Seorang CEO yang tak sengaja mendapatkan amanah dari korban kecelakaan yang ditolongnya, untuk menyerahkan cincin pada calon pengantin wanita.
Namun Ia malah diminta Guru dari kedua mempelai tersebut untuk menikah dengan mempelai wanita, yang ditinggal meninggal Dunia oleh calon mempelai pria. Akankah sang CEO menikah dengan mempelai wanita itu? Akankah sang mempelai wanita setuju Menikah dengan sang CEO?
Dan sebuah masalalu yang mempelai wanita itu miliki selalu mengganggu pikirannya. Kekhawatiran yang ia rasakan selalu menghantui pikirannya. Apakah masalalu yang menghantui pikiran mempelai wanita itu?
Cerita ini hanya khayalan Author, jika ada kesamaan tokoh, kejadian itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18 Menggoda Ayra
Bram segera masuk ke kamar melepas sepatu ket dan baju kaos birunya. Tinggal sebuah training hitam yang melekat pada tubuhnya. Ia melangkah menuju kamar mandi.
Sesampainya disana ia melihat Ayra sedang berusaha mengambil sabun cair yang berada di lemari yang cukup tinggi bagi dirinya. Sebuah ruangan yang terdapat bathub dan terpisah dengan toilet.
Bram melihat Ayra tiba-tiba timbul rasa iseng karena teringat akan keangkuhan sang istri yang tak ingin menatap wajahnya ketika ia minta sebelum menikah.
Bram menarik pergelangan tangan Ayra. Hingga Ayra berada di depan dada bidang Bram tanpa kain penutup. Keringat yang mengalir di dada Bram pun membasahi jilbab Ayra.
"Mas....."
Ayra yang kaget karena ditarik tiba-tiba. Ia lebih tak karuan kala jantung nya berdetak tak karuan karena berada begitu dekat dengan Ayra. Hembusan nafas Bram dapat ia rasakan di wajahnya.
Bram mendekat satu langkah Ayra mundur satu langkah. Bram makin memojokkan Ayra hingga Sepasang suami istri itu berada di jarak yang sangat dekat.
Dag.
Dig.
Dug.
Jantung Ayra berdetak tak karuan. Aroma maskulin dari keringat yang dihasilkan pori-pori suaminya itu mampu membuatnya mengingat satu kitab yang pernah ia pelajari di pondok pesantren. Sebuah kitab Fathul Izar dimana didalam kita itu membahas sesuatu yang halal dipraktekkan bagi sepasang suami istri.
"Kamu bilang mata mu akan menatap ku ketika aku halal kamu pandangi. Apa sekarang aku belum halal bagi mu?"
Bram merapat kan tubuhnya pada sang istri. satu tangan nya ia naikan dan tempelkan di dinding tepat di sebelah wajah Ayra. Dan satu tangan lainnya berada di dinding dengan posisi di sebelah pinggang Ayra.
Ayra mengangkat wajahnya. Senyum yang selalu ia berikan di wajah nya ia munculkan kepada suaminya itu.
"Glek."
Bram menelan salivanya dengan kasar. Ayra dapat melihat jelas jakun suami nya itu baru saja menelan Saliva nya. Mata mereka kembali bertemu untuk kedua kalinya. Ayra mencoba menahan debaran hatinya sedangkan Bram menyesal melakukan hal konyol itu baginya.
"Kamu bilang tadi apa..... Melayani. Ya Melayani. Kamu mau melayani suami mu ini sekarang?"
Deg.
Ayra terperangah mendengar kalimat terakhir suaminya. Ada rasa bahagia dalam hati Ayra bukan karena kata melayani tetapi kata Suami mu. Ayra merasa senang dengan kata itu yang diucapkan suaminya. Ia merasa Bram memberikan sebuah air untuk tanaman dihatinya disaat hujan tak kunjung turun.
"Insyaallah kapan pun mas meminta hak mas, Ayra akan memberikan nya mas selagi tidak dalam kondisi haram untuk kita melakukan nya."
"Hehehe... Termasuk disini?"
Bram tersenyum smirk masih menatap wajah Ayra. Komunikasi pertama tanpa nada marah, komunikasi pertama dalam jarak yang sangat dekat dan saling menatap. Tapi dengan dua rasa yang berbeda.
"Berhubungan intim di kamar mandi?"
"What apakah otaknya tidak sepolos wajah nya?! Apakah dia menginginkan nya?"
"Kamu mau melakukan itu?"
