Arunika terjebak di dalam dunia novel yang seharusnya berakhir tragis.
Ia harus menikahi seorang Dewa yang tinggal di antara vampir, memperbaiki alur cerita, dan mencari jalan pulang ke dunia nyata.
Tapi... ketika perasaan mulai tumbuh, mana yang harus ia pilih—dunia nyata atau kisah yang berubah menjadi nyata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Penculikan Raja Renjana
Di dalam kamar yang hangat, cahaya matahari pagi masuk dari celah jendela, menyinari rambut Arunika yang kini memanjang dan berkilau. Pangeran Mark duduk di sisi tempat tidur, menggenggam tangan Arunika dengan lembut. Di antara keheningan yang nyaman, terdengar desahan kecil dari Arunika.
"Pangeran," ucapnya lirih, "aku merasa bayinya bukan cuma satu."
Mark menoleh cepat, matanya membesar karena terkejut. "Sungguh? Maksudmu bayinya ada banyak?"
Arunika mengerutkan dahi, refleks memegang perutnya. Pikirannya mendadak berputar, "Mana mungkin? Tapi tubuhku memang terasa berbeda Apa jangan-jangan kembar?"
"Arunika?" panggil Pangeran Mark lembut, menyadari istrinya melamun.
Arunika mengedip pelan dan kembali menatap suaminya. Pangeran Pertama tersenyum hangat lalu meletakkan telapak tangannya di atas perut Arunika.
"Berapapun itu, aku harap mereka sehat," katanya tulus.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
"Kakak Pertama," suara tegas Pangeran Kedua terdengar dari luar kamar.
"Masuklah, Pangeran Kedua," jawab Mark, menjaga nada suaranya tetap tenang.
Pangeran Kedua masuk dengan wajah serius. Ia menatap Arunika sejenak, kemudian beralih ke kakaknya, memberi isyarat bahwa ia ingin bicara empat mata.
Mark mengangguk, bangkit perlahan dan mengajak adiknya ke sisi balkon, agak jauh dari tempat tidur Arunika.
"Apa yang terjadi?" bisik Mark.
Pangeran Kedua mendekat, suaranya hampir tak terdengar. "Raja Renjana telah diculik."
Pangeran Mark terdiam sesaat, rahangnya menegang.
"Ini belum diketahui banyak orang. Tapi kami harus bertindak cepat," lanjut Pangeran Kedua.
Mark menatap ke dalam kamar, ke arah Arunika yang sedang membelai perutnya. "Dia tidak boleh tahu dulu. Dia harus tetap tenang demi bayi-bayinya."
"Kami akan urus semuanya, Kakak," kata Pangeran Kedua mantap. "Kakak Pertama harus tetap di sini. Bersama Arunika."
Mark mengangguk perlahan. Di balik ketenangannya, matanya menyimpan kegelisahan. Ia tahu, ancaman besar sedang mendekat. Tapi untuk saat ini, ia akan menjadi pelindung satu-satunya bagi istri dan anak-anaknya yang akan lahir.
...****************...
Suara rantai yang bergesekan dengan lantai batu dingin menambah suasana mencekam ruang penjara di dalam kastil tua itu. Dindingnya lembab, berlumut, dan berbau logam darah. Raja Renjana, dengan tangan terikat dan luka cambuk di punggungnya, tetap duduk tegak, sorot matanya tajam meski tubuhnya lelah oleh penyiksaan.
Langkah-langkah sepatu hak Madam Mery terdengar mantap memasuki ruangan. Jubah hitamnya berayun ringan di belakangnya, dan senyum tipis menghiasi wajahnya yang teduh namun menyimpan kegelapan. Di belakangnya berdiri dua serigala hitam bertubuh kekar, menjaga dengan tatapan buas.
"Pertama-tama, aku mau mengucapkan selamat pada Raja Renjana atas kenaikan takhtanya," ucap Madam Mery dengan suara halus namun menusuk, seolah menyiram luka dengan garam.
Raja Renjana menatapnya tanpa gentar, meskipun keringat dan darah mengalir dari pelipis dan punggungnya. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya dingin, suaranya serak namun penuh wibawa.
Madam Mery mendekat, lalu berjongkok di hadapan sang raja. "Aku hanya ingin memastikan bahwa kerajaan Amertha tetap tunduk. Dan yang terpenting," ia mendekat lebih lagi, membisikkan, "kau tidak akan mengganggu rencana kelahiran anak yang telah diramalkan membawa cahaya sekaligus kehancuran."
