NovelToon NovelToon
Sepupuku Maduku

Sepupuku Maduku

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh
Popularitas:854.8k
Nilai: 4.7
Nama Author: Kim Yuna

Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?

Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.

Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.

Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.

Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Sinyal-Sinyal Kebohongan

Mas Danang membeku di tempatnya aku tahu laki-laki itu.

Handphone Mas Danang yang ada di atas nakas aku banting hingga mati. Semua itu aku lakukan agar Mas Danang tidak bisa menghubungi Siska, Aku tidak ingin kedatangan ku lusa di ketahui oleh sepupuku itu. Aku ingin memberikan kejutan untuk anak bibi ku itu.

Suara benda jatuh menyadarkan Mas Danang dari lamunannya.

"Kamu apa-apaan sih? handphone ku kan jadi rusak begini!." Mas Danang mendelik ke arah ku sembari memunguti handphone yang telah terberai.

"Ups, maaf tak sengaja." Enteng saja aku mengatakan kalimat itu sambil berbaring di atas ranjang, lalu membungkus tubuhku dengan selimut tebal.

***

Keesokan hari nya.

Aku beranjak ke dapur setelah melakukan ritual subuh nya. Aku akan membuat sarapan. Kali ini Aku tidak mau di repotkan dengan masak berbagai jenis menu, cukup membuat nsi goreng saja. Dulu aku berusaha untuk menyenangkan Mas Danang dengan memasak berbagai jenis lauk. Namun, pengkhianatan itu membuat ku sudah tidak tertarik untuk menyenangkan hati Mas Danang lagi. Saat ini aku hanya ingin memasak tanpa peduli dengan Mas Danang.

Suara spatula yang beradu dengan wajah kembali memenuhi dapur-ruangan yang dulu menjadi salah satu tempat Favorit ku. Bumbu nasi goreng yang komplit, adanya minyak wijen, kecap manis serta kecap asin dan segala macam rendah dan penyedap membuat aroma makanan menguar memenuhi indra penciuman bagi siapa saja yang menghirupnya, begitu pun dengan Mas Danang.

Laki-laki itu menuju dapur setelah membasuh muka.

"Sayang, masak apa pagi ini? aroma nya harum sekali." Mas Danang menghampiri ku yang sudah duduk manis di depan meja makan dengan seiring nasi goreng. Aku mengedipkan bahu seraya menunjuk ke arah piringnya yang sudah penuh dengan nasi.

"Mau dong Sayang!." Mas Danang menelan ludah sendiri saat melihatku lahan menyantap makanan.

"Ambil sendiri," Aku tidak berminat untuk melayani Mas Danang lagi seperti dulu.

Dengan perasaan dongkol, Mas Danang pun berjalan menuju wajah yang masih ada di atas tungku kompor. Aku tertawa dalam hati karena isinya tinggal sedikit, dia pasti kecewa.

"Sayang, kamu kok tega menyisakan sedikit untuk Mas?." Untuk kesekian kalinya aku membuat kecewa Mas Danang.

"Kalau mau sesuatu itu usaha sendiri. Jangan mengandalkan orang lain."

"Ngomong apa sih kamu, Sayang?." setengah jengkel Mas Danang kembali ke tempat duduknya dengan piring yang hanya tersisa sedikit nasi goreng. Mungkin karena aku menjawab dengan mulut penuh dengan nasi goreng, Mas Danang tidak mengerti apa yang aku bicarakan.

"Kamu mau nasi goreng? aku pikir kamu nggak bangun. Jadi aku buatnya cuman sedikit. Makan aja dulu yang ada. Nanti kalau kurang beli sendiri ke tukang nasi uduk." Tanpa rasa bersalah aku menjawab pertanyaan Mas Danang sebelumnya.

Meskipun dongkol Mas Danang tetap melahap makanan buatanku.

"De kamu tidak lupa kan untuk ngasih sembako pada Ibu hari ini?." Aku mendelik menatap Mas Danang. Lalu tersenyum licik, di dalam otakku sudah tersusun rencana. Aku ingin melakukan sesuatu untuk mereka.

"Mas kemarin kan kamu bilang pada Ibu. Kalau aku sudah lama tidak membuka toko. Artinya sudah lama juga aku tidak dagang. Bukannya aku tidak mau ngasih Ibu belanjaan. Tapi, aku juga butuh uang, Mas. Kamu pasti membawa uang banyak uang kan? gimana kalau kamu bayarin belanjaan Ibu? aku kasih diskon harga murah deh. Setidaknya aku bisa balik modal." aku memasang wajah memelas di hadapan Mas Danang.

