Balas dendam? Sudah pasti. Cinta? Tak seharusnya. Tapi apa yang akan kau lakukan… jika musuhmu memakaikanmu mahkota?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon karinabukankari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14: The Secrets We Bleed For
Angin malam mengalir pelan di pelataran tertinggi Istana Ravennor, membawa aroma bunga sihir yang mekar hanya ketika bulan mencapai puncaknya. Di sana, di bawah cahaya pucat rembulan yang menggantung di langit seperti mata para dewa yang diam, Seraphine berdiri di hadapan altar batu kuno. Gaunnya berwarna kelam, menyatu dengan bayangan. Tangannya menggenggam erat belati upacara yang baru saja digunakan.
Darah segar menetes dari luka di telapak tangannya, membasahi ukiran-ukiran kuno yang sudah lama terkubur dalam sejarah.
Di sekelilingnya, empat sosok berjubah berdiri membentuk lingkaran. Wajah mereka tertutup, tapi suara mereka menyatu dalam mantra.
“Oath of silence, oath of flame,
Bound in blood, reborn in name.
Let the fallen rise again,
As ash becomes the crown of men.”
Dan dalam detik itu, Seraphine bukan hanya pewaris dari keluarga yang dihancurkan. Ia menjadi sesuatu yang lebih tua, lebih besar… lebih berbahaya.
“Selamat datang kembali ke dalam Ordo Umbra,” ujar salah satu sosok berjubah.
Seraphine mengangguk. “Aku tak pernah benar-benar pergi.”
Sosok itu membungkuk hormat. “Kami tahu. Dan malam ini, kami akan memberikan padamu yang telah dirampas… sebuah kebenaran.”
Dari balik jubahnya, ia mengeluarkan sebuah gulungan tua—disegel dengan lilin hitam dan cap singa bersayap yang dicakar.
Seraphine memecah segelnya.
Isi gulungan itu mengguncang hatinya. Bukan karena kejutan, melainkan karena konfirmasi: kebenaran tentang kematian ayahnya, tentang pengkhianatan yang melibatkan lebih dari satu tangan kerajaan. Termasuk… tangan sang ratu sendiri.
Di sisi lain istana, Caelum berdiri di ruang takhtanya yang kini lebih mirip penjara daripada ruang kerajaan. Perang saudara telah merayap ke dinding istana. Para bangsawan mulai menunjukkan warna mereka, dan tidak semua berada di pihaknya.
Di tangannya, terdapat laporan dari barat—Lord Evric, salah satu penasihat kerajaan, telah bersekongkol dengan pasukan bayangan. Tujuannya: menjatuhkan Caelum dan mendudukkan boneka mereka di takhta. Dan kemungkinan besar, boneka itu adalah... dia.
Seraphine.
Caelum melempar laporan itu ke meja. “Sialan,” gumamnya.
Langkah cepat terdengar. Lady Mirella masuk tanpa mengetuk, napasnya terengah.
“Caelum. Ada yang harus kau lihat.”
Beberapa jam kemudian, di ruang bawah tanah istana, di antara penjara-penjara tua yang selama ini dikunci dan dilupakan, mereka berdiri di hadapan sel yang dibuka secara paksa. Mayat dua penjaga tergeletak, dan pintunya menganga.
Di dalamnya, terukir di dinding batu dengan darah: sebuah simbol kuno.
Singa bersayap dicakar oleh mahkota terbalik.
Simbol pengkhianatan.
“Siapa yang kau kurung di sini sebelumnya?” tanya Mirella.
Caelum tak menjawab. Matanya menajam.
“Caelum?”
“…Ash.”
Mirella terdiam. “Saudara Seraphine? Yang dikira mati?”
Caelum mengangguk perlahan. “Jika dia masih hidup… maka permainan ini jauh lebih besar dari yang kita pikirkan.”
Kembali ke Seraphine.
Di luar istana, di reruntuhan kuil tua dekat danau hitam, ia menunggu. Sesuai perintah dari Ordo, seseorang akan datang menemuinya—seseorang yang membawa pesan dari bayangan terdalam kerajaan. Dan memang, tidak lama kemudian, suara langkah berat memecah kesunyian.
