 

"Hati-hati," bisik raden mas demang.

Lastri mengangguk menanggapi bisikan seringai halus di telinganya.

Mbah ibu terlihat menunggu di teras depan rumah. Saat melihat kedatangan mereka, paras mbah ibu menunjukkan kelegaan karena ia dari tadi begitu kebingungan memikirkan putra semata wayangnya yang pergi begitu saja sepulang dari dinas sebagai seorang demang dan belum sempat makan siang.

"Segera makan raden, Lastri. Semua makanan sudah mbah Ibu sediakan di dapur," seru mbah Ibu. 

"Inggih mbah Ibu."

Mereka berdua berjalan ke arah kamar mandi untuk membasuh tangan untuk bersiap makan malam. Saat di meja dapur, mereka berdua langsung duduk saling berhadapan. Seusai makan, mereka berdua duduk santai dj teras dapur, karena di ruang bale terdapat orang tua,calon istri dan orang tua sang calon istri dari Paijo yang datang dari Japan.

"Raden kemana saja? Dari tadi Paijo mencari kemana-mana tidak ketemu. Ia sampai meninggalkan orang tua, calon istrinya hanya bersama orang tuanya di bale hanya karena mencari raden. Seharuse mereka, asik bercanda tawa karena lama tidak bertemu dan mau menikah, malah muter-muter cuma nyari raden mas e yang nggak tahu kemana."

Paijo terlihat terduduk di teras dapur. Ia tahu dengan pasti radennya itu kemana karena mereka tlisipan di jalan saat ia menjemput orang tua, calon istri beserta mertua di dermaga Dhaha. Ia begitu hafal dengan raden karena ia masih mengenakan seragam khas Demang atasan berwarna putih dengan bawahan warna senada.

"Ini lho bu. Lastri sedang di sungai di kampung sebelah. Ngisis katanya," bohong raden mas Demang pada ibunya. Ia tak tega melihat ibunya bersedih.

Paijo menatap sekilas ke arah raden mas Demang dan menyembik. Ia sangat tahu kalau radennya itu tengah berbohong agar mbah Ibu tidak kepikiran. 

"Oalah ngunu. Lastri, sampean digoleki raden ket mulih kerjo tekan saiki. Deleng iku sampek raden lali ora ganti baju," beritahu mbah Ibu pada Lastri.

"Inggih mbah Ibu. Maafkan dalem yang pergi tanpa meminta izin mbah ibu."

"Iya. Lek mbah Ibu gak po po. Tapi raden iku sing bingung."

"Inggih."

Mbah Ibu kembali ke arah bale untuk menemui orang tua dan calon besan Paijo. 

Ia baru tersadar jika raden mas Demang belum berganti pakaian dinas. Raden itu semakin terlihat tampan dengan seragam tersebut. 

Raden mas Demang juga baru tersadar ia belum berganti pakaian. 

"Ya Tuhan. Aku baru sadar. Jebule aku mau rung ganti baju dinas Demang sing warnae putih sing modele koyo londo iki. Mulih soko rapat karo para petani mau, goleki Lastri nek omah ora ono. Deleng pedati ora ono, bablas ae numpak kuda. Pantesan mau residen Vrederick langsung apal karo aku. Oalah. Baju, baju," seloroh raden mas Demang dengan nada lirih.

Paijo menyembik. 

"Dalem wau njeh semerep jenengan nek dermaga Dhaha pas kula jemput tiyang sepah, calon moro sepah, calon istri di pinggir kapal. Panjenengan diaruh-aruhi mboten semaur. Kula bablas mawon."

Raden mas Demang terlihat kaget mendengar penuturan jongosnya. 

"Lho, awakmu eruh aku nek dermaga Dhaha jo? Pantesan ket mau kok nyembeki aku wae. Tibake awakmu eruh aku lagi ngapusi mbah Ibu. Ojo matur mbah Ibu lek weruh aku nek dermaga. Mengko mbah Ibu kepikiran."

