Sri tidak menyangka jika rumah tangganya akan berakhir karena orang yang paling dia cintai dan hormati, entah bagaimana dia mendeskripsikan hati yang tidak akan pernah sembuh karena perselingkuhan suami dengan perempuan yang tak lain ibunya sendiri.
Dia berusaha untuk tabah dan melanjutkan hidup tapi bayangan penghianatan dan masalalu membuatnya seakan semakin tercekik.
mampu ka dia kembali bangkit setelah pengkhianatan itu diatas dia juga memiliki kewajiban berbakti pada orangtua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Hari persidangan perceraian Sri dan juga Irfan pun di gelar, kali ini kedua orangtua Irfan ikut hadir, mereka ingin bertemu dengan menantunya itu.
"Hari ini persidangan perceraian antara ibu Sri Handayani dnegan pak Irfan, mari segera kita mulai, silahkan ibu Sri mengemukakan apa yang anda ingin katakan".
"Seperti yang pak Hakim tahu, mungkin sudah ada surat rekomendasi dari pengadilan sebelumnya, saya hanya ingin kejelasan status perceraian dan kepastian pernikahan untuk ibu saya yang mulia".
Sri menatap sang hakim dengan keyakinan penuh, dia tidak akan pernah mundur dari keinginannya ini.
"Tapi aku tidak mau bercerai Sri, kamu ini kenapa jadi perempuan tidak tahu diri sekali sih? ". Kesal Irfan mendengar perkataan istrinya itu.
"Tidak tahu diri segi apa Irfan yang terhormat, kamu itu yang lelaki tidak tahu diri dan egois, sudah salah masih mencari pembenaran perbuatanmu, kamu ini memang gila, menjengkelkan sekali". Sungut Sri dengan sangat kesal.
Mata Irfan melotot sempurna, istri yang selama ini penurut dan tidak pernah mengeluarkan perkataan kasar, bisa berkata seperti itu kepadanya.
"Jangan kurang ajar Sri, aku ini suamimu, aku bertanggung jawab pada ibumu karena ibumu lebih dulu menggodaku, aku ini lelaki normal". Ucapnya menunjuk kasar Sri karena berani padanya.
"Alah, kau saja lelaki biadab yang tidak punya pikiran, bagaimana kalau seandainya ibumu seperti itu, kau pikir hanya ibuku yang bersalah, kau juga sama saja dengannya jadi jangan hanya menyalahkan dirinya, kamu juga salah".
Hilang sudah rasa hormatnya kepada suaminya ini mendengar perkataan yang menyudutkan tentang ibunya, walau ibunya salah, suaminya ini tidak berhak menghakimi ibunya seperti itu, karena kejadian itu tidak akan terjadi kalau mereka berdua tidak sama-sama mau.
Matanya semakin melotot dan ingin memakan istri itu hidup-hidup mendengar perlawanan istrinya kembali.
"Kamu perempuan tidak tahu diri, bisa-bisanya kamu menghina suamimu seperti itu, durhaka kamu". Hardiknya dengan keras.
Sri memutar matanya malas, lelaki didepannya ini memang sangat egois dan keras kepala, tidak mau salah padahal jelas-jelas salah dan malah menyalahkan orang lain.
"Aku hanya bicara fakta tuan Irfan, kamu tidak mau menceraikan aku tapi mau menikahi ibuku, kau gila atau bagaimana? , kau ini muslim pasti sangat tahu jika menikahi ibu dan anak itu dalam agama itu haram, belajar agama yang benar sebelum berdebat dengan orang". Kesalnya lagi.
Perdebatan itu terhenti ketika hakim menghentikan mereka, bahkan Hakim menyuruh seorang ustad untuk memberikan tanggapannya dan itu membuat Irfan bungkam dan menunduk malu.
"Sebagaimana yang rekomendasi yang telah diberikan oleh beberapa ustad dan pengadilan sebelumnya, pengadilan ini mengabulkan gugatan perceraian yang dilayangkan oleh ibu Sri Handayani terhadap suaminya Irfan". Ucap sang hakim setelah jalannya sidang yang cukup menegangkan.
"Aku tidak mau yang mulia, aku mengajukan rujuk istri ku, aku tidak mau bercerai dengannya". Suara pantang Irfan kembali menggema menolak keputusan hakim.
"Tapi anda sudah menalak istri anda pak Irfan, anda juga tidak bisa berlaku seenaknya setelah semua bukti dan tindakan yang anda lakukan". Sang hakim menatap tajam lelaki sombong dan angkuh didepannya ini.
