Sila, seorang gadis karier dari dunia modern yang tajam lidah tapi berhati lembut, terbangun suatu pagi bukan di apartemennya, melainkan di sebuah istana mewah penuh hiasan emas dan para pelayan bersujud di depannya—eh, bukan karena hormat, tapi karena mereka kira dia sudah gila!
Ternyata, Sila telah transmigrasi ke tubuh seorang selir rendahan bernama Mei Lian, yang posisinya di istana begitu... tak dianggap, sampai-sampai namanya pun tidak pernah disebut dalam daftar selir resmi. Parahnya lagi, istana tempat ia tinggal terletak di sudut belakang yang lebih mirip gudang istana daripada paviliun selir.
Namun, Sila bukan wanita yang mudah menyerah. Dengan modal logika zaman modern, kepintarannya, serta lidah tajamnya yang bisa menusuk tanpa harus bicara kasar, ia mulai menata ulang hidup Mei Lian dengan gaya “CEO ala selir buangan”.
Dari membuat masker lumpur untuk para selir berjerawat, membuka jasa konsultasi percintaan rahasia untuk para kasim.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Suasana istana tampak tenang dari luar, namun di dalamnya… badai mulai bertiup.
Setelah menemukan halaman resep palsu di Perpustakaan Kekaisaran, Mei Lin menyadari satu hal: seseorang berusaha menjeratnya. Namun, bukannya panik dan langsung menuduh, ia memilih… berpura-pura tidak tahu.
“Aku akan menjadi selir yang tidak sengaja salah baca, ” gumam Mei Lin dengan nada geli. “Mari lihat siapa yang panik duluan.”
Hari itu, Mei Lin dengan santainya datang ke dapur utama istana, membawa resep palsu tersebut.
“Kakak juru masak, ini aku temukan di perpustakaan. Ramuan ini katanya bagus sekali buat menguatkan tubuh. Tolong buatkan, ya?”
Kepala juru masak, yang sudah hafal reputasi Mei Lin yang kerap menciptakan menu-menu ajaib, langsung mencium gelagat aneh.
“Hmm... bahan ini... kenapa ada akar Bai Duan? Itu seharusnya tidak digunakan sembarangan.”
Mei Lin memasang wajah bodoh. “Oh? Wah, maaf... aku kira itu buat memperpanjang umur. Namanya juga aku cuma selir, bukan tabib, hehe…”
Kepala juru masak mengangguk ragu. Mei Lin tersenyum manis, lalu diam-diam mengikuti siapa saja yang mulai gusar sejak kabar “resep Mei Lin yang baru” menyebar.
Dengan bantuan Pengawal Mo, Mei Lin mulai menyelidiki siapa yang terakhir menyentuh lemari penyimpanan resep di perpustakaan.
Ternyata… salah satu murid magang dari Tabib Agung Yao, bernama Shen Liang, sering terlihat mondar-mandir ke sana.
“Kenapa harus magang? Kenapa bukan langsung Tabib Yao?” tanya Mo.
“Karena yang jahat itu biasanya tidak suka kotor tangannya sendiri,” jawab Mei Lin sambil memainkan kipas.
Mereka pun menyusun rencana. Mei Lin akan mengundang Tabib Agung dan murid-muridnya ke perjamuan kecil sebagai bentuk syukur atas pemulihan rakyat dari wabah. Di sana, ia akan menjebak mereka.
Sore itu, halaman belakang istana dihias sederhana. Hidangan disusun, dan para tabib diundang. Semua tampak normal, hingga Mei Lin membawa dua mangkuk minuman kesehatan.
“Tabib Agung, aku buat dua ramuan. Yang ini resepku, dan yang ini dari kertas yang kutemukan di perpustakaan. Aku ingin tahu mana yang lebih manjur menurutmu…”
Tabib Yao menyipitkan mata. “Bukan wewenang selir menentukan ramuan…”
“Tapi bukankah rakyat menyukai ramuan itu?” sahut Mei Lin dengan suara polos. “Mungkin Tabib bisa mencobanya lebih dulu?”
Seketika wajah Shen Liang pucat. Ia bangkit dan mencoba menyambar mangkuk dari tangan Mei Lin, tapi Pengawal Mo menahan tangannya.
“Ada yang panik, rupanya,” ujar Mo tenang.
Dalam sekejap, semua menjadi jelas. Shen Liang pun diperiksa dan ditemukan kertas asli dari resep palsu di balik jubahnya. Ia mengaku… atas perintah Tabib Yao.
Kaisar Zhen memandang mereka semua dari singgasananya dengan mata tajam. Tabib Yao merendahkan kepala.
“Aku... hanya tak tahan melihat seorang selir menginjak kedudukan tabib istana.”
“Tapi kedudukanmu justru kau rusak sendiri,” jawab Kaisar. “Mei Lin tak merebut jabatan, tapi ia bekerja dengan hati. Kau malah bermain racun.”
Tabib Yao dicopot dari jabatannya, dan dikirim ke pengasingan untuk bertapa dan menebus kesalahannya. Shen Liang dibuang dari istana selamanya.
Di kediamannya, Mei Lin tertawa geli bersama pelayan Lu Xi.
