NovelToon NovelToon
Cinta Tumbuh Dari Luka Masa Lalu

Cinta Tumbuh Dari Luka Masa Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:134.7k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Hannah, seorang perempuan yang tuli, bisu dan lumpuh. Ketika melihat perut Hannah terus membesar, Baharudin—ayahnya—ketakutan putrinya mengidap penyakit kanker. Ketika dibawa ke dokter, baru diketahui kalau dia sedang hamil.

Bagaimana bisa Hannah hamil? Karena dia belum menikah dan setiap hari tinggal di rumah.
Siapakah yang sudah menghamili Hannah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Malam sudah begitu larut, tetapi Arka belum juga bisa memejamkan mata. Kecemasan dan kemarahan yang menumpuk selama berbulan-bulan kini mulai mencari jalan keluar. Kepalanya dipenuhi strategi dan intrik yang harus dihadapi—bukan dari luar, tapi dari keluarganya sendiri. Sesekali ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang berdegup kencang karena tekanan.

Arka menghubungi beberapa orang dewan direksi yang selama ini masih menjalin hubungan baik dengannya. Meskipun tidak lagi aktif di perusahaan, dia dan Arman tetap menjaga komunikasi—secara diam-diam—dengan orang-orang kepercayaan lama mereka. Semua dilakukan tanpa sepengetahuan Pak Surya, sang ayah yang kini lebih memihak istri barunya dan anak tirinya, Citra.

"Pak Wira, aku harap Anda bisa membantu saya untuk menahan pengaruh Citra dan Soraya di perusahaan," ucap Arka melalui sambungan telepon. Suaranya terdengar tenang, tapi tegang.

Di seberang, suara bariton seorang pria dewasa terdengar penuh empati, "Sebelum kamu minta pun, aku dan beberapa teman mamamu juga sudah melakukan hal itu. Namun, mereka selalu menggunakan nama papamu dalam setiap tindakannya. Dan papamu juga selalu setuju."

Arka terdiam sesaat. Hatinya terasa seperti diremas. Nama ayah yang dulu begitu dihormati, kini terasa asing dan menjengkelkan. Ia menghela napas, lalu dengan suara berat, ia berkata, "Sebaiknya kalian mengadakan rapat dewan direksi dan meminta aku untuk menggantikan posisi papa."

Kalimat itu nyaris tak bisa keluar dari mulutnya. Dulu, dia menolak mentah-mentah ketika diminta Pak Surya untuk ikut mengelola perusahaan bersama Citra. Namun sekarang, keadaan memaksanya untuk mengambil alih, walau harus menjilat ludahnya sendiri. Demi menyelamatkan Abimana Grup—warisan dari leluhur mereka yang penuh darah dan keringat—Arka tahu dia tidak bisa tinggal diam.

"Papamu bersikukuh Citra harus ditempatkan di kursi jabatan tinggi," balas Pak Wira.

"Jabatan tinggi, bukan berarti posisinya tertinggi, kan?" Arka menekankan, mencoba mencari celah.

"Benar juga," jawab Pak Wira setelah berpikir sejenak.

Arka menatap langit-langit kamar. Keheningan malam makin terasa menusuk, seolah memantulkan semua konflik yang terjadi dalam keluarganya. "Jika bukan karena amanah mama, aku nggak mau ikut campur dengan perusahaan itu. Aku sudah nyaman dan bahagia dengan keadaanku saat ini."

Pak Wira mengangguk, meski tak terlihat oleh Arka. "Mamamu adalah wanita baik dan cerdas. Makanya dulu kakekmu pun mempercayakan perusahaan ini padanya, agar bisa membantu papamu."

Arka tersenyum tipis mengenang sosok ibunya. Seorang perempuan tangguh yang mengajarkan makna kerja keras, bahkan dalam kesulitan sekalipun.

"Seandainya saja Arman orangnya tidak sembrono, akan aku suruh dia untuk ambil alih. Biar dia dengan kedua ular itu saling berseteru memperebutkan jabatan."

"Jangan!" seru Pak Wira cepat. "Arman tidak akan mampu mengemban posisi tertinggi, walau dia juga pandai berbisnis. Tapi, emosinya itu … tidak bisa dikontrol dan suka sembrono."

Itu sudah menjadi rahasia umum di kalangan keluarga dan orang terdekat mereka. Arman memang berbakat dalam melobi, fasih bicara, dan mudah akrab dengan siapa saja. Namun, sikap impulsifnya sering kali menjadi bumerang.

"Kalau begitu aku tunggu kabar baiknya, Pak Wira."

Setelah sambungan telepon berakhir, Arka memijat pelipisnya. Kepalanya terasa tegang, seperti dihimpit batu besar. Setiap kali menyangkut ayah dan keluarga barunya, emosinya selalu terpancing. Luka lama yang belum sembuh seolah dikorek kembali.