Mas Danang yang sedang mengunyah makanan terakhirnya seketika tersedak mendengar permintaan ku. Aku hanya bisa mengulas senyum tipis saat mengetahui Mas Danang yang sedang terbatuk-batuk. Aku kemudian mengulurkan segelas air putih penuh pada Mas Danang. Aku masih punya hati untuk tidak tega membiarkan Mas Danang tesedak terlalu lama.

Belum saatnya kamu mati, Mas! aku belum bisa membalas sakit hati ini.

"Kenapa sih kamu pelit seperti itu? Kamu tidak akan rugi memberikan sedikit belanjaan ibu. Toh, sudah kebiasaanmu setiap bulan, bukan?. Ingat, orang yang banyak sedekah dan beramal itu hartanya akan menjadi berkah. Memangnya kamu tidak mau bersedekah pada Ibuku?." Protes Mas Danang setelah sembuh dari tersedaknya.

Lebih baik aku sedekah pada orang yang benar-benar membutuhkannya Mas bukan pada Ibumu yang masih memiliki simpanan emas oleh saat ini aku tidak ingin lagi bersedekah pada penghianat macam kalian, sudah cukup aku berbuat baik kepada kalian. Aku ingin menjawab demikian, tapi dia sadar belum saatnya membalas seperti itu, bisa bahaya kalau sampai keceplosan.

"Bukan pelit, Mas. Tapi aku butuh duit. Kalau kamu nggak ngasih juga nggak apa-apa sih, toh yang butuh belanjaan itu ibumu. Ada duit aku kasih, nggak ada duitnya ya maaf. Mendingan aku jual untuk orang lain." aku memasang wajah cuek, tangan Mas Danang kembalo menyuapkan nasi yang tinggal satu sendok lagi ke dalam mulutnya.

Mas Danang berdecak kesal mendengar penuturan ku yang sepertinya menyebalkan untuknya. Mungkin dalam hati ia mengumpatku dilihat dari tatapan yang berbeda padaku.

"Aku nggak ada uang, kan kamu tahu gajiku tak seberapa. Lagian kemarin sudah aku kasih ke Ibu satu juta," ketus Mas Danang, mungkin ia tak menyangka dengan perubahan ku yang tiba-tiba.

"Lalu, duit yang ada di dalam dompetmu kemarin? duit istri muda mu?." tanyaku bercanda sembari menyindirnya. Bibir ku tersenyum tipis seraya menatap suamiku yang sebentar lagi akan menjadi mantan.

Aku meneguk segelas air putih sembari melirik Mas Danang. Aku tertawa puas menikmati pemandangan di depannya.

Mas Danang membeku di tempat, mungkin tak menyangka dengan penuturan ku yang tiba-tiba menyebut istri muda.

"Soal 50 juta sepertinya emang aku nggak akan kasih ke kamu, Mas." Aku menatap wajah suaminya yang tampak tegang.

"Ke-kenapa begitu, Sayang? Apa alasannya? padahal Mas kan setuju untuk ikut kamu ke kampung besok." Mas Danang semakin pias, sepertinya ia ketakutan.

Aku terdiam untuk mendukung aktingnya.

"Gimana ya, Mas? Aku ragu denganmu." Aku mendongak melirik ke sana kemari. Wajahku di buat seolah sedang bimbang.

"Ragu? ragu kenapa, Sayang?." laki-laki yang memakai kaus oblong dengan celana kolor itu memandangku dengan perasaan campur aduk.

"Aku takut kamu tidak menepati janji. Aku menangkap sinyal-sinyal kebohongan di sini,"

"Bohong? siapa yang bohong, Sayang?." Mas Danang terbata.

"Ya kamu lah yang bohong. Aku takut setelah menjual rumah kamu tidak lagi sayang dengan aku. Aku takut kamu selingkuh setelah aku tidak memiliki apa-apa?." Aku menunduk, wajahku di tekuk agar semakin menyakinkan Mas Danang.

"Kok kamu ngomong seperti itu, Sayang?." Mas Danang mulai kelabakan, pria itu tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya.

"Soalnya, kamu tega membohongiku saat ini. Bilang tidak punya uang padahal di dalam dompet kemarin kelihatan banyak lembaran merah." Tanpa mempedulikan raut wajah Mas Danang aku meninggalkan meja makan sembari membawa piring kotor bekas makanan ku sendiri.

