Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kaulah Orangnya
Setelah lama di perusahaan, Sean dan Intan pun bangun dan pulang. Tak banyak yang bisa dibicarakan di perjalanan, keheningan pun terasa menyenangkan. Ketika mereka parkir, Sean keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Intan, lalu melakukan hal yang sama dengan pintu depan. Setelah berada di dalam rumah, dia akhirnya berbicara.
"Apakah kau menikmati hari ini?" Tanya Sean.
"Ya, itu sangat menyenangkan, aku menyukainya, terima kasih untuk hari ini." Jawab Intan.
"Aku juga bersenang-senang, jadi tak perlu berterima kasih padaku, kau pasti lelah." Balas Sean.
"Iya, aku akan mengambil headphone-ku, aku meninggalkannya di sofa." Ucap Intan.
Intan berjalan ke sofa dan menggeser tangannya ke seluruh sofa, tapi tidak menemukannya, jadi Sean menghampirinya.
"Tidak dapat menemukannya?" Tanya Sean.
"Tidak, Bi Lila pasti mengambilnya dan menyimpannya di kamar." Jawab Intan.
Intan berbalik terlalu cepat dan menabrak Sean yang sedang memegang pinggangnya, Intan mengangkat wajahnya ke arah Sean.
"Tahukah kau betapa aku ingin menciummu?" Ucap Sean.
"Lalu kenapa tidak kau lakukan?" Tanya Intan.
Sean berhenti sejenak sebelum menjawab, tapi ketika dia membuka mulut untuk berbicara, Intan mengatakan sesuatu yang mengejutkannya.
"Ini bukan yang pertama kalinya, bukan?" Ucap Intan.
"Apa?" Tanya Sean bingung.
"Kau mencium ku di kolam renang, dan kau juga mencium ku di sini, di ruangan ini." Jawab Intan.
"Tapi bagaimana caranya? Kau sudah tahu dari awal? Kenapa kau tidak memberitahuku?" Tanya Sean.
"Baiklah, aku menunggumu untuk mengatakannya padaku, karena kau biarkan aku percaya kebohonganmu. Aku ingin mengerti kenapa, jadi aku menunggu. Tapi kau terlalu lambat, aku akan menunggu sampai kau memberitahuku bahwa kau lah orang yang mencium ku." Jawab Intan.
"Kau belum percaya padaku, aku ingin memperbaiki kesalahan yang ku buat sebelum memberitahumu." Ujar Sean.
"Benarkah? Bagaimana kalau aku malah mencium sekretaris mu dan mengira dia lah orang yang mencium ku?" Tanya Intan.
"Itu tidak akan pernah terjadi, aku tidak akan mengizinkannya." Jawab Sean.
"Kau tidak dapat mengendalikan segalanya!" Seru Intan.
"Tapi aku berharap aku bisa, karena hanya dengan begitu aku bisa memperbaiki keadaan." Ucap Sean.
"Apa yang akan kau lakukan jika kau bisa mengendalikan segalanya sesuka hatimu? Apa yang sangat ingin kau perbaiki?" Cecar Intan.
"Pertama, aku akan kembali ke gedung pernikahan kita saat itu, ke momen tepat saat aku melihatmu, dan melakukan segalanya dengan berbeda." Jawab Sean.
"Berbeda? Maksudmu seperti tidak menikahi perempuan buta sepertiku?" Balas Intan.
"Tidak, seandainya aku benar-benar melihatmu hari itu, sama seperti aku melihatmu sekarang, aku pasti akan menyadari betapa istimewanya dirimu. Tapi saat itu, akulah orang yang paling buta, karena kalau tidak, aku pasti sudah menikahi mu dengan senyum lebar di wajahku, membawamu pulang, dan memelukmu." Ucap Sean.
Sean mencondongkan tubuhnya dan menyentuh sisi-sisi wajah Intan, dahi mereka hampir bersentuhan. Intan merasakan napas Sean menggelitik wajahnya saat itu, dan dia mendengar suara Sean semakin dalam, bahkan hampir seperti bisikan.
"Aku akan membaringkan mu di tempat tidurku, dan menjadikanmu milikku seutuhnya, dan memberitahumu betapa cantik, cerdas, dan istimewanya dirimu, dan betapa beruntungnya aku memilikimu." Ucap Sean.
Akhirnya, bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut pada awalnya, tapi ketika Sean memperdalam ciuman mereka, hal itu membuat Intan bergairah. Sean membuka mata sebentar, membimbing Intan ke sofa.
