Bermimpi menjadi pencuri terhebat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpindah Tangan
Sudah hampir tengah malam. Waru tidak kunjung juga menemukan penginapan untuk bermalam.
Di sepanjang jalan tidak ada tempat yang masih buka untuk menepi.
Akhirnya Waru berhenti di depan sebuah rumah makan yang sudah tutup. Halaman parkirnya luas dan tidak dihalangi.
Waru menepi dan berhenti.
Malam ini Waru akan tidur di dalam mobil. Di pinggir jalan yang begitu sunyi.
Waru memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci.
Di malam yang gelap ini tidak ada yang lebih dijaga oleh Waru selain keselamatan dirinya sendiri.
Langit benar-benar hitam tanpa kemunculan bulan dan bintang.
Nyala terang yang tak seberapa hanya ada di lampu-lampu teras rumah di pinggir jalan.
Waru memilih tidur di dalam mobil karena sudah terlalu mengantuk jika melanjutkan menyetir.
Kartu nama yang ketiga alamatnya masih jauh.
Zzz.....
Waru tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Baru beberapa saat terpejam lalu kembali mata membelalak.
Begitu yang terus terulang.
Waru tidak bisa tidur dengan nyaman.
Dari arah yang berlawanan. Waru melihat ada yang datang.
Apakah ini sudah pagi? Perasaan Waru baru beristirahat sebentar.
Itu adalah delman yang berjalan di tengah kabut malam.
Mengerikan.
Kereta kuda itu datang semakin dekat.
Kereta kuda itu berjalan tanpa seorang kusir.
Waru percaya apa yang sedang dilihatnya ini tidak nyata.
Waru tidak takut. Hanya terkejut.
Kuda yang menarik kereta itu tanpa kepala.
Lewat begitu saja di hadapan Waru.
"Laa ilaaha illallah"
Kalimat terakhir suara adzan yang tengah berkumandang membangunkan Waru.
Sekarang sudah subuh.
Waru terbangun dari tidur yang tidak mengenakan.
Tersadar dari mimpi yang buruk.
Waru segera melanjutkan perjalanan.
Kartu nama yang ketiga alamatnya masih jauh.
*
Pada akhirnya Waru bertemu dengan toko retail yang buka selama dua puluh empat jam.
Waru berhenti di sana tidak hanya untuk membeli roti dan kopi. Tapi juga sekalian menumpang kamar mandi.
Sebelum pergi Waru bertanya kepada salah seorang karyawan yang masih belia.
"Kalau alamat ini dimana ya?",
Waru memperlihatkan kartu nama yang ketiga.
"Ini masih jauh pak",
"Masih enam puluh kilometer lagi dari sini",
"Sekitar dua jam pak",
"Kamu pernah ke sana?",
"Pernah pak",
"Alamat ini ada di dekat dengan taman wisata",
Tidak terasa Waru sudah bepergian lebih dari satu hari satu malam. Demi mencari ahli waris yang sah pemilik rumah mewah yang angker.
Sejauh ini Waru masih belum mendapatkan apa-apa. Kecuali rasa lelah.
Pemukiman di dekat Taman Wisata
Tanpa bertanya kepada siapa pun Waru langsung bisa menemukan tempat tinggal alamat kartu nama yang ketiga.
Di depan rumah yang dimaksud ada seorang perempuan yang sedang bersih-bersih rumah.
"Selamat pagi",
"Selamat pagi",
"Apa benar ini rumahnya ...?",
"Benar ini rumah ...",
"Ada perlu apa saudara dengan suami saya?",
"Saya berniat mau membeli rumah nomor sembilan di Telaga Adem",
"Duduk dulu saudara",
"Biar saya panggilkan suami saya",
Kartu nama yang ketiga adalah anak ketiga dari pemilik rumah angker.
Dan syukurlah orang ini masih hidup.
Pemilik rumah angker yang melakukan pesugihan itu memiliki empat orang anak.
Anak yang pertama dan anak yang kedua sudah lama meninggal dunia.
Mereka enggan untuk menghuni rumah angker yang diwariskan oleh kedua orang tua mereka. Demi menghindari kutukan tumbal nyawa.
Nyatanya pelarian kakak beradik itu sia-sia. Mereka berdua tetap harus mati.
Semua itu akibat dari kutukan pesugihan. Perjanjian dengan iblis yang harus dipenuhi.
Hidup keluarga mereka menjadi miskin dan sengsara.
"Biar saya panggilkan suami saya",
Nama anak yang ketiga akhirnya muncul.
Keluar dari dalam rumah untuk menemui Waru yang tengah duduk menunggu.
"Saya berniat mau membeli rumah nomor sembilan di Telaga Adem",
"Dengan senang hati saya akan menjualnya",
Ikrar jual beli rumah angker bekas pesugihan dengan harga yang murah itu dilakukan pada hari itu juga.
Surat-suratnya lengkap. Pajaknya sudah mati sepuluh tahun yang lalu. Tapi Waru tidak keberatan.
"Terimakasih",
"Sekarang saya bisa hidup dengan tenang",
Anak ketiga yang masih hidup itu bahagia sekali bisa menjual rumah warisan peninggalan kedua orang tuanya.
Rumah setan yang sebelumnya telah merenggut kedua nyawa saudara kandungnya yang lebih tua.
Dengan berpindahnya kepemilikan rumah mewah angker itu secara sah.
Maka kutukan istana setan akan beralih kepada pemilik rumah yang baru. Yakni Waru.
Sebelum pamit Waru menanyakan sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Siapa Veronica?",
"Apakah saudara bertemu dengan adik saya?", kata anak yang ketiga.
Veronica adalah anak yang keempat. Dan dia juga sudah meninggal dunia.
Lalu bagaimana bisa seorang cantik seperti Veronica meninggal terlebih dahulu sebelum anak yang ketiga?
Bukankah itu tidak berurutan?
Waru mencium bau kejanggalan.