NovelToon NovelToon
Kos-kosan 99 % Waras

Kos-kosan 99 % Waras

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Komedi / Misteri
Popularitas:824
Nilai: 5
Nama Author: Poying22

Selamat datang di Kos-kosan 99% Waras, tempat di mana hidup anak rantau terasa seperti sinetron komedi tanpa sutradara.
Di sinilah bowo tambun si mafia mie instan, Doni si gamer , Salsa si konten kreator sok hits, dan Mbak Ningsih si dukun Excel harus bertahan hidup di bawah aturan absurd sang pemilik kos, Bu Ratna alias Bu Komando.
Aturannya sederhana tapi kejam: siapa minum terakhir wajib ganti galon, sandal hilang bukan tanggung jawab kos, dan panci kotor bisa langsung dijual ke tukang loak.
Setiap hari ada saja drama: dari listrik mati mendadak, mie instan dimasak pakai lilin, air galon jadi rebutan, sampai misteri sandal hilang yang bikin satu kos ribut pagi-pagi.
Tapi di balik semua kekacauan itu, ada juga kisah manis yang tumbuh diam-diam. Doni dan Salsa yang awalnya hobi ribut urusan sepele malah sering kejebak momen romantis dan konyol. Sementara Bowo yang doyan ngegas gara-gara mie justru bikin cewek kos sebelah penasaran.
Satu hal yang pasti,
Bukan nilai kuliah atau ujian online yang jadi tantangan terbesar anak-anak ini, tapi bertahan hidup di kos dengan 99% kewarasan,dan penuh misteri.bagaima kelanjutan kisah percintaan mereka? stay tune guysss

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poying22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keponakan Bu Ratna

Sore menjelang malam. Hujan rintik-rintik mulai turun di luar kos, membuat udara di ruang tengah terasa lebih lembap. Meja masih penuh dengan dokumen yang tadi pagi di kasih buk Ratna dan yang mereka temukan. Doni, Salsa, Bowo, dan Mbak Ningsih duduk melingkar sambil menandai peta jalur bawah tanah.

Pintu depan kembali berbunyi, “Tok… tok… tok…”

Salsa yang paling dekat menoleh. “Jam segini,Apa Bu Ratna ya yang datang lagi?”

Doni berjalan ke pintu, membuka sedikit. Di luar, berdiri Bu Ratna dengan payung tertutup dan di sampingnya seorang pemuda berjaket hitam, ransel di punggung. Wajahnya tegas tapi ada rasa ingin tahu yang besar di matanya.

“Ibu masuk ya?” kata Bu Ratna. “Ini Rian, keponakan Ibu. Dia baru sampai dari Bandung. Ibu sudah cerita sedikit soal kos ini dan dia ingin membantu kita.”

Rian tersenyum kaku sambil menjabat tangan Doni. “Halo, aku Rian. Tante cerita kalian menemukan ruang bawah tanah itu. Aku jadi kepikiran buat ikut bantu. Kebetulan aku mahasiswa teknik sipil, lumayan ngerti struktur bangunan.”

Bowo spontan berseru. “Wah, pas banget! Ada tambahan kru!”

Bu Ratna menaruh payungnya, menatap Rian. “Ibu nggak suruh dia ikut, dia sendiri yang maksa. Katanya penasaran. Tapi Ibu minta kalian semua tetap hati-hati.”

Salsa menatap Rian dari ujung kepala sampai kaki. “Seriusan kamu mau ikut juga?”

Rian mengangguk mantap. “Aku tahu ini berbahaya, tapi kalau jalurnya retak atau ada ventilasi rusak, aku bisa bantu cek. Tante bilang ada area beton yang ditutup kan? Aku bisa lihat apakah masih aman untuk dilewati.”

Mbak Ningsih memandang ke arah Bu Ratna. “Bu, berarti besok malam kita turun bareng-bareng? Ada Bu Ratna, ada kita, sekarang ada Rian juga?”

Bu Ratna menghela napas panjang. “Iya. Dengan ada nya Rian mungkin kita akan lebih aman. Tapi sekali lagi, keselamatan nomor satu. Ibu juga akan bawa lampu tambahan dan masker.”

Pocong si kucing gembul berjalan mendekat, mengendus sepatu Rian lalu mengeong pelan. Rian tertawa kecil. “Lucu ya kucingnya. Namanya Pocong? Serem juga.”

Bowo menyodorkan mangkuk mie. “Ini ritual wajib: sebelum briefing kita makan mie dulu. Mafia Mie style.”

Rian menerima mangkuk itu sambil tersenyum. “Oke deh, biar sekalian kenalan.”

Doni membuka kembali buku catatan kulit di meja. “Besok malam kita berangkat. Malam ini kita finalisasi strategi. Rian, nanti kamu bisa bantu kami cek denah jalur.”

