NovelToon NovelToon
Penyesalan Anak Dan Suami

Penyesalan Anak Dan Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:4.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: D'wie

Sikap anak dan suami yang begitu tak acuh padanya membuat Aliyah menelan pahit getir segalanya seorang diri. Anak pertamanya seorang yang keras kepala dan pembangkang. Sedangkan suaminya, masa bodoh dan selalu protes dengan Aliyah yang tak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu fokus pada rumah tangga dan ketiga anaknya. Hingga suatu hari, kenyataan menampar mereka di detik-detik terakhir.

Akankah penyesalan anak dan suami itu dapat mengembalikan segalanya yang telah terlewatkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BSC 18

Hari sudah begitu larut, tapi Amar tak kunjung bisa memejamkan matanya. Pikiran Amar benar-benar kalut. Bahkan untuk melihat keadaan Aliyah saja membuat Amar ketakutan sendiri.

Perlahan, Amar pun beranjak dari tempat duduknya. Ia berdiri di depan pintu ruang ICU tempat Aliyah dirawat. Karena kondisi Aliyah yang memerlukan pengawasan ketat membuatnya tetap berada di sana.

Dengan tangan yang bergetar, Amar ingin membuka pintu ruangan itu. Di saat bersamaan ternyata pintu telah dibuka oleh seorang perawat yang juga ingin keluar dari sana. Ia baru saja selesai melakukan pengecekan secara berkala pada Aliyah.

Amar memang diizinkan melihat keadaan Aliyah, tapi tidak sembarangan orang diperbolehkan masuk ke dalam sana. Untuk masuk ke dalam sana pun memerlukan pakaian khusus.

"Anda ingin melihat keadaan Bu Aliyah?" tanya perawat tersebut yang tahu kalau Amar adalah suami dari Aliyah.

Amar lantas mengangguk. Perawat tersebut lantas memintanya menggunakan pakaian khusus untuk masuk ke dalam sana. Setelah mengenakan seragam khusus tersebut, Amar pun diizinkan masuk ke ruangan yang di dalamnya dipenuhi berbagai peralatan medis.

Dengan bertahan Amar melangkahkan kakinya mendekat ke ranjang di mana Aliyah terbaring dengan beberapa selang yang menempel di tubuhnya.

Mata terbelalak. Seketika matanya memanas saat melihat keadaan Aliyah yang benar-benar membuat nafasnya sesak. Rambut Aliyah yang nyaris botak. Belum lagi tubuh yang begitu kurus. Nyaris seperti tulang berbalut kulit. Kini Amar sadar, mengapa beberapa bulan ini Aliyah selalu mengenakan gamis lengkap dengan hijabnya meskipun sedang berada di rumah. Sepertinya ia sengaja ingin menutupi keadaannya yang sebenarnya dari dirinya. Entah apa tujuannya, bisa jadi karena malu, tidak percaya diri, atau tak ingin membuatnya khawatir. Atau bisa juga karena tak ingin dirinya makin ilfil hingga meninggalkannya.

Amar terduduk kemudian terisak dalam pilu. Bagaimana ia tidak menyadari kalau istrinya sedang tidak baik-baik saja selama ini. Mengapa ia begitu bodoh tidak pernah menggubris setiap keluhan sang istri. Mengapa ia tidak mencari tahu alasan Aliyah yang terus mengenakan gamis lengkap dengan hijabnya meskipun saat tidur. Mengapa ia bisa seabai itu dengan istrinya sendiri? Mengapa ia begitu dzalim pada istri sekaligus ibu dari anak-anaknya itu?

Padahal Aliyah kerap mengeluhkan sakit kepalanya yang terkadang tak kunjung sembuh dan kalaupun sembuh hanya beberapa saat, lalu besok atau lusa kambuh lagi. Pernah Aliyah mengatakan ingin memeriksakan dirinya ke dokter karena sakit kepalanya yang tak kunjung sembuh, tapi Amar justru marah. Ia mengatakan kalau Aliyah terlalu cengeng. Suka mengeluh, dan berbagai macam ucapan menyakitkan lainnya. Akhirnya, Aliyah pun tak pernah lagi mengeluh. Meskipun sakit, ia memilih diam dan menelan sendiri rasa sakit itu.

'Mas, aku mau periksa ke dokter. Sakit kepalaku kok nggak sembuh-sembuh. Mas mau temenin, kan?'