Sejak tadi dia sangat geram melihat tingkah menyebalkan dari lelaki sok berkuasa ini.
"Saya hanya bertanggungjawab sampai bayi itu lahir yang mulia, saya tidak mau bercerai dari istri saya, saya baru menalak satu istri saya, saya masih bisa mengajukan rujuk". Ucapnya dengan kekeh tak mau berpisah dari istri nya.
"Keputusan pengadilan sudah final, anda tidak bisa menikahi ibu dan anak sekaligus pak Irfan, itu haram hukumnya, anda sebaiknya periksa ke psikolog mengenai tingkah gila anda itu".
Perkataan hakim sontak menuai reaksi dari semua kalangan, baru kali ini hakim yang terkenal tegas dan menjaga ucapannya itu mengeluarkan perkataan yang sedikit menghina.
"Jika anda tidak menerima keputusan pengadilan dan tidak mau bercerai, seperti perkataan dan keputusan pengadilan sebelumnya anda akan masuk kembali kedalam penjara, terserah anda, silahkan memilih".
Irfan langsung diam seribu bahasa mendapatkan kalimat pedas dari hakim dan juga tatapan tajam darinya, dia merasa hakim ini membencinya.
"Sekarang katakan keputusan anda, anda sudah berbuat hal yang tak pantas tapi membuat keputusan dengan egois, jika anda tidak mau bercerai dengan istri anda, harusnya anda berpikir seribu kali berbuat tindak asusila apalagi itu dengan ibu mertua anda sendiri dalam hukum agama kita itu haram untuk anda nikahi bersama dengan anaknya juga". Kesal sang hakim menatap tajam Irfan yang dihadapannya.
Kedua orangtua Irfan hanya bisa pasrah dan menunduk, perkataan hakim itu benar adanya, anaknya bertindak keterlaluan dan dengan egoisnya ingin tetap mempertahankan pernikahannya dengan Sri, mana bisa menikah dengan ibu dan anak sekaligus.
"Baiklah yang mulia, saya akan mengikuti keputusan pengadilan". Pasrahnya dengan berat hati.
Hakim itu hanya mendengus kesal, emosinya sejak tadi terpancing mendengar perkataan kurang ajar dan keterlaluan dirinya pada sang istri bahkan dia dengan terang-terangan mengatai mertuanya padahal dia juga melakukan tindakan itu dengan sadar.
"Dari tadi kek, anda ini sudah salah masih selalu menyalahkan dan menghina orang, harusnya anda itu introspeksi diri, sudah bagus istri anda hanya meminta anda menceraikan dirinya dan menikahi ibunya, bukan memasukkan anda ke penjara dan membunuh anda, tindakan anda itu memang sangat keterlaluan ".
Mereka semua menatap hakim tidak percaya, hakim yang harusnya berbicara Formal itu malah mengatakan selayaknya orang biasa yang sedang marah dan kesal.
"Para hadirin sudah mendengar keputusan tuan Irfan, dengan ini perceraian antara keduanya sudah di sahkan pengadilan dan hukuman yang telah disepakati oleh pengadilan sebelumnya akan dijalankan yaitu pernikahan antara ibu Siti dan juga pak Irfan akan terlaksana beserta hukuman cambuk dan juga pengusiran dari tempat tinggal mereka sekarang sebagai hukum adat".
Hakim mengetuk palu dengan pelan sebanyak tiga kali membuat lutut Irfan terasa lemas seketika, dia melupakan hukuman lainnya yang menantinya itu.
Kedua orangtua Irfan hanya bisa menunduk, dia tidak menyangka hidup anaknya akan hancur seperti ini.
Ibu Irfan bahkan menatap menantunya penuh kebencian, dia tidak menyangka perempuan yang dia anggap baik itu bisa berkata seperti itu pada putranya, bahkan terkesan merendahkan harga dirimu putranya dihadapan orang banyak.
Sang ibu menghampiri sang anak kemudian memeluknya, melihat ibunya tangis Irfan pecah seketika, dia tidak menyangka ibunya akan datang melihat dirinya.
"Tidak apa nak, setelah ini kamu kembali pada kami yah, kamu jangan khawatir, nikahi saja perempuan itu lalu ambil anaknya, toh itu anakmu". Ucapnya dengan enteng berusaha menghibur sang anak.
"Tapi sayangnya itu tidak akan pernah terjadi, anak itu akan tetap berada ditangan ibu saya". Ucap Sri dengan dingin