Albar tak bisa terpisahkan dengan Icha. Karena baginya, gadis itu adalah sumber wifinya.
"Di zaman modern ini, nggak ada manusia yang bisa hidup tanpa wifi. Jadi begitulah hubungan kita!" Albar.
"Gila ya lo! Pergi sana!" Icha.
Icha berusaha keras menghindar Albar yang tak pernah menyerah mengejar cintanya. Bagaimana kelanjutan cerita mereka?
*Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Auraliv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 - Wifi Couple 2
Hari Selasa pagi, Icha sudah menyiapkan mental. Semalam Albar sempat mengirim 12 pesan beruntun hanya untuk memastikan “sinyal” mereka aman. Kadang Icha merasa punya pacar seperti punya teknisi internet pribadi yang terlalu berdedikasi.
Di gerbang sekolah, Albar sudah menunggu sambil memegang ponsel. Begitu melihat Icha, dia pura-pura sibuk mengetik.
Ping: Sinyal user masuk area hotspot.
Icha membalas singkat.
Stabil.
Sayangnya, momen manis itu tidak luput dari tatapan Rio, sahabat Albar yang terkenal tajam mata dan kepo.
Rio melipat tangan di dada. “Bar, sejak kapan lo jadi admin grup Icha?”
Albar langsung mengalihkan pandangan. “Bukan, gue cuma… ngecek cuaca. Penting buat—eh, apa ya?—buat kesehatan.”
Rio mengangkat alis, jelas tidak percaya.
Di kelas, Rio duduk tepat di sebelah Albar. Dia memperhatikan bagaimana setiap kali Icha bergerak, mata Albar refleks ikut bergerak. Bahkan saat guru menjelaskan, Albar sibuk mencoret-coret buku, dan Rio mengintip… isinya gambar router dengan hati di tengah.
“Woy, Bar. Lo lagi belajar teknologi atau jatuh cinta sama wifi sekolah?” tanya Rio pelan.
Albar cepat-cepat menutup bukunya. “Lo kebanyakan nonton film konspirasi.”
“Terserah. Tapi kalo lo mau bohong, minimal jangan gambar sinyal full bar gitu,” balas Rio sambil nyengir.
Istirahat siang makin berbahaya. Icha sudah duduk di meja kantin bersama Dinda, tapi dari sudut ruangan, Rio melihat Albar memberi kode lewat mengangkat botol minum tiga kali—kode yang jelas bukan kebiasaan normal.
Rio langsung menghampiri meja Albar. “Gue mau ikut makan di sini.”
Albar menatapnya datar. “Kenapa nggak sama anak basket?”
“Biar gue bisa liat pemandangan,” jawab Rio sambil melirik ke arah meja Icha.
Albar merasa keringat dingin mulai keluar. Dia berusaha mengalihkan perhatian Rio dengan membahas topik bola, tapi setiap kali Icha melirik, Rio ikut melirik.
Setelah bel pulang, Albar mencoba keluar lewat pintu belakang untuk menemui Icha sebentar. Sayangnya, Rio diam-diam mengikuti.
“Bar, lo kayak agen rahasia. Keluar pintu belakang, jalan cepet, terus nengok kanan kiri. Lo mau transaksi ilegal, apa nyamperin… seseorang?”
Albar menghentikan langkah, memutar badan. “Lo terlalu banyak mikir, Yo.”
“Yakin? Soalnya gue rasa lo lagi main ‘Misi Pacaran Diam-diam’. Dan feeling gue jarang salah.”
Albar menatapnya serius, lalu menepuk bahu Rio. “Yo, kalau pun lo bener… lo mau ikut jaga rahasia gue?”
Rio tersenyum licik. “Gue bisa jaga rahasia… asal lo traktir gue es teh manis seminggu penuh.”
Sementara itu, Icha sudah menunggu di balik tembok luar sekolah. Begitu Albar muncul, wajahnya sedikit panik.
“Bar, tadi gue lihat Rio kayak ngikutin lo. Dia tau?”
“Belum, tapi kayaknya dia udah curiga setengah mati.”
Icha menghela napas. “Makanya, jangan kasih kode yang terlalu jelas.”
Albar nyengir. “Gimana dong, sinyal hati gue kan kuat.”
Mereka berjalan beriringan, menjaga jarak sampai cukup jauh dari sekolah. Begitu aman, Albar menyentuh lengan Icha sebentar.
“Cha, sekalipun Rio jadi FBI, gue nggak peduli. Yang penting kita tetap nyambung.”
Icha tersenyum kecil. “Asal jangan bikin Dinda tau, gue setuju.”
Albar tertawa pelan, lalu mengirim pesan meski mereka sedang berjalan berdampingan:
Ping: User tersenyum. Koneksi sukses.
Icha melebarkan senyuman. Sungguh, hidupnya semakin dibuat berwarna karena kehadiran Albar. Icha harap hubungannya bisa bertahan selalu begini.