Amar mendengkus, 'dasar cengeng. Dikit-dikit ngeluh. Dikit-dikit ngeluh. Cuma sakit kepala aja mau ke dokter, ngabis-ngabisin duit aja.'

'Kan kita pakai BPJS, Mas. Jadi nggak perlu bayar.' Aliyah terus berusaha membujuk suaminya.

'Beli saja obat di warung kenapa sih? Biasanya juga kayak gitu. Nggak usah banyak tingkah deh. Buang waktu dan tenaga aja. Paling juga ujung-ujung dikasi Paracetamol jadi mending langsung beli obat di warung aja. Sama aja. Nggak ada bedanya. Nggak usah sok-sokan periksa ke dokter. Di warung juga banyak obat sakit kepala yang ampuh. Dasar kamu aja yang cengeng. Sakit kepala doang mau ke dokter,' omel Amar tidak peduli sedikitpun apa yang Aliyah rasakan.

Aliyah seketika terdiam. Sejak saat itu, Aliyah benar-benar memendam rasa sakitnya seorang diri. Rasa percaya diri Aliyah kian runtuh saat perlahan rambutnya terus rontok hingga membuatnya nyaris botak. Tubuh Aliyah juga makin kurus. Ia sering kesulitan makan membuat asam lambungnya sering naik. Belum lagi setiap mengkonsumsi obat sakit kepala, pasti perutnya seketika pedih. Aliyah kadang bingung sendiri, bila meminum obat sakit kepala, maka perutnya akan pedih, tapi bila tidak dimakankan obat, maka sakit kepalanya akan kian menjadi. Boro-boro menghilang, yang ada justru kian menyiksanya.'

Saat sedang tergugu dalam kesendirian dan kesepian, ponsel Amar bergetar. Dilihatnya, yang menghubunginya ternyata Nafisa. Padahal hari sudah tengah malam, tapi wanita itu ternyata belum tidur. Namun Amar enggan mengangkat panggilan itu. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah sang istri- Aliyah.

Sudah beberapa panggilan dari Nafisa Amar abaikan. Hingga entah panggilan ke berapa, Amar mulai kesal. Namun saat melihat panggilan itu dari Nana, seketika Amar khawatir.

Amar pun segera mengangkat panggilan itu.

"Halo, Na. Ada apa?"

"Yah, Gaffi sama Amri nangis lagi. Gaffi juga demamnya naik lagi. Nana bingung. Nana harus bagaimana?" ujar Nana dengan suara sedikit serak dan bergetar. Sepertinya anak perempuannya itu sudah cukup lama menangis.

Amar meraup wajahnya frustasi. Diliriknya Aliyah yang masih memejamkan matanya lalu menghela nafas panjang.

"Sebentar lagi ayah pulang. Kamu sabar ya, Na," ujar Amar lirih.

Nana pun mengangguk meskipun Amar tidak melihatnya sama sekali. Lalu panggilan pun ditutup.

"Al, kamu Mas tinggal dulu ya! Gaffi dan Amri nangis terus cariin kamu. Kamu bangun dong! Kamu nggak kasian sama mereka?" ucap Amar lirih. "Mas tinggal dulu ya. Semoga saja setelah Mas kembali, kamu sudah membuka matamu."

Setelah mengucapkan itu, Amar pun meminta bantuan perawat yang bertugas untuk mengabari bila terjadi sesuatu pada istrinya. Setelahnya, ia pun bergegas mengemudikan mobilnya pulang ke rumah.

Malam yang larut, membuat tangis kedua putranya terdengar begitu nyaring hingga keluar rumah. Namun tak ada yang mendengar sebab memang tetangga kanan dan kirinya sedang tidak ada di rumah. Jadi setidaknya Amar merasa tenang sebab tidak menggangu tetangganya dengan tangisan sang anak.

Amar pun langsung masuk ke dalam rumah. Diraihnya Amri ke dalam gendongan. Masih seperti sebelumnya, Amri seakan tak suka kalau ia menggendongnya. Begitu pula dengan Gaffi. Bocah laki-laki 5 tahun itu langsung bersembunyi di balik selimut miliknya. Hati Amar seakan diremas tangan-tangan tak kasat mata. Benar-benar sakit. Ia seakan ditolak anak-anaknya sendiri. Mungkin ini akibat dirinya yang tidak begitu memperhatikan tumbuh kembang keduanya. Padahal usia seperti mereka berdua merupakan usia yang memerlukan perhatian dan kasih sayang berlimpah dari kedua orang tuanya, tapi Amar justru acuh tak acuh. Baginya, tugasnya hanyalah mencari nafkah, sedangkan urusan anak-anak dan rumah tangga semua merupakan tugas dan kewajiban Aliyah sebagai ibu rumah tangga.