Renjana mendesis. "Arunika…"
Madam Mery tersenyum puas. "Kau memang pintar, Raja. Tapi sayang di sini, kecerdasan tak bisa menyelamatkanmu."
Kemudian, ia berdiri dan berbalik perlahan. "Jaga dia tetap hidup. Aku belum selesai bermain-main dengannya." Lalu ia pergi, meninggalkan ruangan penjara dengan suara tawa samar yang menggema di sepanjang lorong batu.
Di dalam kegelapan, Raja Renjana mengepalkan tangannya yang terikat. Ia tahu, ia harus bertahan. Untuk Arunika. Untuk semua yang belum ia lindungi.
...****************...
Di sebuah ruangan rahasia dalam istana Sandyakala, kelima pangeran berkumpul dalam lingkaran. Suasana hening, hanya terdengar suara angin malam yang menerobos celah jendela batu. Pangeran Kedua, Joshua, berdiri di tengah dengan peta tua terbentang di atas meja kayu.
"Raja Renjana terakhir terlihat di wilayah perbatasan sebelum ia menghilang," ucap Joshua dengan tegas. "Informasi dari mata-mata kerajaan menyebutkan bahwa ia dibawa ke hutan gelap di timur tempat tinggal penyihir Hitam, Madam Mery."
Wajah para pangeran mengeras.
"Kalau benar begitu, kita harus bertindak cepat," ucap Jessen, Pangeran Ketiga, menggenggam pedangnya. "Kita tidak bisa membiarkan penyihir itu mempermalukan kerajaan besar Amertha dan Sandyakala."
"Dan yang lebih penting," sambung Crish, Pangeran Keenam dengan suara dalam, "jangan sampai Arunika tahu. Dia tak boleh stres, ini terlalu berbahaya untuk kandungannya."
"Kalau begitu kita berangkat malam ini," kata Hars, Pangeran Keempat. "Tak ada waktu lagi."
Pangeran Kelima, Rush, memeriksa panahnya dan menatap saudara-saudaranya. "Kita berlima akan menjadi bayangan. Tidak ada suara, tidak ada kesalahan. Kita masuk, selamatkan Raja Renjana, dan keluar sebelum Madam Mery sadar kita datang."
"Tunggu,"suara dari arah pintu mengejutkan mereka. Sosok berambut blonde masuk Pangeran Ketujuh, Jonathan.
"Aku ikut," katanya tegas. "Kalian tidak bisa meninggalkanku."
Joshua menghela napas, lalu mengangguk. "Baik, Pangeran Ketujuh. Maka kita berenam."
Malam itu, di bawah cahaya rembulan yang tertutup awan, keenam pangeran mengenakan jubah penjelajah dan berangkat ke arah timur. Kuda-kuda mereka melaju cepat meninggalkan istana, menembus angin dan bayangan malam. Di kejauhan, hutan gelap menyambut mereka dengan hawa dingin dan aura sihir yang menggantung pekat.
Konon, tak ada yang pernah kembali dari hutan itu dengan selamat. Tapi mereka adalah putra kerajaan besar Sandyakala—dan mereka sedang dalam misi untuk menyelamatkan darah bangsawan yang tak boleh jatuh ke tangan kegelapan.
"Demi Arunika. Demi Kerajaan. Demi Raja Renjana."
...****************...
Di bawah lindungan cahaya rembulan yang redup dan kabut tipis yang menyelimuti jalanan berbatu, kereta Arunika dan Nona Shataraya melaju tenang namun waspada. Shataraya duduk di seberangnya, tangan kanannya menyentuh dinding kayu kereta, melantunkan mantra pelindung dalam bahasa kuno yang hanya dimengerti para penjaga garis darah kerajaan tua.
Arunika menggenggam erat perutnya yang semakin besar, merasakan gerakan halus dari dalam, seolah bayi-bayi dalam kandungannya tahu mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat yang tak diketahui.
"Kenapa kita berhenti?" tanya Arunika perlahan, saat kereta melambat di tengah hutan barat yang mulai terasa mencekam.
"Karena kita sudah sampai," jawab Shataraya, lalu membuka tirai kecil jendela samping kereta.
Tampak sebuah kastil sederhana berdiri di balik pepohonan tinggi. Tidak megah, tapi kuat dan tersembunyi. Dinding-dindingnya berlumut, atapnya penuh ranting kering, namun aura kuno dan hangat menyelimutinya. Tempat itu nyaris tak terdeteksi oleh mata manusia biasa.
"Tempat ini dulunya markas para penyihir pelindung kerajaan," ucap Shataraya sambil turun lebih dulu, matanya menelusuri sekeliling. "Sekarang hanya aku yang tersisa dari mereka."