"Inggih raden."

"Kula njeh semerep jenengan gandengan tangan medal saking kapal. Mari ngoten duduk berdua di bawah pohon asem. Jan eram tenan. Romantise poll raden mas Demang area kadiri timur lereng gunung Kelud niki. Cecekelan tangan rapet tenan wedi lek ditinggal minggat calon bojo. Sing nyawang iki lho. Dadi mesan mesem dewe koyo wong edan."

Raden mas Demang tertawa lebar. 

"Huss. Aku mau cecekelan tangan ki krono lagi wedi ditinggal calon bojo iki lho. Tak uber tekan dermaga Dhaha soale arep minggat nang Soerabaja soale krungu omongan awake dewe tentang Ratna. Sampek aku ora eling lek aku urung salin klambi krono mikir surate Lastri sing di deleh nek dampar. Lek gagal rabi aku piye terusan? Aku mengko lek dicap Demang galak ra payu rabi. Mana wis umur telung puluh iki. Jan ora lucu tenan. Demang baguse koyo ngene ditinggal minggat i, jo. Gusti, nyuwun ngapura."

Mendengar celotehan Paijo dan seloroh raden mas Demang, wajah Lastri langsung bersemu merah.

"Saya ke surau dulu raden,"

"Inggih calon istri saya. Mari iki tak awasi terus lho kamu. Jangan sampai aku kecolongan minggat seperti hari ini."

"Mboten raden."

Lastri segera pergi karena tidak kuat menahan rasa malu di hati.

"Maaf ya Jo. Aku sudah buat kamu muter-muter nyari aku," ucap raden mas Demang dengan penuh sesal. 

"Mboten raden. Dalem sudah tahu kok. Akhirnya tadi dalem tinggal ngopi mawon di dekat pasar desa sebelah."

"Nek pasar kae po?"

"Inggih raden."

"Saat di pasar, kamu tadi ketemu sama pak dhe nya Lastri nggak?"

"Inggih raden."

"Aku sangat membutuhkan pak dhe nya itu sebagai wali nikah seminggu lagi. Aku bisa minta tolong kamu nggak?"

"Saged raden. Jenengan perlu apa?"

"Tolong carikan informasi rumah pak dhe Lastri dimana dan tempat ngopinya biasanya dimana saja? Aku berencana akan menemuinya dalam waktu dekat untuk memintanya sebagai wali nikah karena orang tua Lastri sudah meninggal dan ia hanya anak tunggal."

"Tapi raden, kalau pak dhe nya nggak mau menjadi wali nikah gimana? Atau misal minta tebusan apa gitu raden?"

"Halah, kui dipikir keri. Penting gelem opo ora dadi wali nikah."

"Inggih raden."

"Maaf aku masih merepotkanmu menjelang hari pernikahanmu ya Paijo."

"Inggih raden. Mboten nopo-nopo. Pokok wancine malam pertama, panjenengan sampun ngantos ganggu kula njeh."

Raden mas Demang tertawa lebar. 

"Ya mesti tho lek kui. Opo awakmu pengen tak ganggu? Yo ra po po lho Jo."

"Njeh mboten angsal tho. Menganggu"

"Aku yo rencana arep nang pasar."

"Ajeng teng nopo raden?" ingin tahu Paijo. 

"Arep ganti selambu kamarmu. Arep tak ganti pintu soko kayu ngunu. Opo awakmu luwih seneng gawe selambu yo ra po po. Ben aku ngirit dan awakmu ben semriwing isis ngunu lek pas waktu selambune buka."

Paijo tertawa ngakak mendengar banyolan radennya. 

"Yo diganti pintu tho raden. Peeeehhhhhh piye tho radenku iki nuuuuu? Gak sueneng aku," seloroh Paijo yang membuat raden mas Demang tertawa terpingkal-pingkal. 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!