Mengabaikan penolakan Amri, Amar terus berupaya menenangkan balita 2 tahun itu sambil menimang-nimangnya. Tapi anak laki-lakinya itu ternyata masih betah menangis.

"Amri mau apa, Nak? Jangan nangis lagi ya! Nanti suaranya jadi seperti kodok, Amri mau?" ujar Amri yang kali ini sedikit lembut. Khawatir mental anaknya terganggu bila ia kembali meninggikan suaranya.

Amri masih menangis, tapi tidak sekencang tadi. Mungkin karena sudah mulai lelah, jadi ia tidak seperti tadi. Namun Amri masih sesenggukan. Bahkan saat matanya perlahan terpejam pun ia masih sesenggukan. Amar tak dapat berkata-kata.

Amar ingin meletakkan Amri di ranjang, tapi Amri justru merengek. Dengan terpaksa, Amar kembali menggendong Amri. Seketika sekelebat ingatan dimana Amri sakit dan terus menangis di malam hari membuat Aliyah harus terus menggendongnya. Amar memejamkan matanya, baru ia sadari, berapa berat sebenarnya tugas Aliyah. Tapi di pagi hari, ia justru memarahinya karena bangun kesiangan.

Dengan Amri digendongnya, Amar mencoba menghampiri Gaffi yang masih bersembunyi di balik selimut. Terdengar suara sesenggukan dari dalam sana. Gaffi sepertinya belum tidur, tapi ia takut melihat ayahnya sendiri.

"Gaffi, ini ayah! Kamu sudah tidur?" tanya Amar pelan. Tapi Gaffi tak menggubris. Memilih aman, Amar pun hanya mengusap kepala Gaffi dari balik selimut.

Melihat kedatangan ayahnya, Nana pun tersenyum lega. Akhirnya ia bisa tidur juga, pikirnya.

Tak terasa lagi telah datang. Sinar mentari bahkan telah menembus celah-celah kaca jendela di rumah itu. Amar terkesiap. Ia kesiangan hari ini. Amar meremas rambutnya frustasi. Bisa-bisa ia kembali terlambat ke kantor.

Pelan-pelan, Amar membaringkan Amri yang masih tertidur. Setelahnya, ia pun bergegas mandi. Sekeluarnya dari kamar mandi, diliriknya ranjang yang masih kosong.

"Aliyah, pakaianku mana?" teriak Amar sepertinya ia lupa akan fakta kalau Aliyah sedang dirawat di rumah sakit saat ini.

"Aliyaaah ... pakaianku di-ma-na."

Brukkk ...

Amar tiba-tiba terduduk. Tanpa sadar, ia pun terisak saat ingat Aliyah sedang tidak ada di sana. Aliyah, tidak berada di rumah itu. Aliyah sedang dirawat di rumah sakit.

Padahal baru 2 hari Aliyah dirawat di rumah sakit, tapi kenapa rasanya seperti begitu lama.

Nana yang sudah siap dengan seragam sekolahnya berdiri di depan kamar Amar. Melihat ayahnya terisak, tanpa sadar Nana pun ikut terisak.

"Ayah, kapan ibu akan kembali?" tanya Nana dengan suara bergetar.

Amar mengangkat wajahnya lalu menggeleng.

"Ayah ... Tidak tahu. Sampai sekarang keadaan ibu belum baik-baik saja."

Lalu keduanya pun menangis bersama.

...***...

