menceritakan gadis cantik yang berwajah baby face dengan jilbab yang selalu warna pastel dan nude yang menjadi sekretaris untuk melanjutkan hidup dan membantu perekonomian panti tempat dia tinggal dulu. yang terpaksa menikah dengan CEO duda tempat dia berkerja untuk menutupi kelakuan sang ceo yang selalu bergonta ganti pasangan dan yang paling penting untuk menjadi mami dari anaknya CEO yang berusia 3 tahun yang selalu ingin punya mami
dan menurut yang CEO cuman sang seketerasi yang cocok menjadi ibu sambung untuk putri dan pasang yang bisa menutupi kelakuannya
dan bagaimana pernikahan Kontrak ini apakah akan berakhir bahagia atau berakhir sampai kontrak di tentukan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetmatcha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Nabila memang sudah makan lebih dulu karena jam makan siang sudah lewat. Sementara itu, Agra dan Dion masih menunggu pesanan mereka yang belum juga datang. Di meja panjang sebuah restoran berdekorasi minimalis itu, suara denting sendok dan garpu dari meja lain menyatu dengan obrolan pelan antar pengunjung. Doni, Mega, dan Nayla pun ikut menunggu dengan sabar, meski perut sudah mulai bersuara minta diisi.
“Eh, kalau kalian lapar, makan dulu aja. Nggak usah nunggu pesanan kami,” ucap Dion dengan ramah, menyadari bahwa menunggu makanan dengan perut kosong bukan hal yang menyenangkan.
Mega langsung menggeleng cepat, sambil tersenyum sopan. “Ah, nggak apa-apa, Pak Dion. Kami biasa kok nunggu. Ya kan, Don?” ujarnya sambil melirik ke arah Doni yang duduk di seberangnya. “Apalagi Doni, Pak, udah langganan telat makan. Biasanya sih cuma makan sekali sehari. Maklumlah anak kos, suka ngirit. Kalau Nayla bawa bekal lebih, baru deh Doni bisa makan malam.”
“Lu ya, Meg! Kerjaannya bikin gue malu mulu,” Doni pura-pura kesal, memasang wajah manyun. “Sumpah ya, gue males banget deket sama lu.”
Mega tertawa keras, tanpa merasa bersalah sedikit pun. “Halah, lu aja yang gampang malu!”
Suasana menjadi lebih ringan dengan canda-tawa mereka. Nayla hanya tersenyum kecil sambil sesekali melirik ke arah Nabila yang duduk manis di sampingnya. Gadis kecil itu masih asyik mengunyah potongan ayam goreng dengan wajah puas.
“Eh, Don, liat deh tuh cewek di meja sebelah. Dari tadi ngeliatin lu. Deketin lah, Don. Lumayan, duitnya banyak. Bisa ngurangin pengeluaran lu,” goda Mega sambil mengangguk ke arah seorang wanita berpenampilan glamor di meja seberang.
“Meg, sekali lagi lu jodohin gue sama cewek itu, sumpah ya… gue jodohin lu sama Pak Sutomo, kepala keuangan yang udah perjaka tua itu!” Doni menyipitkan mata, menatap Mega dengan gaya penuh kemenangan.
Mega langsung ternganga. “Gila lu, Don! Ogah gue! Itu orang udah kayak seumuran kakek gue. Jijik banget gue.”
“Tapi dia kaya, Meg. Hidup lu bakal bahagia, nggak perlu mikir bayar kos lagi,” balas Doni sambil nyengir.
Mega langsung cemberut, malas menanggapi lebih jauh. “Ih, amit-amit,” gumamnya pelan.
Beberapa menit kemudian, pelayan datang membawa pesanan mereka. Aroma sedap langsung menguar dari mangkuk-mangkuk panas yang diletakkan di atas meja. Wajah-wajah lapar itu pun kembali berseri.
“Ayo makan semuanya,” ajak Doni dengan semangat, tangannya sudah meraih sendok dan sumpit.
Serempak mereka bertiga menjawab sambil tertawa kecil, “Ayo, Pak!”
Obrolan santai terus berlanjut di sela-sela makan. Dion yang duduk di sebrang Nayla melirik ke arah bibimbap yang ada di hadapan nya itu. Yang Aromanya menggoda.
