Niat hati Parto pergi ke kampung untuk menagih hutang pada kawannya, justru mempertemukan dia dengan arwah Jumini, mantan cinta pertamanya.
Berbagai kejadian aneh dan tak masuk akal terus dialaminya selama menginap di kampung itu.
"Ja-jadi, kamu beneran Jumini? Jumini yang dulu ...." Parto membungkam mulutnya, antara percaya dan tak percaya, ia masih berusaha menjaga kewarasannya.
"Iya, dulu kamu sangat mencintaiku, tapi kenapa kamu pergi ke kota tanpa pamit, Mas!" tangis Jumini pun pecah.
"Dan sekarang kita bertemu saat aku sudah menjadi hantu! Dunia ini sungguh tak adil! Pokoknya nggak mau tahu, kamu harus mencari siapa yang tega melakukan ini padaku, Mas! Kalau tidak, aku yang akan menghantui seumur hidupmu!" ujar Jumini berapi-api. Sungguh sekujur roh itu mengeluarkan nyala api, membuat Parto semakin ketakutan.
Benarkah Jumini sudah mati? Lalu siapakah yang tega membunuh janda beranak satu itu? simak kisah kompleks Parto-Jumini ya.
"Semoga Semua Berbahagia"🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria bertopeng
Tiga penggali liang lahat masih bekerja keras malam itu.
“Mayatnya nggak mau dikubur kayaknya, ini tanah kok padet banget, susah digali!” gerutu si baju hitam.
“Hus! Jangan ngomong sembarangan, Pakde. Kasihan Jumini loh, kok bisa ya ditemukan di bawah jembatan situ, ketiban reruntuhan."
“Kamu nggak denger kata Pak RT tadi, dia bilang pasti Jumini lagi mau nyebrang, ndelalah pas banjir.”
“Owalah mesakne timen nasibmu Mbak Jum!” sahut yang lainnya.
“Lha iya to Lek, jenasahnya sudah membusuk sebagian, makanya Pak RT menyarankan tetap dimakamkan saja malam ini.”
“Huum cah! Nek ora ndang dikubur yo ambune nggundreng tekan ngendi-ngendi!” [”Kalau nggak segera dikuburkan baunya akan tercium kemana-mana.”]
“Wis-wis, ojo pada ngobrol, udah mau jam delapan malem, kata Pak Ngatnu harus segera dimakamkan.”
“Iyo-iyo ayo!”
.
.
.
Di Rumahnya, Sukijo tampak memangku Seli, dengan mata yang masih sembab, ia tertunduk seraya melantunkan doa-doa bagi mendiang Jumini.
Tak jauh dari tempat duduknya, Bu Sukemi masih terisak sendu, beberapa kali masih meraung keras, menangisi nasib putri kandungnya yang naas. Sementara Bu Gemi duduk mendampinginya.
“Uwis, Yu. Meh digetuni koyo opo wae, Jumini wis ra iso bali urip. Mesakno Seli kae loh, bocahe plonga-plongo, urung mudeng yen mbokne mati.” —terjemahan: “Sudah, Mbakyu. Bersedih dan kecewa sedalam apapun, Jumini nggak bisa kembali hidup, kasihan itu Seli, celingak-celinguk belum paham kalau ibunya meninggal.”—
Sejahat dan se-tak sukanya pada Jumini, namun hati kecil Bu Gemi masih tetap merasa kehilangan. Air mata pun meleleh tatkala ia melihat sang cucu yang masih polos belum paham apa yang terjadi.
Tak lama kemudian seorang warga yang bertugas mengawasi proses pembuatan liang lahat pun tiba.
“Liang lahat sudah siap, Pak RT!” lapornya singkat.
Pemakaman pun dilangsungkan sewajarnya. Para warga bergotong royong membawa jasad yang mereka yakini sebagai Jumini ke pemakaman diujung kampung, tak jauh dari lokasi sekolahan yang terbengkalai.
.
.
.
Sementara itu….🫒
“Sialan! Apa-apaan ini!” pekik Parto saat membuka mata mendapati dirinya terbaring di bawah langit malam dengan hujan rintik-rintik menerpa wajahnya.
Hal yang mengejutkan selanjutnya, seorang Pria bertopeng berusaha menggagahi tubuhnya. Tentu saja Parto hendak meronta, namun baru disadarinya bahwa kedua tangannya terikat diatas kepala, dan ikatan kuat itu ditautkan pada sebuah pohon.
“Sialan! Ap-apa yang akan kamu lakukan?!” serunya berusaha melawan. Namun secara aneh, yang keluar dari mulutnya adalah kalimat lain. "Tolong lepaskan aku!"
“Ssst!” Si pria bertopeng menempelkan jari telunjuk ke bibirnya yang tertutup topeng yang tampaknya terbuat dari bahan lateks.
Pria bertopeng itu kemudian membungkam mulut Parto dengan lakban membuat Parto tak bisa lagi berteriak.
Saat si pria bertopeng membelai kepalanya, Parto terjingkat karena jijik, namun apa daya ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hmm! Hmm!” Hanya suara itu yang bisa ia teriakkan.
‘Apa ini? Kenapa suaraku aneh?’ gumam Parto dalam hati, lalu mengulang teriakannya. “Hmm! Hmm!”
