Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Proses
...~°Happy Reading°~...
Dua hari kemudian, Arlena bangun dengan hati bersyukur dan harapan baru setelah bergumul selama dua hari. "Pagi, sayang. Mari kita berdoa, ya. Tolong dukung Mommy lalui hari ini." Arlena berbicara dengan calon bayi sambil mengelus perutnya.
Setelah mandi, Arlena turun sarapan di ruang makan. "Tari, saya mau sarapan sekarang." Ucap Arlena saat masuk ke ruang makan.
"Silahkan duduk, Bu. Kami akan segera sajikan." Ucap Tari, lalu segera ke dapur.
Setelah menu sarapan disajikan, Arlena bersyukur. Dia tidak merasa mual saat melihat menu di atas meja. "Selamat makan sayang." Arlena makan cukup banyak sambil mengelus perutnya.
"Tari, tolong siapkan ini." Arlena menyerahkan catatan setelah sarapan lalu kembali ke kamar.
Di dalam kamar, Arlena telpon untuk berkoordinasi dengan Calista dan Samuel. "Ar, tenang dan berdoa untuk pertemuannya. Muel sudah tahu dan siapkan semuanya sesuai permintaanmu." Calista menguatkan dan meyakinkan Arlena.
"Ok. Thanks. Kalau begitu, aku siap-siap. Bantu doa juga, ya, Cal."
"Pasti. Serahkan semuanya pada-Nya. By." Calista tidak mau banyak bicara dengan Arlena, agar tidak memberatkan hatinya sebelum pertemuan.
Menjelang waktu pertemuan yang ditentukan, Arlena kembali turun ke lantai bawah. Dia menuju dapur untuk berbicara dengan pelayan. "Tari, tolong siapkan makan siang sesuai catatan yang saya kasih tadi pagi, ya."
"Iya, Bu. Kami sudah beli semua bahan yang di catatan Ibu." Tari menjelaskan, lalu memperlihatkan semua bahan yang diminta untuk masak menu kesukaannya.
"Baik. T'rima kasih." Arlena mengangguk sambil mengangkat jempol. "Sekarang siapkan minuman hangat dan cemilan dulu. Saya akan kedatangan tamu." Arlena senang melihat semua bahan yang dipesan sudah tersedia.
"Iya, Bu. Segera kami siapkan." Ucap Tari, lega. Para pelayan yang mendengar percakapan, saling bertatapan melihat perubahan nyonya mereka yang lebih ceria, tapi tidak ada yang berani berkomentar.
Sebelum waktu yang ditentukan kepada pengacara Amarta, mobil pengacara Samuel melewati pintu gerbang rumah yang sudah dibuka otomatis oleh Arlena. Dia makin tenang melihat pengacara Samuel datang terlebih dulu
Arlena yang menunggu di depan pintu tersenyum melihat Samuel turun dari mobil dengan penampilan yang keren. 'Ternyata Calista benaran mendandani Muel.' Arlena membatin saat melihat Samuel mengenakan jas abu tua dengan kemeja hitam tanpa dasi dan celana hitam, juga sepatu pantofel hitam yang disemir mengkilap.
"Silahkan masuk, Pak." Arlena yang sudah tunggu, mempersilahkan Samuel masuk ke ruang tamu dengan suara agak dinaikan dan formal. Dia sengaja lakukan itu, agar para pelayan atau sopirnya bisa melapor kepada Dominus.
"Terima kasih, Bu. Apa saya datang kepagian?" Tanya Samuel yang melihat halaman rumah Arlena sepi dan lenggang, lalu menyalami Arlena.
"Tidak, Pak. Sebentar lagi pengacara Amarta akan tiba. Silahkan duduk." Arlena menggerakan jempol untuk mempersilahkan Samuel duduk.
"Kalau begitu, sambil menunggu beliau, tolong Bu Arlen baca yang sudah saya siapkan ini." Samuel bersikap formal, lalu membuka tas kerja.
"Baik, Pak. Silahkan diminum." Arlena mempersilahkan, karena pelayan sudah menyajikan minuman dan cemilan di atas meja. "Terima kasih."
Arlena mengambil lembaran yang diberikan Samuel, lalu serius membaca. "Cukup segini, Pak. Terima kasih." Arlena mengangkat jempol sambil tersenyum senang dan tenang. Dia tidak menyangka Samuel mempersiapkan syarat yang mengamankan. Jadi dia sangat setuju dan merasa lega dengan syarat-syarat yang disiapkan Samuel.
Setelah berbicara dengan Calista, Samuel khawatir Dominus akan mengingkari yang dia cantumkan dalam surat gugatan setelah mereka bercerai.
Apa lagi Arlena menghindari ruang sidang. Akan sulit menuntut haknya di pengadilan. Oleh sebab itu, dia telpon Arlena untuk memastikan sebelum membuat beberapa syarat untuk menolongnya.
