Balapan, dugem, judi, merokok sudah menjadi dunia dan rutinitas Alanzo Gilbartan setiap hari. Si ketua geng motor dengan muka ala dewa Yunani dan kekayaan yang lebih. Sombong dan urakan adalah dua dari wataknya. Tidak ada yang boleh membuat masalah, semua harus tunduk, atau ia akan terkena batunya.
Hingga ia bertemu dengan Sheryl, cewek misterius dengan sikap tenang dan senyuman santai yang mengalahkan harga dirinya.
Sheryl membuat masalah saat pertama kali bertemu dengannya. Sheryl memiliki Rahasia yang tak ia tahu.
Saat dirinya dan anggota geng lainnya mencari tahu tentang Sheryl di internet, kejanggalan terjadi. Mereka selalu mendapati #ERROR 404.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayndf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prinsip Alanzo
...Gue gak peduli mau itu cewek tidur sama siapa pun yang dia mau, itu hak dia. Prinsip gue, kalo yang jadi milik gue ke mana-mana, ya udah, gue putusin. - Alanzo ...
...***...
Alanzo berdecih dan terkekeh. “Sayangnya gue yang gak pernah ngrusak cewek gak mau dapatin cewek rusak.”
Glek! Glenca menelan salivanya dengan kasar. Ekspresinya pucat pasi sekarang. Hanya satu kalimat yang jatuh dari mulut Alanzo, tapi berhasil mendesirkan seluruh jiwanya. Kalimat itu telah menyudahi semua yang terjadi.
“Mulai hari ini, gue mau kita putus.” Sekarang tubuh Glenca semakin panas dingin mendengar kalimat itu.
“Ta-tapi, Zo—“
“Lo budek? Perlu gue ulangin kata-kata gue tadi?” tanyanya menekan di setiap kata dengan mata elang yang seolah menusuk badannya. Glenca memundurkan kakinya seperti orang linglung. Masih tak percaya ia bisa putus semudah itu dari Alanzo hanya karena keceplosan.
Alanzo berlalu pergi tanpa mau mendengar alasan Glenca lagi. Sebelum itu, ia sempat berpapasan dengan Sheryl, saling bertatapan beberapa saat, dan pergi begitu saja.
Glenca menyugar dan mencengkeram rambut panjangnya frustasi lalu menatap tajam pada Sheryl. “Lo! Ini semua gara-gara lo! Dasar cewek miskin!” pekiknya ingin sekali menghajar Sheryl dengan kuku-kuku panjangnya. Tetapi tubuhnya ditahan.
“Udah, Glen, udah!”
Sheryl hanya diam. Menatap mata cewek yang diliputi emosi itu.
“Lihat aja! Gue bakal balas dendam! Papa gue bakal bikin bangkrut penjualan bakpao bapak lo! Lihat aja! Mereka gak akan bisa jualan!” amcamnya, menunjuk-nunjuk seperti orang kesurupan.
“Glen udah! Kita pergi yuk! Banyak yang lihatin kita!” ucap teman ceweknya saat melihat orang di sekitar mereka menatap dirinya aneh.
“Gue bisa jalan sendiri!” Glenca menghempaskan tangan kedua temannya sebelum akhirnya pergi dengan tangan terkepal dan api yang menyala-nyala di tangannya.
Sheryl masih menatap hal itu hingga Glenca tak lagi tampak dari pandangannya. Cewek itu menghela nafas dan menggidikkan bahu. “Gak jelas.”
***
“Zo, bentar, Zo! Gue bisa jelasin ini semua ke lo!” bujuk Kenart yang sedari tadi tak digubris oleh cowok di hadapannya. Sedari tadi, ia berusaha mengejar langkah Alanzo yang lebar. Kenart dapat melihat aura tidak mennyenangkan dari cowok itu.
Diikuti oleh anggota Gebrastal di belakangnya yang tak berani ikut campur, mereka kini sampai di markas. Alanzo masih saja memasang wajah datar. Menaruh tasnya di sofa.
Kenart masih saja membujuknya untuk percaya. Alanzo mengambil vape di sakunya, menghisap dan menyembulkannya.
“Kita lakuin itu gak sengaja. Kita sama-sama mabuk! Glenca ngira gue itu lo, jadi dia lakuin sama gue!” Kali ini Kenart tampak frustasi saat menjelaskan hal itu.
“Gue pikir lo teman, ternyata suka main belakang,” tanggap Alanzo. “Gue gak tahu harus ngehajar lo atau biarin aja karena lo masih temen.”
“Lo boleh hajar gue semau lo, tapi lo pikirin Glenca!”
Alanzo memajukkan badan, menatap Kenart lalu terkekeh. “Kenapa harus gue pikirin? Gue gak peduli mau itu cewek tidur sama siapa pun yang dia mau, itu hak dia. Prinsip gue, kalo yang jadi milik gue ke mana-mana, ya udah, gue putusin.” Alanzo menggidikkan bahu, mengatakannya dengan santai seolah Glenca bukan apa-apa dalam hidupnya.
Kenart menatap Alanzo tak percaya. “Ini bukan lo yang biasanya, Zo!” Biasanya Alanzo tidak suka jika miliknya disentuh oleh orang lain, sekecil apapun itu. Dulu Alanzo akan marah besar jika ada seorang yang mendekati pacarnya, tapi sekarang? Alanzo hanya mengembuskan vape.