Arunika turun dengan hati-hati, Shataraya langsung membantunya.
"Di tempat ini kau akan aman, Arunika," bisiknya, "tidak ada yang bisa menembus perlindunganku. Kau harus melahirkan dengan tenang. Karena setelah ini, semuanya akan berubah."
Arunika menatap kastil tua itu dengan perasaan campur aduk. Ini bukan istana megah, bukan tempat kelahiran para bangsawan. Tapi entah kenapa, ada rasa damai di udara. Sebuah awal yang baru bagi anak-anaknya yang akan lahir di tengah badai takdir.
Suasana hutan gelap itu sunyi, hanya suara langkah para pangeran yang menyusuri jalan setapak berlumut dan ranting yang patah di bawah kaki mereka. Kabut tipis menyelimuti pepohonan tinggi yang tampak seperti bayangan makhluk asing. Mereka sudah berhari-hari menelusuri hutan timur, dan malam ini, angin membawa bau aneh—seperti tanah basah bercampur aroma ramuan tua.
"Lihat!" seru Pangeran Jonathan, menunjuk ke depan.
Di antara guguran daun kering yang menumpuk, tampak sesosok tubuh perempuan terbaring lemas. Gaunnya compang-camping, rambut panjangnya terurai kotor menutupi sebagian wajahnya. Ia tampak tidak sadarkan diri.
"Siapa dia?" tanya Pangeran Joshua curiga, tangannya refleks menyentuh gagang pedangnya.
Pangeran Hars, sang pengamat kekuatan, maju lebih dulu. Ia menutup matanya sejenak, merasakan aliran energi di sekitarnya.
"Aku tidak merasakan bahaya di kekuatannya," ucapnya pelan. "Dia... bukan dari golongan penyihir hitam."
Pangeran Crish menunduk dan menyibak rambut gadis itu perlahan, lalu memeriksa nadinya. "Masih hidup, tapi tubuhnya sangat lemah."
"Apa ini jebakan?" gumam Jessen, melirik sekitar dengan waspada.
"Tidak ada pelindung sihir atau jebakan di tanah ini," sahut Rush sambil mengamati tanah sekitarnya. "Tapi keberadaan dia... aneh. Seolah memang sengaja ditinggalkan di sini."
Pangeran Joshua menatap adik-adiknya, lalu berkata, "Bawa dia. Kita tidak bisa meninggalkan siapapun yang bisa saja mengetahui keberadaan Raja Renjana."
Pangeran Hars mengangguk dan mengangkat gadis itu perlahan ke atas kudanya. Mereka melanjutkan perjalanan, namun kini langkah mereka menjadi semakin waspada. Di balik ketenangan gadis itu, pasti ada cerita... dan mungkin petunjuk tentang Raja Renjana yang hilang.
"Kita tidur dulu apa lanjut aja?" tanya Pangeran Hars yang duduk di dekat pohon, dengan sedikit sinar bulan, masih ada secercah cahaya yang ada disana.
"Yakali, kita kan vampire. Hidup di malam hari," ucap Pangeran Rush yang menimpali.
"Gak ada waktu buat tidur, hutan ini sangat berbahaya bagi siapapun yang masuk kemari." Jelas wanita itu yang mungkin mulai percaya bahwa keenam pangeran ini.
"Pertanyaannya adalah kenapa kau juga disini?" tanya Pangeran Hars pada wanita itu.
"Aku mencari seseorang..."
"Kalau kalian? Kalian para vampire dari kerajaan Sandyakala untuk apa kalian disini?"
Pangeran Joshua menatapnya serius, “Kami bukan datang untuk bertarung. Kami mencari Raja Renjana dari Kerajaan Amertha. Ia diculik dan kami yakin disembunyikan di wilayah ini.”
Wanita itu menunduk pelan, gumaman lirih keluar dari bibirnya. “Raja Renjana… jadi benar…”
“Kau mengenalnya?” tanya Pangeran Crish cepat.
"Aku hanya mendengar desas-desus bahwa seseorang dari kerajaan cahaya telah ditawan oleh Madam Mery. Tapi aku tak tahu kalau itu seorang raja." Wanita itu menarik napas panjang. "Aku juga mencari seseorang yang hilang… Adikku. Ia ditangkap oleh serigala hitam dan dibawa ke dalam hutan ini tiga bulan lalu. Sejak saat itu, aku tinggal di hutan, bertarung, bertahan, dan mencari… hingga aku terjatuh karena sihir pengalihan yang ditempatkan di jalur selatan."