"Ok. Nanti saya yang bicara dengan pengacara atau Pak Dominus, kalau datang." Samuel bicara serius, sebab syarat yang disiapkan untuk mengamankan apa yang menjadi hak Arlena.
"Iya, Pak. Mungkin pengacara Amarta datang sendiri. Tapi saya kenal pengacara Amarta. Beliau orang baik, makanya saya biarkan jadi pengacara kami selama ini." Arlena memberikan gambaran kepada Samuel tentang pengacara Amarta.
~*
Beberapa waktu kemudian, pengacara Amarta tiba di halaman rumah. Kemudian diantar oleh Tari yang membuka pintu. "Silahkan duduk Pak Amarta. Oh iya, kenalkan ini pengacara saya." Arlena p menggerakan jempol ke arah pengacara Samuel yang sudah berdiri.
Pengacara Samuel segera mengulurkan tangan menyalami pengacara Amarta dan menyebut namanya. Hal yang sama juga dilakukan oleh pengacara Amarta.
"Kita langsung bicarakan tujuan pertemuan ini?" Pengacara Samuel bertanya serius setelah berkenalan dengan pengacara Amarta yang lebih senior darinya.
"Silahkan, Pak."
"Apakah client anda tidak hadir di sini?"
"Tidak, Pak. Semua sudah diwakilkan kepada saya."
"Baik. Client saya ada di sini, tapi sudah wakilkan semua kepada saya." Pengacara Samuel menggerakan jempol ke arah Arlena sambil memberikan isyarat agar Arlena tidak perlu mengatakan apa pun.
"Baik, Pak." Pengacara Amarta berkata singkat, tapi memperhatikan Arlena dan pengacaranya. Dia berpikir, mereka mungkin seusia, cantik dan tampan.
"Begini, Pak. Client saya setuju tanda tangan surat cerai dengan beberapa syarat ini. Jadi silahkan bicarakan dengan client anda." Pengacara Samuel langsung mengeluarkan lembaran kertas bermetrai dari dalam tas kerjanya.
Pengacara Amarta tertegun sejenak, lalu menerima dan baca syarat yang diajukan Arlena lewat pengacaranya. Dia tidak menyangka akan ada syarat yang diajukan oleh pihak Arlena.
"Saya bisa minta dijelaskan persyaratan ini?" Tanya pengacara Amarta setelah membaca sekilas.
"Silahkan, Pak..."
"Syarat nomor satu ini, bisa berlaku hari ini?"
"Bisa...! Ibu Arlena akan tanda tangan surat cerai saat ini juga, jika beliau sudah terima pembagian hartanya. Jadi tanda tangan beliau tergantung pada penggugat merealisasikan apa yang dicantumkan dalam gugatannya."
"Baik. Saya akan konsultasi dengan client saya." Pengacara Amarta mengangguk pelan sambil mencerna penjelasan pengacara Samuel.
"Kalau syarat nomor 2 (dua), berarti Bu Arlena akan mengundurkan diri dari perusahaan?" Pengacara Amarta meneruskan
"Iya. Terhitung sejak tanda tangan surat cerai, Bu Arlena tidak berhubungan lagi dengan perusahaan dalam bentuk apa pun. Termasuk dengan penggugat. Jadi mereka tidak ada hubungan pribadi atau bisnis lagi setelah client saya tanda tangan surat cerai."
"Baik... Kalau syarat nomor 3 (tiga) saya mengerti. Akan saya bicarakan dengan client saya." Pengacara Amarta berkata sambil mengangguk beberapa kali.
"Iya, Pak." Pengacara Samuel menggerakan tangan, mempersilahkan. "Tapi, sebentar Pak. Saya perlu menjelaskan, mengapa kami cantumkan syarat ke 3 (tiga) ini." Ucap pengacara Samuel sebelum pengacara Amarta merapikan surat.
"Silahkan, Pak." Pengacara Amarta jadi terdiam.
"Client saya butuh waktu 10 (sepuluh) hari kerja untuk keluar dari rumah ini, karena beliau harus mengeluarkan barang pribadi miliknya. Sekarang tangan beliau sedang sakit, jadi agak lambat merapikan barang pribadinya." Pengacara Samuel menjelaskan sambil menunjuk ke arah tangan Arlena.
"Baik, Pak. Saya mengerti. Saya permisi sebentar untuk bicara dengan client saya." Pengacara Amarta mengangguk, tapi berpikir serius. Mengapa syarat seperti itu dicantumkan.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
Selina" dah nikmati dlu yang sekarang NNT kalau udah ada karma nyesel kau
gemes aku up Thor 😭
nggak sabar baca epsd selanjutnya up lagi kak