“Gue masih yang biasanya.”
Sedangkan Leon yang tadi diam menatap Kenart sengit. “Kenapa?! Kenapa lo lakuin itu?!” Ia menarik kerah Kenart.
“Ngapain sih lo?!” Kenart langsung saja menepis tangan Leon.
“Gue pikir gue cowok terbrengsek di Gebrastal, ternyata lo lebih brengsek!”
“Ya terus kenapa? Kalo ada cewek yang dianggurin kenapa gak digunain? Selama ini, dia selalu nganggurin cewek-cewek yang mau sama dia! Buat mereka semua nunggu sampai pada akhirnya putus!” emosi Kenart dan kini Leon menonjoknya.
“Anjing! Lo tahu gak?! Gue aja masih bisa sempet nahan buat gak nyentuh Glenca karena gue tahu Glenca punya Alanzo. Sedang lo?! Orang yang paling deket sama dia?! Malah gak bisa jaga kesepakatan!” Lagi-lagi, Leon melayangkan pukulannya pada Kenart dan Kenart pun membalasnya.
“Kenapa? Iri lo gak bisa make Glenca?!” sulut Kenart sambil tersenyum meremehkan membuat Leon lagi-lagi memukulnya.
“Udah, Yon! Ken! Kalian gila?! Kalian ribut cuma perkara cewek eceran?!” pisah Omero tidak tahan lagi.
Kenart langsung saja mencengkeram kerah Omero. “Lo bilang apa?! Cewek eceran?”
“Lo semua bisa diem gak?!” Seketika semua orang di ruangan ini diam saat Alanzo mengeluarkan suara beratnya, menatap satu per satu dari mereka tajam.
“Bisa gak lo gak usah ribut perkara cewek? Gak penting!” Alanzo berbicara dengan rahangnya yang mengeras. “Lo kalo mau ambil, ambil aja. Gak usah repot!”
“Lo!” tunjuknya pada Kenart. “Kalo lo emang kenal gue sejak lama, harusnya lo tahu prinsip gue yang gak akan nyentuh cewek sebelum nikah,” lirihnya tapi menekan di setiap kata, langsung membuat Kenart terdiam.
Awalnya Alanzo hanya ingin menyelesaikan ini dengan santai, tidak ingin memusingkan tentang apa yang telah terjadi, tapi pertengkaran bodoh itu cukup membuatnya emosi. Cowok itu melangkahkan kakinya keluar dari markas, pergi entah kemana.
***
Harum pewangi perpustakaan langsung merasuk dalam hidung Sheryl. Cewek itu melangkahkan kaki di perpustakan yang amat sangat besar dan terbilang mewah, merasakan hawa tenang kala memasukinya. Tidak ada siapa pun di sini, hanya dirinya.
Ia melihat buku yang tertata rapi, karpet merah yang nyaman untuk diduduki, serta cahaya matahari dari jendela yang dimodif hingga pencahayaannya pas. Suara sepatunya berketuk keras karena ruangan yang kosong. Ia tersenyum tenang, melangkah pada jendela yang menampakkan pemandangan di bawah.
Bunyi sepatu berketuk dari belakangnya, pertanda ada orang yang ke sini. Orang itu menghampirinya, ikut menyaksikan pemandangan di bawah sana.
“Ngapain lo ke sini?” tanya Alanzo.
“Bukannya gue yang harusnya nanya gitu?” Alanzo berdecak kesal. Sheryl selalu saja menanggapi pertanyaannya dengan pertanyaan.
“Buat ketemu lo! Tapi kalo diliat-liat, tenyata di sini lebih nyaman ketimbang tempat lain.”
Sheryl tertawa santai. “Lo ke sini mau gue minta maaf lo karena tadi?”
“Justru gue mau bilang makasih, karena lo gue bisa tahu kalo dia gak setia.” Jalan salah sangka dulu dengan kata ‘makasih’ yang keluar dari mulut Alanzo itu. Cowok itu mengatakannya dengan menyeringai, bahkan Sheryl menyipitkan mata.
“Makanya gue mau kasih lo reward sebagai balas budi.”
“Lo mau kasih reward, ‘kan? Bisa gak lo sama geng lo gak gangguin gue lagi?” tanya Sheryl menampilkan wajah datar.
Alanzo mengangguk, tersenyum misterius. “Oke, lo gak bakal jadi babu gue lagi. Sekarang lo ikut gue, gue bakal umumin di depan semua orang.” Tanpa persetujuan Sheryl, cowok itu menarik dirinya ke arah kantin yang masih dipenuhi orang.
“Permisi, gue minta perhatiannya!” Kini, semua orang langsung mengarahkan padangannya pada Alanzo menyeringai, sedang mengangkat tangan Sheryl ke atas. “Mulai hari ini, dia gak akan jadi babu gue lagi,” umumnya.
“Tapi dia bakal jadi pacar gue, sebagai pengganti Glenca. Jadi dia milik gue, gak boleh yang ada nyentuh dia selain gue!”
Sebuah deklarasi yang membuat Sheryl tersedak ludahnya sendiri.
See? Itu maksud kata makasih Alanzo tadi.
***