Jam di dinding menunjukkan pukul 03:15 dini hari. Sementara sebagian besar orang terlelap dalam mimpi, Arka masih duduk tegak di kursinya, matanya terpaku pada layar laptop. Di sana tertera laporan keuangan perusahaan yang ia peroleh secara diam-diam. Seorang teman lamanya, yang kini bekerja sebagai hacker profesional, berhasil membobol sistem keamanan IT Abimana Grup atas permintaan Arka.

"Rapi sekali mereka dalam melancarkan semua tindakannya," gumam Arka dengan nada sinis.

Laporan itu menunjukkan ketimpangan mencolok. Citra dan Soraya menerima gaji yang bahkan sulit dipercaya, ditambah aliran uang bulanan yang sangat besar dari Pak Surya. Sebuah ironi yang menyesakkan dada Arka.

Ia tertawa lirih, penuh getir. Dulu, dia dan Arman harus banting tulang untuk bisa kuliah. Sambil bekerja siang malam, mereka mengejar pendidikan demi membuat bangga mendiang ibu mereka. Tidak ada sepeser pun bantuan dari Pak Surya, kecuali mereka mau kembali tinggal bersamanya—sesuatu yang tidak pernah mereka setujui.

Daripada tunduk pada kehendak ayahnya, mereka memilih membuka warung kecil dari gerobak tua. Dengan tekad dan ketekunan, usaha itu berkembang pesat. Awalnya melayani anak-anak nongkrong, lalu meluas menjadi sebuah supermarket besar. Semua itu mereka raih dari titik nol, tanpa bantuan keluarga.

Uang hasil keringat itu kemudian mereka investasikan. Mereka membangun vila-vila di kawasan wisata alam yang menjanjikan. Dan kini, hasilnya membuat mereka berdiri tegak dengan kepala terangkat. Hidup mandiri tanpa harus mengemis kasih atau pengakuan dari ayah mereka.

Malam ini, semua kenyamanan itu harus dikesampingkan. Demi menjaga apa yang masih tersisa dari warisan keluarganya, Arka tahu ia harus kembali turun ke medan perang.

***

Arman menyetujui tindakan Arka tanpa banyak perdebatan. Mereka berdua tahu bahwa ini bukan lagi soal harga diri, tapi pertarungan untuk kebenaran dan kehormatan keluarga. Sementara Arka menyusun strategi lewat jalur formal, Arman memilih pendekatan yang lebih bebas—menggali informasi tersembunyi yang bisa dijadikan senjata untuk menjatuhkan Citra dan Soraya.

"Pastinya mereka punya skandal. Kita harus mencari bukti-bukti itu," kata Arman dengan nada penuh keyakinan. Matanya bersinar tajam, seperti pemburu yang sudah mencium jejak mangsanya.

Arka menatap saudaranya dalam-dalam. Meski ia tahu kemampuan Arman dalam mengorek informasi tak diragukan, tetap ada rasa khawatir yang menyelinap dalam pikirannya. "Jangan sampai salah langkah. Aku tidak ingin kejadian mama di masa lalu terulang juga kali ini," katanya pelan namun tegas.

Suasana mendadak hening. Nama mama mereka selalu menjadi titik rapuh dalam setiap percakapan serius. Ingatan tentang masa lalu yang pahit kembali menyeruak, menampar kesadaran mereka tentang betapa tidak adilnya dunia pada seorang wanita yang tulus dan berjuang sendirian.

"Aneh saja dengan orang-orang zaman dulu," gumam Arman, menggeleng perlahan. Suaranya penuh kekesalan yang dipendam lama. "Sudah jelas dia itu pelakor, tapi orang-orang malah menyalahkan mama. Dibilang nggak bisa urus suami."

Arka tersenyum miris. Ia sudah mendengar komentar seperti itu terlalu sering dari mulut orang luar. "Orang lain mana tahu apa yang terjadi sebenarnya. Mereka semua udah termakan omongan si pelakor," balasnya dingin.

"Benar juga," sahut Arman. Ia mengepalkan tangan di pangkuannya. Emosi perlahan membakar dadanya. "Padahal mama banting tulang agar perusahaan selamat dari krisis ekonomi global. Wanita itu malah dengan mudahnya memperdaya papa dengan rayuannya."

Nada marah mulai terdengar jelas dalam suaranya. Baginya, itu bukan sekadar kesalahan pribadi ayahnya, tapi sebuah pengkhianatan yang memecah belah keluarga mereka dan mencabut fondasi kehidupan yang semestinya hangat dan utuh.

"Salah papa juga," Arka menimpali, nada suaranya mulai dingin dan penuh kecewa. "Coba kalau dia pria yang setia dan tidak mudah kena jebakan wanita gatal, nggak akan terjadi perselingkuhan itu."

"Papa kita emang bangke," geram Arman tanpa sensor. Tak ada rasa hormat yang tersisa dalam ucapannya. "Punya istri cantik, pintar, dan sudah kasih dua jagoan, masih saja bisa tergoda oleh wanita murahan begitu."

Arka hanya mengangguk, membiarkan kemarahan adiknya mengalir. Meskipun dia lebih tenang, isi hatinya pun sama getirnya.

"Aku harap kamu jangan ikuti jejak papa," ucap Arka kemudian, suaranya melembut, berubah menjadi nasihat seorang kakak. "Jadilah pria sejati, yang cuma setia pada satu wanita."