Ash muncul dari balik kabut. Kini bukan lagi bocah kurus penuh luka, melainkan pria dewasa dengan luka di satu mata dan dada terbuka menampilkan tato ordo.
“Kau datang,” bisik Seraphine, napasnya tercekat.
Ash hanya mengangguk. “Sudah waktunya, adikku.”
Mereka saling memeluk, dan untuk pertama kalinya sejak semua ini dimulai, Seraphine merasa… nyata.
“Apa yang terjadi padamu?” tanyanya lirih.
“Aku diselamatkan. Atau… direbut dari kematian. Mereka memberiku alasan untuk hidup. Tapi mereka juga memberiku tugas: untuk menunggu saat yang tepat. Dan sekarang, saat itu datang.”
Seraphine menunduk. “Aku sudah terlalu jauh dalam permainan ini, Ash. Bahkan jika aku ingin mundur—”
“—Mundur bukan pilihan kita,” potong Ash. “Karena bukan hanya kita yang dirampas. Orin masih hidup.”
Seraphine menatapnya, terdiam lama. “Kau yakin?”
Ash mengangguk. “Dia dijaga oleh kaum Dunsmor, jauh di utara. Tapi akan segera dibawa ke ibukota… untuk dieksekusi.”
Dunia Seraphine runtuh sesaat. Tapi ia bangkit dengan cepat.
“Tidak akan kubiarkan.”
Ash mengangguk. “Maka kita harus menyerang dari dalam.”
Malam itu, saat pesta topeng kerajaan diselenggarakan untuk memperingati perjanjian perdamaian palsu dengan bangsawan pemberontak, istana penuh cahaya, musik, dan tawa.
Tapi Seraphine berjalan di antara para tamu bagaikan bayangan.
Mirella menyambutnya, mengenakan topeng emas berbentuk burung hantu.
“Kau tampak… siap untuk membunuh seseorang,” bisiknya.
Seraphine tersenyum. “Hanya jika kau menyebutku dengan nama asli di tengah kerumunan.”
Mirella terkikik. “Sudah kuduga kau punya sisi humor.”
Caelum muncul tak lama kemudian, mengenakan jubah malam berwarna obsidian dan topeng setengah wajah berbentuk singa. Ia langsung menghampiri Seraphine, dan untuk sesaat, mereka hanya berdiri diam—dua musuh yang saling menyamar sebagai pasangan.
“Kau menari denganku malam ini?” tanyanya.
“Kau yakin itu bijak?” balasnya.
“Tidak,” katanya, lalu menyodorkan tangan. “Tapi aku tak pernah suka hidup yang bijak.”
Seraphine menerimanya.
Mereka berdansa di tengah lantai pesta, dan meski musik dimainkan, detak jantung Seraphine jauh lebih keras.
Karena malam itu… adalah malam pengkhianatan dimulai kembali.
Di atap istana, Ash bergerak bersama tiga anggota Ordo. Mereka menyusup melewati lorong rahasia, menonaktifkan penjaga satu per satu. Tujuan mereka jelas: ruang arsip kerajaan, tempat tersimpan naskah asli garis keturunan kerajaan.
Jika kebenaran darah bisa dibuktikan—bahwa keluarga Seraphine memiliki hak atas takhta melebihi Elric—maka seluruh kerajaan bisa digulingkan secara sah.
Tapi saat mereka hampir tiba di ruang arsip…
Seseorang menunggu mereka di sana.
Seorang pria tua dengan jubah putih dan tongkat.
“Selamat malam, anak-anak kegelapan,” katanya.
Ash menyipit. “Siapa kau?”
Pria itu tersenyum.
“Aku adalah Penjaga Rahasia. Dan malam ini, tidak ada satu pun dari kalian yang akan keluar dari ruangan ini hidup-hidup.”
Bayangan menggantung seperti kabut di aula takhta yang kosong. Tak ada sorak bangsawan. Tak ada tabuh musik. Hanya suara kaki Seraphine yang bergema di lantai marmer, lantang, seolah menantang setiap arwah yang pernah mati di tempat itu untuk berbicara.
