NovelToon NovelToon
DiJadikan Budak Mafia Tampan

DiJadikan Budak Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta Terlarang / Roman-Angst Mafia
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: SelsaAulia

Milea, Gadis yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran empuk gio untuk membalas dendam pada Alessandro , kakak kandung Milea.
Alessandro dianggap menjadi penyebab kecacatan otak pada adik Gio. Maka dari itu, Gio akan melakukan hal yang sama pada Milea agar Alessandro merasakan apa yang di rasakan nya selama ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SelsaAulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Gio bangkit dari kursi kerjanya, langkahnya berat. Ia meraih kunci mobil dari meja, logam dingin itu terasa sejuk di telapak tangannya, seakan sedikit mendinginkan amarah yang masih menyala di dalam dirinya.

Di luar, malam kota J masih berselimut gelap, hanya lampu-lampu yang menerangi jalanan. Ia masuk ke dalam mobilnya, suara mesin yang menyala halus memecah kesunyian.

Mobilnya meluncur pelan meninggalkan halaman, lampu depan mobil menerobos kegelapan, menembus kabut tipis yang menyelimuti jalanan.

Gio mengemudi dengan tenang, namun pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Milea dan rencana balas dendamnya.

Ingatan akan Milea Gio tepis paksa. Gisela, masalahnya saat ini, harus diselesaikan terlebih dahulu.

 Waktu berlalu cepat, hingga akhirnya ia sampai di bar miliknya. Marco, ternyata sudah menunggu di depan pintu.

"Tuan, Nona Gisela di ruangan 69," lapor Marco, wajahnya sedikit tegang.

Gio hanya berdeham, langkahnya tegas menuju ruangan bernomor 69. Bau alkohol menyengat hidungnya begitu pintu terbuka.

Gisela terkulai lemas di sofa, matanya sayu, rambutnya berantakan. Wajahnya pucat pasi.

"Gio... kau Gio?" bisik Gisela, suaranya serak.

"Ya, aku," jawab Gio, suaranya tetap berwibawa. Ia membungkuk, menatap Gisela yang tampak sangat rapuh. "Aku akan membawamu ke hotel untuk beristirahat."

"Jangan tinggalkan aku di hotel," rengek Gisela, matanya berkaca-kaca. "Bolehkah aku menginap di mansion? Atau setidaknya di paviliun?"

Gio berpikir sejenak. Membawa Gisela dalam keadaan mabuk ke paviliun? Tidak mungkin. Kehadirannya bisa mengganggu kenyamanan keponakan kecilnya. Mansion adalah pilihan yang lebih tepat.

"Baiklah," kata Gio, nada suaranya penuh pengertian. "Kita ke mansion. Aku akan menyuruh pelayan menyiapkan kamar tamu untukmu."

Dengan hati-hati, Gio membantu Gisela berdiri. Tubuhnya terasa sangat ringan, hampir tak berdaya.

Ia membimbing Gisela menuju mobil, memastikan langkahnya tetap mantap. Di dalam mobil, Gisela tertidur lelap, kepala terkulai di bahu Gio. Bayangan Milea kembali hadir, namun kali ini, diiringi oleh beban tanggung jawab yang berat.

Tanggung jawab untuk merawat Gisela, seorang wanita yang tengah terluka dan membutuhkan pertolongan. Perjalanan menuju mansion terasa panjang, diiringi oleh detak jantung Gio yang berdebar kencang.

"Dia tak akan keberatan, kan? Lagipula, apa haknya melarangku membawa wanita lain?" gumam Gio dalam hati, suaranya nyaris tak terdengar, tertelan oleh debar jantungnya sendiri. Rasa bersalah menggerogoti hatinya, namun ia berusaha menepisnya.

Sesampainya di mansion megah itu, seorang pelayan sudah menunggunya di pintu masuk. Wajahnya ramah, namun Gio bisa merasakan sedikit ketegangan di balik senyumnya.

Pelayan itu telah diperintahkan untuk menyiapkan kamar tamu sejak Gio masih dalam perjalanan.

"Kamarnya sudah siap?" tanya Gio, suaranya sedikit lebih keras kali ini.

"Sudah, Tuan," jawab pelayan itu, suaranya pelan.

Baru saja Gio akan melangkah menuju kamar tamu, tiba-tiba ia berpapasan dengan Milea di anak tangga.

Tatapan Milea tajam, menembus jiwanya. Matanya bergantian menatap Gio dan Gisela yang masih tertidur lelap di pelukannya. Seketika, udara di sekitar mereka terasa dingin, beku oleh tatapan menusuk Milea.

Gio memilih untuk mengabaikan tatapan menusuk itu. Dengan langkah cepat, Gio membawa Gisela menuju kamar tamu, meninggalkan Milea yang terpaku di tempatnya.

 Rasanya, ia bisa merasakan tatapan Milea membayangi langkahnya, setiap detak jantungnya bergema dengan keheningan yang mencekam.

Di ambang pintu kamar tamu, ia bisa mendengar suara langkah kaki Milea yang menaiki tangga menuju kamarnya. Keheningan itu lebih menusuk daripada kata-kata.

Gio tahu, pertemuan ini telah meninggalkan luka yang dalam di hati Milea. Dan luka itu, mungkin tak akan pernah sembuh.

Setelah memastikan Gisela tertidur nyenyak di kamar tamu, Gio melangkah keluar, Ia menuju kamarnya, niatnya hanya untuk beristirahat, menghilangkan penat yang menyelimuti tubuh dan pikirannya.