“Nay, boleh minta bibimbap kamu nggak?” tanya Dion, suaranya ramah.
Nayla mengangguk sambil tersenyum. “Boleh, Pak. Ambil aja, saya bawa banyak kok.”
“Makasih, Nay,” jawab Dion sambil mengambil sesuap. Matanya berbinar setelah mencicipinya. “Wah, enak banget. Gra, coba deh. Nayla ini pandai masak.”
Agra yang dari tadi hanya makan dalam diam, mengangkat wajahnya. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya. “saya boleh coba bibimbab kamu.”
“Iya, Pak,” ucap Nayla singkat, suaranya lembut seperti biasa.
Agra mengambil satu suapan, lalu mengunyah perlahan. Matanya memejam sesaat, menikmati rasa yang meledak di lidahnya. Senyum tipis dan hampir tak terlihat, tapi bukan hanya karena rasa makanan itu. Dalam hatinya, ia semakin yakin bahwa memilih Nayla bukanlah keputusan yang keliru. Perempuan itu lembut, pandai memasak, perhatian pada Nabila, dan yang paling penting—tidak akan mencampuri urusan pribadinya dengan wanita lain.
‘Dia cocok banget jadi mami untuk Nabila,’ batin Agra. ‘Orang-orang akan melihatku sebagai ayah yang bertanggung jawab, berkat citra Nayla yang manis dan bersahaja. Dan yang paling penting, dia nggak akan jadi penghalang dalam hidup gue.’
“Enak, kan, Pak?” sahut Doni, memecah lamunan Agra. “Nayla tuh pintar banget masak. Semua masakannya selalu enak.”
Nayla hanya tersenyum malu. Dalam diam, ia terus memperhatikan Nabila yang masih lahap makan. Sesekali ia mengelap sisa saus di ujung bibir si kecil itu dengan tisu, gerakannya lembut seperti seorang ibu sejati. Nabila menatap Nayla dengan mata berbinar, lalu menyender manja ke bahunya.
Setelah semua selesai makan, Nayla membuka kotak makan berisi cheesecake buatan tangannya.
“ini cheesecake buatan saya nih silahkan Cobain ya,” ucapnya sambil menyodorkan piring ke satu per satu.
Nabila yang paling antusias. Begitu mencicipi sepotong kecil, matanya langsung membulat cerah. “Tiscake Tante Nay enak anget! Bila tuka!” katanya dengan suara cadel yang menggemaskan.
Nayla terkekeh pelan. “Alhamdulillah kalau Bila suka. Ya sudah, nanti kue cheesecakenya untuk Bila aja. Tapi ingat, jangan makan banyak-banyak ya. Nanti sakit gigi.”
“Ote, Tante Nay,” jawab Nabila polos, mengangguk dengan semangat.
Suasana meja itu menjadi hangat, dipenuhi tawa dan senyum yang tulus. Dion menambahkan pujian, “Cheesecakenya enak sekali, Nayla.”
Mega yang tadinya sibuk memotret makanannya, ikut mencicipi. “Tante Nay naik kelas deh! Ini cheesecake terenak yang pernah gue makan, sumpah.” meniru nabila panggil nayla tante
Doni tak mau kalah. “Iya, Meg. Tapi jangan-jangan lu cuma bilang gitu biar dapet tambahan potong.”
“Terserah deh,” sahut Mega cuek. “Yang penting gue bahagia.”
Di tengah obrolan yang semakin akrab itu, tak ada yang tahu bahwa dalam diam, Agra sedang menyusun rencana. Rencana tentang masa depan yang tampak ideal—bersama Nayla dan Nabila, sebagai keluarga kecil yang manis. Tapi niatnya tidak semanis senyumnya. Ia hanya ingin nama baik dan reputasinya aman, sementara hatinya tetap bebas menjelajahi dunia lain yang tidak akan pernah Nayla ketahui.
Dan Nayla? Ia tetap tersenyum, tak pernah menyangka bahwa kasih sayangnya untuk Nabila bisa membawa hatinya mendekat pada pria yang masih menyimpan rahasia.