Series #1
•••Lanjutan dari novel TAWANAN PRIA PSIKOPAT (Season 1 & 2)•••
Universidad Autonoma de Madrid (UAM) menjadi tempat di mana kehidupan Maula seketika berubah drastis. Ia datang ke Spanyol untuk pendidikan namun takdir justru membawa dirinya pada hubungan rumit yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Rayden Salvatore, terus berjuang untuk menjaga gadis kecilnya itu dari semua yang membahayakan. Sayangnya dia selalu kecolongan sehingga Rayden tidak diizinkan oleh ayah Maula untuk mendekati anaknya lagi.
Maula bertahan dengan dirinya, sedangkan Rayden berjuang demi cintanya. Apa keduanya mampu untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Pesta Petaka
...•••Selamat Membaca•••...
Rayden melanjutkan misinya untuk menguasai daerah terdekat lebih dulu. Beberapa mafia cukup dikagetkan dengan aksi Rayden yang mulai membabi buta.
Beberapa dari mereka bekerjasama untuk membunuh Rayden namun tidak semudah itu. Rayden telah memikirkan matang-matang aksinya.
Maula kembali pada kesibukannya di kampus, untuk semester ini cukup berat baginya. Maula sudah memiliki teman dekat yaitu Sofia dan Hailee. Hailee berasal dari London, dia merupakan anak tunggal yang begitu manja.
Mereke duduk santai di kantin kampus, membicarakan beberapa tugas hingga Hailee menyinggung hubungan kedua temannya masing-masing.
“Aku tidak pernah pacaran,” jawab Sofia sambil tersenyum, Hailee tampak sedikit meledek yang membuat Maula tidak suka.
“Kenapa kalau dia tidak pacaran? Bukan sesuatu yang hina juga kan?” sengit Maula.
“Ya zaman sekarang, tidak memiliki kekasih itu hal yang aneh. Emm... apa kau sering melakukan hubungan badan atau one night stand?” Sofia tersedak, Maula membulatkan matanya.
“Astaghfirullah, aku tidak pernah begitu, Hailee.”
“What? Itu sangat aneh, aku saja sudah sering. Kau Maula?”
“Kau bangga?”
“Sure.”
“Aku memegang prinsip tidak akan melakukan hubungan badan sebelum menikah.” Hailee tertawa, Maula dan Sofia hanya saling pandang sambil geleng-geleng.
“Terserah kalian saja. Oh iya, nanti malam kita ke klub.”
“Kami ada jadwal nanti malam, lebih baik kau saja.” Hailee hanya mengedikkan bahu dan melanjutkan makannya.
Maula kembali ke kelas bersama kedua temannya itu, baru diambang pintu, lengan Maula dicekal oleh seniornya yang telah menempuh semester akhir.
Mert Baran, pria asal Turki yang sebentar lagi akan lulus dari sana. Dia pria pintar yang dikagumi beberapa gadis di kampus.
“Bisa bicara sebentar?” Maula terlihat sedikit ragu sampai akhirnya dia mengangguk setuju.
“Hanya sepuluh menit saja ya.”
“Iya.”
Mereka berdua menuju ke lorong kampus yang lumayan sepi, Mert memegang kedua tangan Maula dan mengutarakan perasaannya.
“Aku berharap kau bisa mendengarkan ini, aku menyukaimu dan tertarik padamu sejak pandangan pertama, Maula. Aku ingin bisa mengenalmu lebih dalam lagi,” ungkap Mert yang membuat Maula sedikit geli. Perlahan dengan raut wajah tak nyaman, Maula melepaskan pegangan tangan Mert.
“Aku sudah memiliki kekasih dan jangan berharap apa pun padaku. Permisi.” Maula pergi begitu saja, Mert merasa tidak terima dengan penolakan dari Maula.
Beberapa teman Mert menghampirinya, mereka berasal dari negara yang berbeda namun bersatu dalam pendidikan yang sama. Geng Mert ada lima orang dan mereka semua sangat tampan, pusat perhatian di kampus itu.
Siapa pun yang dekat dengan mereka, akan menjadi spotlight.
“Dia menolakmu lagi?” tanya Austin, pria asal Chicago.
“Begitulah, aku tidak mengerti, kenapa dia bisa sekeras itu? Tidak ada gadis yang bisa menolak pesonaku di kampus ini,” ujar Mert penuh percaya diri.
“Sudah aku peringatkan kau dari awal, dia gadis yang berbeda. Dia dan Sofia cukup sulit didekati, kabarnya orang tua mereka memiliki pengaruh yang kuat di dunia pendidikan, terutama ayah Maula.” Jerk ikut bersuara, di antara mereka semua, Jerk yang lebih santai dan kalem.
“Aku pasti bisa mendapatkan dia, bukan hal sulit untuk itu,” balas Mert lagi.
“Kita ada jadwal di rumah sakit, ayo pergi.” Mereka berlima pergi dari kampus.
Sore hari, setelah kelas Maula bubar, gadis itu berjalan dengan Hailee dan Sofia menuju parkiran mobil, bersiap untuk pulang ke rumah sedangkan Hailee bersiap ke asrama.
“Kamu ini kelihatan sederhana ya, padahal ayahmu konglomerat, Sofia.” Sofia tersenyum sambil menunduk.