Pangeran Rush mengangguk pelan. "Kalau begitu kita punya tujuan yang hampir sama. Mungkin kau bisa membantu kami dan sebaliknya."
Wanita itu tampak berpikir. Lalu ia mengangguk kecil. "Namaku Lyssa. Aku bukan dari kerajaan manapun, tapi aku tahu tempat ini lebih baik dari kalian semua."
"Kalau begitu, Lyssa," ujar Joshua, "tunjukkan kami jalannya."
"Baik," jawabnya singkat. "Tapi jangan pisah. Di hutan ini, langkah yang salah bisa membuat kalian terjebak selama-lamanya."
Keenam pangeran mengikuti Lyssa yang mulai berjalan menembus kegelapan pohon-pohon tua yang berdesis lirih. Tak ada waktu untuk tidur. Perjalanan baru saja dimulai—dan kebenaran yang lebih kelam sedang menunggu di ujung jalan hutan gelap itu.
Mereka pun akhirnya tiba di depan sebuah goa besar yang tersembunyi di balik semak belukar dan pohon-pohon merambat. Goa itu tampak sunyi dan menyeramkan, dengan gerbang besi tua yang sudah berkarat, nyaris tak terlihat karena tertutup tanaman liar.
"Apa ini tempatnya?" bisik Pangeran Jessen, matanya menyisir setiap inci tempat itu dengan waspada.
Lyssa mengangguk perlahan. "Ini... goa penjaga. Biasanya yang masuk tak pernah keluar. Tapi aku yakin mereka menyembunyikan tawanan di dalam sana."
Namun sebelum langkah mereka semakin dekat, pohon merambat yang menutupi goa itu tiba-tiba bergerak. Dahan dan sulur yang tadinya diam kini berayun liar, menyerang ke arah rombongan pangeran dan Lyssa.
"Jaga dirimu!" seru Pangeran Rush sambil menarik pedangnya dan menebas salah satu sulur yang menyambar.
Crish dengan sigap melindungi Pangeran Joshua dari akar besar yang menghantam tanah, membuat tanah bergetar. "Pohon-pohon ini seperti hidup!"
"Ini sihir pelindung," gumam Lyssa. Ia melompat ke depan, mengayunkan pisau kecilnya yang bersinar biru. "Mereka merasakan darah kerajaan!"
"Aku bisa membakar jalan!" seru Pangeran Hars, bola api mulai terbentuk di telapak tangannya.
"Tunggu!" cegah Joshua cepat. "Jika kita bakar, kita bisa menarik perhatian Madam Mery."
"Kalau begitu, kita buka jalan tanpa membuat keributan!" jawab Pangeran Jessen sambil melompat dan menusuk akar yang hendak membelit kakinya.
Pertarungan melawan sulur-sulur hidup pun berlangsung cepat, gelapnya hutan kini hanya dipenuhi cahaya dari kekuatan sihir dan pedang para pangeran. Lyssa melompat tinggi ke atas salah satu cabang dan menancapkan jimat bulat ke batang pohon utama.
"Segel tumbuhan, berhenti menyerang!" serunya.
Kilatan cahaya biru meledak dari jimat itu, membuat seluruh sulur dan dahan berhenti bergerak. Gerbang goa kini terbuka sedikit, seolah mengizinkan mereka masuk.
Mereka semua terdiam sejenak, menatap ke arah goa yang kini gelap dan dalam seperti perut monster.
"Jika Raja Renjana ada di sana," ucap Joshua pelan, "maka kita akan membawanya pulang."
Lyssa menatap mereka semua. "Dan semoga... kita masih bisa keluar dengan nyawa kita utuh."
...****************...
Di cerita aslinya Para pangeran vampire itu mencari Raja Renjana yang di culik oleh pasukan penyihir Hitam dan raja Renjana belum kembali. Para pangeran menemukan gadis penyihir putih yang sedang lemah, mereka mencurigai gadis itu dan membiarkannya tergeletak begitu saja tetapi berbeda dengan alur yang sekarang mereka malah menolong gadis itu dan bekerja sama dengannya mengalahkan Madam Merry dan menyelamatkan Raja Renjana.
Karena Raja Renjana kembali ke istananya tapi tidak semudah itu, Raja Renjana masuk keperangkap Madam Mery. Dan memancing para pangeran vampire ke dalam sarangnya, namun mereka bertemu dengan seorang gadis penyihir putih. Dan mempunyai tujuan yang sama. Mencari seseorang yang di culik oleh madam Mery. Tapi siapa Lyssa sebenarnya?
Ceritanya juga keren, semangat terus ya. 😉