Berada di dunia yang mana dipenuhi banyak aura yang menjadi bakat umat manusia, selain itu kekuatan fisik yang didapatkan dari kultivasi melambangkan betapa kuatnya seseorang. Namun, lain hal dengan Aegle, gadis belia yang terasingkan karena tidak dapat melakukan kultivasi seperti kebanyakan orang bahkan aura di dalam dirinya tidak dapat terdeteksi. Walaupun tidak memiliki jiwa kultivasi dan aura, Aegle sangat pandai dalam ilmu alkemi, ia mampu meracik segala macam ramuan yang dapat digunakan untuk pengobatan dan lainnya. Ilmu meraciknya didapatkan dari seorang Kakek tua Misterius yang mengajarkan cara meramu ramuan. Karena suatu kejadian, Sang Kakek hilang secara misterius. Aegle pun melakukan petualang untuk mencari Sang Kakek. Dalam petualang itu, Aegle bertemu makhluk mitologi yang pernah Kakek ceritakan kepadanya. Ia juga bertemu hantu kecil misterius, mereka membantu Aegle dalam mengasah kemampuannya. Bersama mereka berjuang menaklukan tantangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
Sudah seminggu Aegle dan Nyth berada di hutan, mencari bahan-bahan yang mereka butuhkan. Di tengah perjalanan, tanpa sengaja mereka menemukan seekor burung kecil yang terkapar di tanah. Aegle memungut burung itu dan dengan cermat mulai mengobatinya. Nyth mengamati dengan saksama.
“Kenapa kau tidak menggunakan sihir penyembuh milikmu?” tanya Nyth penasaran.
Aegle menoleh sambil tersenyum lugu. “Aku tidak bisa ilmu sihir,” jawabnya, lalu kembali fokus pada burung kecil di tangannya.
Nyth bergumam pelan, “Rupanya, selain aura dan kultivasimu, ingatanmu juga telah dihapus, segel.”
“Apa yang kau gumamkan, Nyth kecil?” tanya Aegle penasaran.
“Tidak ada. Apa burung itu sudah sembuh, Kak?” Nyth beralih menatap burung itu.
Aegle mengangguk. “Aku hanya menggunakan beberapa pil pemulihan tubuh dan luka,” katanya lembut. Setelah memastikan burung kecil itu pulih, Aegle melepaskannya ke udara.
“Pergilah dan berhati-hatilah,” ucapnya, tersenyum penuh harap saat burung itu terbang menjauh.
Perjalanan mereka berlanjut menuju utara hutan, di mana buah merah yang mereka cari berada. Beberapa hari kemudian, mereka tiba di kaki gunung yang menjulang tinggi. Nyth melirik ke arah Aegle. Ia bisa mencapai puncak dengan cepat menggunakan jurus peringan tubuh, tetapi Aegle tidak bisa. Kemampuannya masih terbatas, sehingga mereka harus melewati jalan memutar.
Setelah beberapa hari pendakian melelahkan, mereka akhirnya tiba di puncak. Atmosfer di sana sangat rendah, diselimuti kabut tebal yang membuat pencarian buah merah semakin sulit. Namun, sebelum sempat mencari lebih jauh, mereka melihat pertempuran sengit antara beberapa kelompok peserta yang memperebutkan buah merah.
Aegle dan Nyth memilih bersembunyi, menghindari pertempuran. Tapi tiba-tiba, kawanan burung menyerang dari udara, melempari para peserta dengan batu-batu berapi. Serangan tersebut membuat mereka berhenti bertarung dan berlarian menghindari batu-batu yang jatuh.
“Apa yang terjadi?” teriak salah satu peserta.
Ternyata burung-burung itulah yang menjaga buah merah. Salah satu kelompok mencoba menghalau serangan itu dengan melemparkan berbagai jurus, diikuti oleh kelompok lainnya. Pertempuran sengit pun berlangsung, kali ini antara manusia dan burung-burung penjaga buah merah.
Di tengah kekacauan itu, Aegle melihat seekor burung yang memimpin kawanan burung penjaga. Ia terkejut. “Hey, Nyth, bukankah itu burung kecil yang beberapa hari lalu kutolong?”
Nyth memperhatikan sejenak. “Rupanya begitu,” gumamnya.
Kini, burung kecil itu bertarung sendirian, melawan serangan-serangan dari para peserta yang semakin ganas. Aegle merasa iba melihatnya terluka dan kewalahan.
“Nyth, tidakkah kita bisa menolongnya?” tanya Aegle cemas.
“Jika kita menolongnya, kita akan menarik perhatian mereka,” sahut Nyth, mengingatkan.
“Hufft,” Aegle mendengus kesal. “Apa kau takut?”
Nyth tersenyum tipis. “Takut? Mereka bukan tandinganku. Hanya saja aku membutuhkan burung itu untuk memancing sesuatu keluar.”
Aegle kebingungan, tetapi tidak berkomentar lebih jauh. Tak lama kemudian, burung kecil itu terjatuh ke tanah, terluka parah setelah terkena senjata dewa yang digunakan oleh salah satu peserta.
Di tengah pertempuran, tiba-tiba gunung berguncang hebat. Petir menyambar dari langit, menggelegar menggetarkan seisi puncak. Aegle dan Nyth menatap ke langit yang gaduh. Semua peserta tertegun, menghentikan pertempuran mereka. Dari balik kabut, muncul seekor burung raksasa yang sangat besar dengan bulu merah menyala yang diselimuti api. Paruhnya tajam dan berwarna keemasan.
“Itu… burung Rock!” seru salah satu peserta.
“Benarkah? Bukankah itu hewan mitologi level S yang hanya ada dalam legenda? Bagaimana bisa ada di sini?” sahut peserta lainnya, terkesima.