Arman tertawa pendek, tapi tidak menyimpan emosi dalam tawa itu. "Emangnya aku pernah selingkuh?" katanya santai. "Walau aku punya banyak mantan kekasih, tapi nggak pernah menduakan mereka."

Ucapan itu benar adanya. Arman memang dikenal sebagai pria yang karismatik dan mudah menarik hati wanita, tapi dia bukan pengkhianat. Hubungannya mungkin sering kandas, tapi bukan karena dia bermain hati dengan dua orang sekaligus.

Saat percakapan mereka mulai mereda, suara notifikasi dari ponsel Arman memecah kesunyian. Ia melihat layar sebentar, lalu mengangkat alis. Nama Karin tertera di sana. Hanya satu pesan singkat masuk, namun cukup untuk membuatnya berdiri.

"Aku temui Karin dulu," katanya sambil memasukkan ponsel ke saku.

Arka hanya mengangguk. Dia tahu, kalau sudah menyangkut Karin, Arman jarang bisa menunda.

Dengan langkah cepat, Arman meninggalkan ruang kerja Arka. Namun, saat ia membuka pintu dan melangkah ke arah mobil, terdengar suara kecil dan nyaring memanggil namanya dari kejauhan.

"Om Arman!"

Arman menoleh cepat. Suara itu sangat dikenalnya. Ia melihat Yasmin—gadis kecil yang selalu memanggilnya 'om' dengan polos dan ceria—berlari ke arahnya.

Di belakang Yasmin, berdiri dua sosok dewasa. Pak Baharuddin tampak serius seperti biasa, sementara Hannah berdiri anggun meski dibantu dengan kruk. Keberadaan mereka terasa tiba-tiba dan tidak biasa.

Tatapan mata Arman berubah. Dari yang tadinya tenang dan tergesa, kini berubah menjadi penuh tanya dan waspada. Arman merasa ini bukan pertemuan biasa.

***

1
Esther Lestari
Soraya harus mendekam lama di penjara itu
Tri Handayani
ditunggu bab selanjutnya thor....... up nya brapa hari sekali thor???
Wanita Aries
Bagaimana pak surya 🤭🤭 melupakan kandungmu dan lebih memilih memelihara ular didalam rmhmu. Seruuu bangettt yaaaaa
ken darsihk
Semangat Arka jangan sampai Soraya dan antek-anteknya lolos , mereka khusus nya Soraya harus membayar semua kejahatan yng dia buat selama ini 😡😡😡
Wiek Soen
akhirnya terkuak juga..... berikan dia karma yg setimpal thor
Nunung Elasari
benar2 ditunggu kelanjutannya kak..... seruuuuuuu
Cindy
lanjut kak
Ema
next ka
Sunaryati
Thoor Up nya ruti, ya. Nenek selalu menunggumu
Sunaryati
Untung jantung tak kambuh Pak Surya seperti harapan Arka, Pak Surya kamu harus mengembalikan harta Pak Baharuddin yang dirampas Soraya dan diberikan padamu. Kamu selama hidup enak dari harta Pak Baharuddin, sedangkan beliau hidup sengsara bersama Hannah putrinya. Hukum dirimu sendiri Surya atas kesalahanmu pada Almrh istrimu, ayahmu, dan kedua anakmu. Nikmati masa tuamu dengan penyesalan. Lihat siapa Soraya dan Citra yang kau banggalkan. Segera miskinkan Soraya da Mario ambil semua asetnya Arka, berikan pada Pak Baharuddin.
juwita
yg bunuh pak sanusi mgkn suruhan soraya x.
ken darsihk: Bisa jadi
total 1 replies
kaylla salsabella
akhirnya update juga thor
Sugiharti Rusli
semoga Arka bisa membuat si Soraya dan antek" nya dihukum berat tanpa celah yah, mengingat hukum di kita yah begitulah😏
Sugiharti Rusli
entah penyesalan seperti apa yang akan si Surya rasakan nanti, kalo dia sudah membuat keputusan paling bodoh selama ini,,,
Sugiharti Rusli
apalagi sekarang si Surya tahu, kalo istrinya itu yang sudah merampok harta sahabat masa kecilnya dulu tanpa ampun yah
Sugiharti Rusli
dan bukan hanya itu, bahkan sampai si Surya menceraikan istri serta meninggal kan anak" kandungnya sendiri selama ini
Sugiharti Rusli
dan ternyata racun itu yang sudah memporak-porandakan hubungan antara seorang anak dan ayah baik ke atas maupun ke bawah yah,,,
Noor hidayati
orang yang membunuh pak sanusi apa masih berkeliaran diluar,hanah harus melaporkan ke pihak berwajib,biar mereka mendapatkan hukuman yang setimpal
Susi Akbarini
soraya dan citra mulai menuai badai...
😀😀❤❤❤😍😙😗
Susi Akbarini
lanjuuuttt..

jangan lama2 up nyaaaa..


❤❤❤❤❤😘😙😙😗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!