Bibirnya kembali ke bibir Intan, dan kini tubuhnya secara halus menyerah pada bibir Intan saat Intan memeluknya dengan penuh kasih. Tubuh mereka memancarkan hasrat yang mereka rasakan saat itu, getaran yang dapat dirasakan dengan sempurna oleh Intan, yang memanggil nama Sean di sela-sela ciuman.
Saat bibir Sean menyentuh leher Intan dan tangannya meraba sekujur tubuh Intan, Intan menancapkan kukunya di punggung Sean, membuat bulu kuduk Sean merinding.
"Sean, tunggu dulu!" Seru Intan.
Yang tidak Sean ketahui adalah Intan belum pernah bersama pria manapun sebelumnya. Harris adalah cinta pertama Intan, dan Intan mempersembahkan dirinya untuk suaminya di malam pertamanya agar menjadi istimewa.
"Ada apa?" Tanya Sean yang bingung.
"Kita harus berhenti di sini." Ucap Intan.
Bahkan tanpa mengerti, Sean melepaskan diri dari Intan dan memperhatikan saat Intan duduk dan merapikan rambut dan pakaiannya.
"Kau yakin semuanya baik-baik saja? Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Sean.
"Tidak. Aku hanya..."
Intan berhenti berbicara dan menundukkan kepalanya, dan Sean mulai mengerti.
"Kau belum pernah bersama pria mana pun sebelumnya?" Ucap Sean.
Intan mengangguk, mengonfirmasi apa yang ditanyakan Sean, lalu Sean tersenyum mendengarnya.
"Maukah kau melakukannya bersamaku?" Tanya Sean.
Intan tetap diam untuk beberapa saat.
"Aku tidak tahu, sebenarnya aku tahu, aku hanya..."
"Ini bukan saat yang tepat, bukan?" Ucap Sean.
"Ya!" Jawab Intan.
"Tidak masalah, aku mengerti, haha." Balas Sean.
"Kenapa kau tertawa?" Tanya Intan bingung.
"Tidak apa-apa, aku cuma senang. Kenapa kamu tidak tidur di kamarku saja malam ini?" Usul Sean.
"Sean!" Seru Intan.
"Aku tidak akan menyentuhmu, kecuali kau yang menginginkannya, tentu saja." Balas Sean menggodanya.
"Menurutku itu bukan ide bagus." Balas Intan.
"Kau benar, itu bukan ide yang bagus, malah sangat sangat bagus, kan? Ayolah." Ucap Sean.
Sean mengajak Intan ke kamarnya, tapi Intan masih ragu tentang segalanya.
"Aku tidak tahu..." Kata Intan.
"Tidak apa-apa, aku tidak akan memaksamu." Ucap Sean.
Ketika Sean bangun dari sofa, Intan memegang tangannya.
"Janji?" Ucap Intan.
"Sebanyak yang kau mau." Balas Sean.
Begitu mereka sampai di kamar, Intan merasa sangat tidak nyaman. Sean lalu memegang tangannya dan menuntunnya ke tempat tidur.
"Aku akan mandi, kalau kau mau menemaniku ikutlah." Goda Sean.
"Sean!" Seru Intan.
"Ayolah, itu cuma ajakan, aturannya sama saja, aku tak akan menyentuhmu jika kau tak menginginkannya." Ucap Sean.
"Kau akan melihatku, dan itu tidak adil." Balas Intan.
"Aku bilang aku tidak akan menyentuhmu jika kau tidak menginginkannya, tapi bukan berarti kau tak boleh menyentuhku. Kau bisa menyentuhku sebanyak yang kau inginkan, haha." Goda Sean.
Sensasi gugup di perut Intan membuatnya memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Sean memanfaatkan momen ini, melepas pakaiannya sendiri dengan menggenggam tangan Intan, dan membuat Intan menyentuh dadanya. Awalnya, Intan tersentak.
"Aku ingin kau bisa melihatku dan merasakan bagaimana diriku." Ucap Sean.
Sekali lagi, Sean meraih tangan Intan dan menaruhnya di dadanya. Intan tetap diam, lalu perlahan menggerakkan tangannya. Kali ini, Sean yang memejamkan mata, merasakan sentuhan lembut itu. Ketika Intan mulai menggerakkan tangannya ke bawah, Sean menggigit bibir dan menggenggam tangan Intan.
"Kalau kau ingin aku menepati janjiku, jangan lanjutkan lagi dengan tangan kecilmu itu." Ucap Sean.
"Kupikir aku boleh menyentuhmu sebanyak yang aku mau." Komentar Intan.
Bersambung...