"Bagaimana mau membaca doa jika berada di dalam kamar mandi mas,sedangkan sebelum melakukan hubungan inti kita diajarkan untuk berdoa terlebih dahulu. Sedangkan kamar mandi tempat yang kotor. Sementara doa permohonan kepada Allah Ta'ala yang Maha Suci."
"Kita? Kamu saja kali!"
Bram mendekatkan wajah nya ke Ayra hingga hidung mereka yang sama-sama mancung bertemu. Ayra refleks memejamkan matanya. Dia paham makna yang ia pelajari tentang hubungan intim suami istri atau lebih dikenal Ayra dengan kata jimak namun dia nol dalam hal praktek.
Seperti saat ini baru saling menatap Ayra sudah tak bisa mengontrol perasaannya. Hatinya yang berdebar-debar dan pikiran nya yang melayang mengingat kembali beberapa materi tentang jimak.
"Dimana keangkuhan mu kemarin Ayra. Hehe.... Kamu hanya pandai berkata-kata ternyata kamu begitu takut untuk aku sentuh. Wanita yang unik. Diluar sana banyak wanita bahkan rela untuk aku tiduri agar bisa menjadi Nyonya Bramantyo. Kamu malah malu-malu kucing.Heh!"
Ayra yang masih terpejam merasakan tidak ada lagi hembusan nafas suaminya di depan wajahnya. Dan dada bidang yang tadi menempel pada kedua tangan yang Ayra letakkan di depan dada pun tak terasa.
"Ayo. katanya kamu ingin melayani aku!"
Ayra membuka matanya. Dan melihat Bram telah masuk kedalam bathub dan training panjang nya telah tergeletak di lantai. Ayra masih bingung harus bagaimana tetapi mandi bersama juga bisa dibilang ibadah karena menyenangkan hati suami.
Karena salah satu ciri istri Sholehah adalah mampu melayani suami dengan baik dan pandai menyenangkan hati suami.
Ayra mendekat, Ayra memegang kancing gamisnya yang berada dibalik jilbab tiba-tiba Bram melempar sebuah handuk kecil ke arah Ayra.
"Cepat gosok punggung ku pakai sabun ini. Cepatlah mandi lalu bersiap mama dan papa mengajak kita pergi ke suatu tempat."
Kedua Netra Ayra membesar bibir mungilnya tersungging. Ayra tersenyum dan menertawai dirinya karena membayangkan hal lain ternyata suami nya sedang ingin mengerjai nya. Ayra mengambil handuk kecil itu dan berjalan ke Bathub lalu menggosok punggung suaminya.
"Bodoh kamu Ayra. Kamu malah membayangkan akan praktek kitab Fathul Izar hehehe...."
"Baik mas. Aku sudah mandi Shubuh tadi. Mas lehernya masih sakit?"
Bram diam tak menjawab lelaki itu memejamkan matanya. menikmati air bathtub yang memberikan kenyamanan dan rasa rileks pada tubuhnya.
Ayra pun selesai menggosok punggung suaminya memijat pelan tengkuk dan leher suami nya serta Sampai ke pundak sang suami.
Berbekal pengalaman pelatihan terapi alam yang pernah ia ikut dimana titik-titik pijat refleksi untuk meregangkan otot-otot yang kaku ia terapkan pada tubuh kekar suaminya itu.
Bram hanya diam karena ia memang merasakan sakit pada bagian leher dan pundak nya. Yang ia kira karena dikerok oleh Ayra semalam. Sehingga ia hanya diam ketika tangan lembut dan mulus Ayra menyentuh kulitnya dan memijat lembut bagian leher pundak nya namun terasa begitu nyaman dan enak bagi tubuh Bram.
Ayra begitu senang karena tak ada penolakan dari Bram. Suaminya tampak menikmati pijatan dari Ayra.
"Bersabarlah Ayra, kadang kadang Allah seakan akan menunda apa yang menjadi hak kita.
Bukan ingin menunda dan membiarkan kita tidak mendapatkan sesuatu, tapi ingin memberikan semua nikmat secara SEMPURNA.
karena diatas itu ada nikmat pahala, nikmat doa, nikmat istigfar, nikmat usaha, dan nikmat yang tiada terputus."
Ayra memberikan semangat pada dirinya sendiri sambil memijat bagian pundak Bram.
"Hah. Kamu pandai berkata-kata dan pandai mengendur kan saraf yang dari tadi begitu tegang Ayra. Semoga kamu mampu membuat aku melupakan Shela walau tidak mencintai mu."
soalnya saya banyak kenal orang dari berbagai daerah meskipun pernah mondok, tp tidak sedetail itu tau tentang najis
mau komen keseeell.. ternyata udah ada yg mewakili😆