Rian mencondongkan tubuhnya melihat peta yang sudah di scan oleh Mbak Ningsih. “Hmm… dari gambar ini, jalur yang ditutup beton cuma sebagian. Ada lorong lain yang mungkin tembus ke ruang penyimpanan. Aku bisa tandai mana yang harus dihindari.”

Salsa mencatat di ponselnya. “Mantap. Tim kita makin lengkap. Tinggal doa aja.”

Bu Ratna memandang mereka semua. “Ibu lega ada yang ngerti struktur bangunan. Tapi ingat, jalur ini dulu bukan cuma gudang obat. Ada area karantina. Jangan sembarang buka pintu.”

Hening sesaat. Hanya suara hujan di luar dan Pocong yang menggoyangkan ekornya. Doni menghela napas. “Oke. Besok malam kita turun bersama. Kita harus tahu apa yang disembunyikan di ruang itu.”

Rian mengangguk. “Besok aku siap. Malam ini aku bantu kalian susun peralatan yang perlu dibawa.”

Bowo mengangkat mie seperti bersulang. “Selamat datang di Mafia Mie plus satu anggota baru.”

Semua tertawa kecil, menandai awal babak baru dari petualangan mereka.

Setelah tawa kecil itu reda, Doni menutup map dan menatap semua orang. “Oke, sekarang kita serius. Kita tulis daftar peralatan buat besok malam.”

Mbak Ningsih langsung mengetik di laptopnya. “Aku siap jadi notulen. Sebut aja satu-satu.”

Doni mengangkat telunjuk. “Pertama, penerangan. Kita butuh senter lebih banyak. Lampu kepala juga kalau ada.”

Bu Ratna mengeluarkan dua lampu sorot kecil dari tasnya. “Ini lampu cadangan dari Ibu. Masih baru, baterainya penuh.”

Rian menimpali, “Aku bawa headlamp dari kampus. Ada dua. Sama helm proyek, kalau mau dipakai buat pelindung kepala.”

Bowo menepuk meja. “Wah, kayak ekspedisi beneran. Mafia mie siap logistik makanan, minum, dan termos air panas. Nggak lucu kan kalau kita lapar di bawah tanah.”

Salsa sambil mencatat di ponsel. “Aku bawa powerbank, kamera, tripod kecil. Sekalian kartu memori cadangan.”

Mbak Ningsih mengangkat tangan. “Aku siapkan peta digital di tablet dan file Excel. Biar gampang lihat jalur.”

Bu Ratna mengangguk puas. “Bagus. Masker sama sarung tangan karet juga harus ada. Udara di bawah sana bisa pengap dan banyak debu.”

Rian menulis cepat di kertas yang dibawanya. “Aku juga bawa pita penanda jalan. Jadi kalau kita balik bisa ikutin jalur yang sama.”

Pocong kucing gembul naik ke atas meja, duduk di samping daftar peralatan. Salsa mengelusnya. “Kamu juga ikut ya, Cong? Jadi navigator kita.”

Bowo tertawa kecil. “Dia pasti akan jalan paling depan.”

Doni kembali berbicara, nada suaranya lebih serius. “Besok kita berangkat setelah magrib. Kita turun bareng-bareng. Nggak ada yang pisah. Sinyal mungkin jelek, jadi kita pakai tanda suara atau pita penanda dari Rian.”

Bu Ratna menatap Doni. “Nak Doni, kalau di dalam ada hal yang terasa nggak beres, jangan ragu untuk mundur. Ingat pesan Ibu.”

Doni mengangguk mantap. “Iya Bu. Keselamatan tetap Nomor satu.

Mbak Ningsih menutup laptopnya. “Semua sudah tercatat. Malam ini kita tinggal cek ulang semua peralatan nya.”

Rian merapikan helm proyek di depannya. “Aku senang bisa bantu kalian.

Suasana ruang tengah terasa berbeda. Bukan lagi ruang santai penghuni kos, melainkan markas kecil dengan tumpukan dokumen, peta jalur bawah tanah, dan daftar peralatan.

Hujan di luar masih turun, menambah kan suasana tegang.

Pocong mengeong pelan seolah mengakhiri rapat itu. Doni menatap semua orang. “Oke, teman-teman. Besok malam kita berangkat.”

Salsa menarik napas panjang, matanya berbinar campur takut. “Petualangan kita makin gila aja…”

Bowo mengangkat termosnya seperti bersulang. “Tapi Mafia Mie nggak akan pernah mundur.”

Semua tertawa kecil, sedikit mencairkan ketegangan. Malam itu mereka habiskan dengan menyiapkan tas, mengecek baterai, dan membagi tugas. Kunci kuno masih tergeletak di atas buku catatan kulit menjadi pengingat bahwa besok mereka akan memasuki ruangan rahasia terbesar di kos bekas rumah sakit ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!