"Maaf kalau soal itu, sebenarnya bukan bermaksud berbohong padamu, tapi itu uang peganganku," Mas Danang menyusul ku yang sedang mencuci piring di wastafel. Di serahkan piring kotor nya padaku, tanpa menoleh aku menerima lalu membersihkannya sekalian.

Alasan kamu, Mas! Setelah di tegur baru ngomong pegangan. Seandainya tidak aku ungkit kamu tetap akan bungkam. Dasar manusia licik.

Aku membalikkan badan dan menatap Mas Danang dengan seksama.

"Oh pegangan. Aku pikir uang istri mudamu yang sedang kamu pegang. Soalnya lupa dengan jatah bulananku. Kalau gitu, ingatkan belum ngasih aku uang bulanan bulan ini, Aku belum kamu kasih loh, Mas?." Aku menatap Mas Danang dengan tersenyum sumringah, sementara Mas Danang menarik napas berat.

Aku menyimpan piring minimalis di samping tempat cuci piring tersebut. Lalu, mengelap tangan basah dengan lap kering yang sengaja di gantung di sisi wastafel. Kemudian menengadahkan tangan ke arah suamiku itu.

Mas Danang tersenyum kecut. Sejurus kemudian ia mengambil dompet dari balik saku celana kolor nya.

"Berapa? jangan banyak-banyak ya. Nanti aku tidak punya uang lagi untuk ongkos." wajah Mas Danang kecut seketika.

"Aku mau uang satu juta biar sama dengan Ibu." Tanpa basa-basi aku menyebutkan nominalnya.

"Tapi Ibu di kasih belanjaan kan?." Mas Danang menggantungkan sejumlah uang di atas tanganku. Berharap aku itu berkata iya.

Namun, reaksiku di luar ekspetasi Mas Danang. Aku menggoyang-goyangkan jari telunjuk sebagai bentuk penolakan.

"No! No! No! aku tidak mau jatah ku berkurang. Ingat! Mas aku butuh modal. Kalau saat ini saja kamu tidak bisa adil antara aku dan Ibu, lalu bagaimana bisa aku mempercayakan uang 50 juta padamu?." ucapan ku yang terakhir membuat Mas Danang tidak bisa berkutik. Dengan segera ia memberikan sepuluh lembar uang berwarna merah kepadaku.

"Ya deh iyah. Belanjaan Ibu aku yang bayarin. Yuk kita ke toko, mengambil apa saja yang Ibu butuhkan." lagi-lagi Mas Danang pasrah, dia tidak memiliki pilihan lain selain menurut permintaanku.

"Ayo, aku juga sudah kangen dengan toko," Aku berjalan dengan antusias ke kamar mengambil kunci yang ia simpan di dalam dompet.

.

.

.

Bersambung...

1
Ros Yusmiasih
teganya seorang ibu bisa bgtu .....
tinggalkan aja suamimu riska......
Strobeŕry
Luar biasa
Balqis Rukmana
yg bunuh Siska gimana?
Naomy
bego banget sih riska..malah di kasi uang ..manusia ky bibi nya itu bakal makin jadi bukan sadar
Balqis Rukmana
oh si bibik hasadan nya meninggal smp juga di akhir hidupnya
Naomy
lagian ngapain sih si riska cr kontrakan di rukam..mending cari di perumahan atw di ruko sekalian tdk ada bakalan org yg usil
Anonymous
Luar biasa
Jariyah Hilal
cerita sama seperti di novel lain
Choirun Nisa
bagus
Maria Magdalena Indarti
yg jahat sdh terima hukumannta
Maria Magdalena Indarti
vinokah???
Maria Magdalena Indarti
Vino mau ngapain???
Maria Magdalena Indarti
karma
Maria Magdalena Indarti
baiknya CLBK sm abian aja Risks
Maria Magdalena Indarti
karma untukmu Siska, hidup penuh dosa
Maria Magdalena Indarti
Riska cerdik
Maria Magdalena Indarti
ngapain juga Nanti di kasih uang.
Maria Magdalena Indarti
Nartii..... Nartiii..... tetap berulah
Maria Magdalena Indarti
waduh.... sejahat itu Siska. membunuh janin Riska. laporkan ke polisi saja spy msk penjara
Maria Magdalena Indarti
yg mana nih jodoh Riska
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!