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

1
Jetty Eva
ternyata Nafisa pux bakat turunan dr ibux..😆😆😆
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐤𝐚𝐤 𝐨𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐤𝐥𝐨 𝐝𝐢 𝐤𝐨𝐧𝐨𝐡𝐚, 𝐧𝐠𝐞𝐥𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐫𝐚𝐦𝐩𝐨𝐤 𝐛𝐬 𝐣𝐝 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚 𝐤𝐚𝐤
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐨𝐫𝐧𝐠 𝐬𝐝𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐚𝐢 𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐧𝐠𝟐
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐍𝐚𝐟𝐢𝐬𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐛𝐞𝐛𝐚𝐥 𝐚𝐩𝐚 𝐠𝐦𝐧 𝐠𝐤 𝐩𝐧𝐲 𝐨𝐭𝐚𝐤 𝐲𝐚
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
👏👏👏👏👏👏👏👏👏
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐯𝐢𝐝𝐞𝐨 𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐫, 𝐧𝐚𝐧𝐚 𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐝𝐚 𝐛𝐨𝐝𝐨𝐡 𝐭𝐨𝐥𝐨𝐥
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐝𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐥𝐨𝐧.... 𝐭𝐞
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐨𝐡 𝐍𝐚𝐟𝐢𝐬𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮 𝐧𝐲𝐚 𝐣𝐚𝐧𝐝𝐚 𝐠𝐚𝐭𝐞𝐥 𝐲𝐚... 𝐛𝐫𝐭𝐢 𝐛𝐤𝐧 𝐬𝐨𝐝𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐞𝐚𝐲𝐚𝐡
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐥𝐨𝐧𝐭𝐡𝐞
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐫𝐞𝐬𝐭𝐨𝐫𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐢𝐛𝐮
𝐭𝐨𝐢𝐥𝐞𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐢𝐛𝐮
𝐝𝐨𝐚 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐨𝐚 𝐢𝐛𝐮
𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐭𝐦 𝐚𝐧𝐤 𝐠𝐞𝐧𝐝𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮

𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐢𝐛𝐮 𝐥𝐚𝐡 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐠 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐢 𝐚𝐧𝐚𝐤𝟐𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐬𝐤𝐢𝐩𝐮𝐧 𝐛𝐥𝐦 𝐭𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐫𝐮𝐩𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐧𝐲𝐚 😭😭😭😭😭
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐬𝐝𝐡 𝐬𝐥𝐡 𝐠𝐤 𝐦𝐚𝐮 𝐧𝐠𝐚𝐤𝐮 𝐝𝐧 𝐦𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐦𝐚𝐚𝐟

𝐜𝐢𝐫𝐢𝟐 𝐦𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐭𝐮𝐫𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐨𝐝𝐚𝐫𝐚 𝐬𝐞𝐚𝐲𝐚𝐡
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
😭😭😭😭😭
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐀𝐲𝐨𝐤 𝐛𝐮𝐧𝐝𝐚 𝐛𝐢𝐤𝐢𝐧 𝐭𝐮𝐡 𝐧𝐞𝐧𝐞𝐤 𝐬𝐢𝐡𝐢𝐫 𝐣𝐝 𝐫𝐮𝐣𝐚𝐤 𝐛𝐞𝐛𝐞𝐠, 𝐡𝐞𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐨𝐭𝐨𝐲 𝐛𝐧𝐠𝐭 𝐣𝐝 𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐠
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐡𝐛𝐬 𝐭𝐢𝐬𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐨𝐱 𝐤𝐚𝐤 𝐨𝐭𝐡𝐨𝐫 😭😭😭😭
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐬𝐩𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐍𝐚𝐟𝐢𝐬𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐨𝐧𝐠𝐤𝐨𝐥 𝐝𝐠𝐧 𝐬𝐥𝐡 𝟏 𝐭𝐦𝐧 𝐚𝐦𝐚𝐫 𝐝𝐢 𝐤𝐧𝐭𝐫 𝐮𝐧𝐭𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐭𝐡𝐤𝐧 𝐩𝐨𝐬𝐢𝐬𝐢 𝐚𝐦𝐚𝐫
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐝𝐩𝐭 𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐫?
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐦𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐢𝐲𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥

𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐡𝐝𝐮𝐩 𝐦𝐚 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐤 𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭 𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐤 𝐝𝐚𝐣𝐣𝐚𝐥
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐁𝐚𝐠𝐮𝐬.... 𝐚𝐥𝐢𝐲𝐚𝐡


𝐦𝐞𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐧𝐝𝐚 𝐭𝐩 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚
𝐝𝐫𝐩𝐝 𝐩𝐧𝐲 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢 𝐭𝐩 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚
𝐚𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐠𝐢𝐫𝐥
𝐠𝐨𝐨𝐝 𝐣𝐨𝐛 𝐚𝐥𝐢𝐲𝐚𝐡 👍👍

𝐦𝐚𝐦𝐚𝐦 𝐭𝐮 𝐚𝐦𝐚𝐫 𝐬𝐮𝐤𝐮𝐫𝐢𝐧
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!