“Kau benar-benar pura-pura bodoh tadi, Nyonya... hebat!”
“Jadi selir itu... kadang harus pintar, kadang cukup kelihatan bodoh,” sahut Mei Lin sambil mengangkat alis.
“Tapi kenyang terus,” celetuk Lu Xi.
“Itu wajib,” timpal Mei Lin sambil mengunyah kudapan.
Kini, Mei Lin makin dikenal bukan hanya sebagai penyelamat wabah, tetapi juga sebagai wanita yang cerdas, licik bila perlu, dan... menggemaskan.
Namun, di balik senyumnya, ia tahu: musuh di istana belum benar-benar habis.
Dan dari kejauhan… sebuah surat rahasia sedang dikirim ke selatan, menuju seseorang yang lama tak terdengar...
...****************...
Angin musim gugur bertiup lembut di pelataran Istana Langit Timur. Dedauan berguguran, namun di hati Kaisar Liang Xu... justru mulai tumbuh satu tunas rasa yang tak bisa ia sangkal lagi.
Setiap gelak tawa Mei Lin, setiap cara anehnya mengacaukan suasana, namun kemudian menyelamatkannya dengan kepintaran dan keluguan, perlahan-lahan merobohkan benteng dingin di hati sang Kaisar.
“Kenapa kau selalu bisa menertawakan masalah?” tanya Kaisar suatu malam ketika mereka berjalan menyusuri taman istana.
“Karena hidup di dunia ini terlalu singkat untuk hanya diisi kemarahan, Yang Mulia,” jawab Mei Lin tanpa ragu. “Toh, siapa tahu kita mati besok?”
Kaisar menghela napas. Hanya wanita ini yang bisa membuatnya ingin tertawa... dan juga ingin melindungi.
---
Suatu pagi, iring-iringan megah datang dari barat. Mereka adalah perwakilan dari Kekaisaran Chengyun, sebuah negeri yang dikenal dengan kekuatan militer dan kekuasaan melintasi lima gunung dan tujuh sungai.
Pemimpin mereka, seorang Kaisar muda bernama Bai Tian, belum memiliki selir maupun permaisuri. Dikenal dingin, tenang, dan disegani, ia datang dengan tujuan menjalin hubungan diplomatik yang lebih erat.
Namun… semua menjadi lain saat matanya bertemu dengan sosok Mei Lin di perjamuan malam penyambutan.
“Siapa wanita berpakaian sederhana itu?” tanya Bai Tian pada penasihatnya.
“Itu... Selir istimewa dari Kaisar Liang Xu. Namanya Mei Lin.”
Bai Xu tak berkata apa-apa, tapi matanya mengikuti gerak Mei Lin hingga perjamuan berakhir.
---
Selama beberapa hari, Bai Tian selalu menemukan alasan untuk berbincang dengan Kaisar Liang Xu dan dalam setiap kesempatan, ia selalu menyisipkan komentar tentang "selir unik yang penuh ide dari negeri timur".
Kaisar Liang Xu mulai merasa... tidak nyaman.
“Mei Lin bukan hadiah diplomatik,” gumam Kaisar Liang Xu pada dirinya sendiri.
Namun Mei Lin—dengan kepribadiannya yang polos tapi tajam—sudah merasakan ada ketegangan.
“Yang Mulia Bai Tian... suka makanan manis,” kata Mei Lin santai suatu hari sambil menyusun makanan kecil.
“Dan... apakah kau akan membuatkannya?” tanya Kaisar Liang Xu dengan suara tenang namun mengandung makna dalam.
“Tentu. Sebagai tuan rumah yang baik,” jawab Mei Lin sambil tersenyum.
Kaisar Bai Tian tersenyum tipis. Di balik dinginnya, hatinya mulai tumbuh bunga yang rapuh tapi hangat.
---
Malam itu, Mei Lin duduk di perpustakaan istana bersama Mo, membaca buku tentang sejarah Kekaisaran Chengyun.
“Apa anda mencurigai sesuatu?” tanya Mo sambil berdiri berjaga.
“Aku hanya merasa...Kaisar Bai Tian tidak hanya membawa misi negara. Tatapan matanya pada hidangan dan padaku, berbeda.”
Mo menghela napas. “Apa anda akan menolaknya jika ia memintamu sebagai Permaisuri Chengyun?”
Mei Lin tertawa kecil.
“Aku tidak tau tapi aku lebih suka jadi orang iseng di dapur istana... daripada jadi ratu yang tak bisa tertawa.”
Namun tak seorang pun tahu, Kaisar Bai Xu telah mengirim surat rahasia malam itu, berisi satu permintaan:
"Jika engkau tak menjadikan Selir Mei Lin sebagai Permaisuri, aku akan mengajukan permintaan resmi untuk membawanya ke negeri kami—sebagai bentuk aliansi dan peneguh perdamaian."
Surat itu sampai di tangan Kaisar Liang Xu sebelum fajar.
Dan untuk pertama kalinya... tangan kaisar Liang Xu bergetar saat membaca surat.
Ia tahu… saatnya membuat keputusan.
bersambung
semoga sampe tamat ya Thor 🥰🥰
semangat nulisnya...
sehat selalu ya 🥰🥰