Barulah ia tersadar ia sedang tak berada dalam tubuhnya sendiri.
Kemudian Parto merasakan amarah luar biasa, kesakitan di sekujur tubuhnya, rasa nyeri di area yang sulit diterjemahkan.
Parto merasakan jelas bagaimana pria bertopeng itu melakukan hal yang tak pantas. Barulah Parto tersadar bahwa jiwanya kini tengah terjebak di tubuh seorang wanita,—wanita malang yang tak berdaya dirudapaksa oleh pria dengan senyum mengerikan.
Si monster bertopeng tak memiliki sedikit pun rasa kasihan, saat wanita malang itu menangis, berusaha sekuat tenaga meronta dengan tatapan memohon untuk dilepaskan, namun semakin wanita itu merintih kesakitan, semakin ganas si pria menampar, menjambak si wanita seraya menggaulinya.
‘Biadab!’ pekik Parto merasa jijik dan marah.
Yang lebih mengejutkan lagi, saat si pria bertopeng merasa puas dengan napsunya, ia dengan tega melempar tubuh si wanita malang ke sungai tak jauh dari tempat itu.
Byur!
Parto berusaha melepaskan ikatan di kedua tangan dan kakinya. Namun ia hanya jiwa yang tengah kehilangan kemampuan mengendalikan apapun.
Parto merasakan dinginnya air menyelimuti tubuhnya yang mulai merasa kaku tak bisa bergerak. Parto mencoba berteriak minta tolong, namun mulutnya pun tersumpal.
Air masuk ke dalam paru-paru, membuat Parto tersentak, napasnya sesak dan tercekik. Suara-suara di sekitar menjadi tidak jelas, lalu seperti ada beban berat yang menekan tubuhnya ke dasar, membuat Parto semakin tidak bisa bergerak.
Pandangannya semakin kabur dan tubuhnya melemah dan pasrah terseret arus air yang deras. Samar-samar ia masih bisa merasakan kepalanya terbentur sesuatu yang keras, lalu dunia terasa runtuh dan gelap.
Parto merasakan jelas betapa wanita itu merasa ketakutan yang luar biasa.
........🫒
Parto terjingkat bangun dengan tarikan napas yang keras, seakan ia baru saja mencapai permukaan setelah tenggelam. Napasnya terengah lalu menatap sekeliling.
"Kamu baik-baik saja Mas?" Lasmi yang baru saja selesai mengunci semua pintu dan jendela pun menghampiri Parto. "Apa yang terjadi?" imbuhnya khawatir.
"Air—" pinta Parto dengan suara lemah, ia merasa tenaganya terkuras habis.
"Agk!" teriak Parto kembali terkejut saat melihat arwah Jumini mendekatinya, diikuti arwah lainnya yang tak jelas wajahnya.
"Dia bilang, dia minta tolong kamu mencari siapa yang membunuhnya," ucap Jumini lalu berjongkok di depan Parto, membuat pria itu kembali merasa keki bercampur ngeri.
"Ini, Mas." Kini Lasmi yang duduk seraya memberikan botol air mineral. Tanpa ia sadari, tubuhnya hampir menutupi sebagian arwah Jumini.
"Ee, kamu duduknya geser," ucap Parto tak jelas pada siapa dan membuat Lasmi maupun Jumini melakukan perintah pria itu.
Namun kini justru membuat tubuh Lasmi tepat berhimpitan dengan arwah Jumini.
"Ah, maksudku, Lasmi geser ke kanan dan Ju-jumini sedikit saja ke kiri."
Keduanya pun tampak patuh pada perintah Parto.
"Hah? M-mbak Ju-jumini,?" Lasmi tersentak kemudian sedikit beringsut menjauh.
Parto menenggak habis sebotol kecil air mineral. "Tadi Bapakmu bilang mau ngubur jasad kapan?" tanyanya kemudian.
"Aku dengar malam ini juga, soalnya kasihan, jasad mbak Jum sudah membusuk sebagian," terang Lasmi.
"Nggak ada waktu!" Parto bangkit segera dan melangkah menuju ke pintu keluar. "Ah iya, dan jasad itu bukan Jumini," imbuhnya.
"Hah? Heh?" Meski tak paham benar, Lasmi mengikuti langkah Parto. "Terus siapa kalau bukan Mbak Jum?"
"Entahlah, aku juga belum tahu, makanya ayo kita cari informasi sebanyak mungkin!"
Lasmi mengacungkan dua jempolnya ke arah Parto. "Wah! Sekarang kamu bersemangat sekali, Mas. Apa arwah mbak Jum mengancammu? Tadi waktu kamu kerasukan lagi, itu?"
Mendengar namanya di sebut, Jumini terlihat kesal, "Dasar anak kecil! bukan aku!" teriaknya yang pasti tak terdengar oleh telinga Lasmi.
Sosok berwajah tak jelas itupun bergerak mendekati Jumini, mereka menatap Parto dan Lasmi yang melangkah menuju ke desa.
"Percayalah, meski pria itu terkadang bodoh, tapi dulu dia idola sekolah. Selain wajahnya yang tampan, dia juga beberapa kali juara umum," kenang Jumini yang tentunya hanya dibalas tatapan jengah sosok itu.
...****************...
Bersambung.
Maaf baru up, weekend ku sedang banyak pekerjaan. ✌️