“Semua hanya titipan, apa yang perlu disombongkan.” Maula merangkul Sofia karena beruntung memiliki teman sebaik itu.
“Hailee, nanti malam kita main berempat kan,” seru Austin pada Hailee dan dengan senyuman nakal, Hailee membalas.
“Tentu, aku akan siapkan kamar terbaik untuk kalian nanti. Kamera harus on.” Sofia dan Maula mengerutkan dahi, merasa pembahasan ini sudah lebih ke area terlarang.
“Kau mau ikut Maula?” Maula yang mengerti langsung menggeleng kuat.
“Ayo Sofia!” Maula menarik lengan Sofia untuk menjauh, Austin dan keempat temannya kini mengobrol bersama Hailee.
Merencanakan malam panas untuk mereka nanti. Obrolan itu terhenti ketika mobil hitam mewah milik Rayden mengklakson Maula dan Sofia.
Rayden keluar dengan gagah dari mobil dan Maula langsung menghambur dalam pelukan prianya.
“Aku pikir kamu akan menetap di Austri dan lupa pulang,” canda Maula dengan manja dalam pelukan Rayden.
“Ck di sana itu membosankan, tapi seru.” Maula melepaskan pelukannya dari Rayden setelah melihat seseorang di dalam mobil Rayden. Pria tampan dengan tubuh tegap dan penuh wibawa.
Rayden mengisyaratkan pria itu keluar, seketika pandangan mereka penuh takjub menatap Advait Fuentes, pria blasteran India—Amerika.
Advait mengulurkan tangan pada Maula dan tersenyum sedikit, Maula membalas dengan ramah. Sofia hanya menunduk sedikit sambil menundukkan pandangan.
“Dia rekanku, cukup tangguh untuk menggantikan dirimu yang belum bisa membantu misi ini.” Maula terkekeh.
“Oke. Tidak masalah.”
“Kita pulang.” Maula mengangguk, mereka memasuki mobil Rayden dan membiarkan mobilnya di parkiran kampus.
Maula duduk di depan bersama Rayden sedangkan Sofia duduk di bangku tengah bersama dengan Advait.
Pandangan Mert begitu tajam dan penuh kebencian pada Maula dan Rayden. Harga dirinya sangat jatuh ketika ditolak mentah-mentah oleh Maula.
“Aku bisa membayarmu sepuluh kali lipat dari biasa, jika kau bisa membuat Maula hadir di pesta seks kita minggu depan.” Seketika mata Hailee berbinar mendengar perkataan Mert.
“Kau serius?”
“Aku serius, aku bisa memberikan uang muka sekarang.” Mert mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan sejumlah uang pada Hailee.
“Oke Mert, aku akan usahakan Maula memuaskanmu di ranjang minggu depan. Bagaimana pun caranya,” balas Hailee saat melihat uang masuk dalam akun rekeningnya.
“Jangan lupa, kau siapkan kamera karena kami akan bermain dengan gadis itu secara bersamaan. Satu lawan lima pria, bukankah itu luar biasa.” Hailee mengangguk setuju.
“Aku akan buatkan film terbaik untuk kalian semua, tenang saja.” Mert tersenyum sinis, begitu pula keempat temannya.
Hari berlalu dengan cepat, minggu ini teman-teman Maula akan mengadakan pesta besar di rumah senior mereka, Mert Baran.
Hailee cukup sulit untuk membujuk Maula sampai akhirnya Maula mau ikut walau hanya satu jam saja.
Pesta itu begitu meriah, Maula sama sekali tidak menikmati dan malah asyik chat-an dengan Rayden yang saat ini berada di Rusia.
Hailee tiba-tiba merebut ponsel milik Maula dan menyimpannya.
“Kembalikan, Hailee.” Maula berusaha merebutnya namun beberapa orang menahan Maula.
“Come on Maula, kita di sini untuk bersenang-senang. Lupakan dunia luar dan fokus pada kesenangan ini. Ayo minum dulu,” seru Hailee sambil meminumkan alkohol pada Maula. Minuman itu habis ditenggak Maula, bukan hanya satu gelas, tapi empat dan pada gelas kelima, Maula merasa kepalanya sangat pusing.
Mereka semua kembali larut dalam dentuman musik yang keras, tertawa bahagia seakan puas dengan pesta itu. Maula yang mulai merasa tidak kuat, langsung limbung ke atas sofa.
Hailee memberikan kode pada Mert dan keempat temannya.
“Silakan nikmati gadismu, aku jamin kalau malam ini kalian dipenuhi dengan gairah baru.” Mert tersenyum puas, ia menggendong Maula ke kamar.
Ingin Maula berontak tapi tenaganya benar-benar hilang tak bersisa.
Keempat pria lainnya masuk ke dalam kamar, Hailee juga sudah menyiapkan kamera untuk merekam adegan yang akan terjadi malam ini.
Maula masih bisa melihat apa yang terjadi, kelima pria itu sudah membuka pakaian mereka satu per satu. Maula berusaha mempertahankan kesadarannya hingga dia merasakan Mert dan Austin menjamah tubuhnya sambil melucuti pakaian yang menempel di tubuhnya.
“Tidak... aku tidak mau... jangan... kumohon...” Tak ada yang peduli dengan permohonan Maula, yang terlintas dalam benak mereka hanyalah kesenangan yang akan mereka dapat dari tubuh Maula.
...•••Bersambung•••...