Di dalam kamar, Milea sudah berbaring di tempat tidur, punggungnya menghadap ke arahnya. Rambutnya yang hitam panjang terurai di atas bantal, menutupi sebagian wajahnya.

Suasana kamar terasa dingin, dipenuhi oleh keheningan yang mencekam. Gio hanya melirik Milea sekilas, kemudian ikut berbaring di sisi lain tempat tidur, membiarkan jarak yang memisahkan mereka.

Tidur? Mustahil. Pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Gisela, oleh tatapan tajam Milea, oleh rasa bersalah yang terus menggerogoti hatinya. Namun Ia tak berniat menjelaskan apapun pada Milea.

Dalam pandangan Gio, Milea tak berhak tahu tentang Gisela, tentang apa yang telah terjadi. Ia memilih untuk menyimpan semuanya dalam hati, membiarkan luka itu menganga, mengunyahnya sendiri dalam kesunyian malam.

Dan dalam keheningan itu, ia menyadari, jarak antara dirinya dan Milea semakin melebar, terpisah oleh dinding es yang dibangunnya sendiri.

*

*

*

Mentari pagi menyinari kamar-kamar mansion mewah itu. Gio terbangun dengan perasaan berat. Ia segera menuju kamar tamu tempat Gisela beristirahat. Kegelisahan masih menempel erat di hatinya.

Tok… tok… tok…

"Masuk," sahut Gisela dari dalam, suaranya masih sedikit serak.

Gio membuka pintu dan melangkah masuk. Gisela sudah duduk di tepi tempat tidur, rambutnya masih sedikit berantakan.

"Sudah bangun?" tanya Gio, suaranya datar, tanpa sedikitpun menunjukkan emosi.

"Sudah," jawab Gisela, senyumnya ramah, "Terima kasih sudah menolongku tadi malam."

"Hmm… sudah seharusnya aku membantumu," jawab Gio, nada suaranya berubah sedikit lebih serius. Ia menatap mata Gisela, mencari titik temu di antara mereka. "Tapi aku meminta satu hal padamu."

Mata Gisela berbinar, menunggu penjelasan selanjutnya. "Apa? Katakan saja."

Gio menarik napas dalam-dalam. "Jika nanti kau bertemu dengan wanita di mansion ini… perkenalkan dirimu sebagai temanku. Jangan bilang kau dokter pribadi adikku. Pokoknya, wanita itu tak perlu tahu apapun tentang adikku."

"Wanita?" gumam Gisela, suaranya nyaris tak terdengar. Tangannya mengepal erat, jari-jari tangannya memutih menahan amarah yang mulai membuncah.

Ada wanita lain? Wanita lain yang bahkan Gisela baru ketahui keberadaannya? Perasaan cemburu dan sakit hati menghimpit dadanya.

Ia memaksakan senyum, mencoba menyembunyikan kekagetannya. "Baiklah, Gio. Tenang saja."

Gio mengangguk, kemudian berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Gisela yang masih terpaku di tempatnya, bergulat dengan perasaan campur aduk yang sulit diungkapkan. Keheningan di kamar itu terasa lebih berat daripada sebelumnya.

"Wanita macam apa yang berani mendekatinya? Mantra apa yang dia punya sampai Gio mengizinkannya tinggal di sini? Aku harus menemukan cara untuk tetap tinggal di sini juga!" gumam Gisela, suaranya penuh amarah, terdengar jelas di keheningan kamar.

Bayangan Gio bersama wanita lain menghantuinya, menimbulkan rasa cemburu yang membakar jiwanya. Bagaimana bisa Gio menyimpan seorang wanita di mansion ini.

Matanya menyala, dipenuhi oleh api dendam yang membara. "Mari kita lihat, wanita seperti apa dia," gumamnya lagi, nada suaranya dingin, menunjukkan tekadnya untuk menghadapi saingannya.

Tanpa menunggu lama, Gisela bergegas menuju kamar mandi. Ia mandi, membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa mabuk semalam, juga membersihkan pikirannya dari rasa cemburu dan sakit hati.

Setelah mandi, ia memakai kembali pakaian nya yang mampu menonjolkan pesona dan kecantikannya. Ia berdandan dengan teliti, merias wajahnya seindah mungkin, memakai parfum kesukaannya.

Ia harus terlihat sempurna, ia harus membuat wanita itu merasa insecure, merasa kalah bersaing dengannya. Senyum sinis terukir di bibirnya, menunjukkan tekadnya untuk memenangkan pertarungan tak kasat mata ini. Perang untuk memperebutkan hati Gio.

1
it's me NF
lanjut... 💪💪
Siti Hadijah
awalnya cukup bagus,, semoga terus bagus ke ujungnya ❤️
SelsaAulia: terimakasih kaka, support terus ya ☺️❤️
total 1 replies
Elaro Veyrin
aku mampir kak,karya pertama bagus banget dan rapi penulisannya
SelsaAulia: terimakasih kaka
total 1 replies
Surga Dunia
lanjuttt
Theodora
Lanjut thor!!
Surga Dunia
keren
Theodora
Haii author, aku mampir nih. Novelnya rapi enak dibaca.. aku udah subs dan like tiap chapternya. Ditunggu ya update2nya. Kalau berkenan mampir juga yuk di novelku.
Semangat terus kak 💪
SelsaAulia: makasih kakak udh mampir 🥰
total 1 replies
✧༺▓oadaingg ▓ ༻✧
karya pertama tapi penulis rapi bget
di tunggu back nya 🥰
SelsaAulia: aaaa.. terimakasih udah mampir☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!