Ia berdiri di ujung karpet merah—tempat di mana ibunya dulu bersujud, memohon pengampunan yang tak pernah datang.
Dan kini, Seraphine berdiri tegak.
Tak ada lagi permohonan.
“Pangeran Caelum tidak ada di sini, milady,” ucap seorang pelayan dengan suara gemetar.
“Aku tak mencarinya,” jawab Seraphine tenang.
Tangannya masih berlumuran darah. Bukan darahnya sendiri.
Bangsawan Ravellin telah mencoba mencegatnya di lorong barat, mengira dia gadis rapuh dengan mulut manis dan langkah anggun. Ia tak tahu bahwa Seraphine telah mempelajari cara membunuh dalam diam—diajari oleh Ordo Umbra, dipoles oleh kemarahan dan cinta yang telah lama membusuk.
Kini jas Ravellin menjadi kafan merah, tubuhnya dibiarkan membatu di lantai, bersama surat-surat rahasia yang menghubungkannya pada pengkhianatan besar: konspirasi untuk menggulingkan Caelum dan menjadikan adik tirinya sebagai raja boneka.
Satu nama dalam surat itu membuat tangan Seraphine bergetar: Lady Mirella.
Ia memejamkan mata. Sesuatu di dalam dirinya retak—lagi.
Di sisi lain istana, Caelum berjalan cepat menuju ruangan rahasia di bawah perpustakaan. Langkahnya penuh ketegangan. Tubuhnya dibalut luka—bukan dari pedang, tapi dari sihir yang mulai tumbuh liar di dalam dirinya.
Kekuatan itu mulai menuntut pengorbanan.
Dan ia lelah. Tuhan, betapa lelahnya ia.
Saat sampai di lorong tersembunyi, ia disambut oleh sosok berjubah hitam, berdiri seperti bayangan yang baru terlepas dari dinding.
“Dia membunuh Ravellin,” kata si bayangan.
“Dia tahu tentang konspirasi?” tanya Caelum.
“Dia tahu semuanya. Dan dia menuju ke ruangan ini.”
Caelum menghela napas. “Buka pintunya. Aku akan menunggunya di dalam.”
Bayangan itu mengangguk, lalu menghilang.
Seraphine membuka pintu rahasia dengan satu dorongan cepat. Ia telah mempelajari peta itu semalaman, menghafal rute dan jebakan yang tertulis dalam catatan Ordo.
Lorong itu berbau besi tua dan abu. Tapi di ujungnya, cahaya redup muncul dari celah pintu kayu.
Ia mendorong pintu itu dan menemukan Caelum berdiri di depan meja bundar, di atasnya tergelar dokumen-dokumen berdarah dan simbol tua Ordo Umbra.
“Kau menungguku,” katanya.
“Kau datang,” jawab Caelum.
Beberapa detik sunyi.
“Kau membunuh Ravellin?”
“Aku membunuh pengkhianat,” sahut Seraphine tajam. “Dan orang-orang seperti dia akan terus muncul jika kau masih bermain menjadi raja yang setengah hidup.”
Caelum menunduk, wajahnya gelap. “Dan jika aku bilang Lady Mirella salah satunya?”
Seraphine menegang.
“Dia—dia menyelamatkanku lebih dari sekali. Dia membelaku di hadapan para bangsawan.”
“Dan itulah mengapa ia jadi sempurna untuk menutup pengkhianatannya sendiri,” balas Caelum. “Ravellin adalah pion. Mirella adalah otaknya.”
“Buktinya?” desak Seraphine, suara bergetar antara marah dan takut.
Caelum menggeser satu surat di atas meja.
Tanda tangan Mirella. Segel hitam bergambar burung gagak—lambang keluarga Calvex yang dulu dituduh berkhianat dan diam-diam diadopsi kembali oleh Mirella. Ia sedang menyusun garis darah baru untuk naik tahta.
“Aku… tak percaya.”
Caelum mendekat.
“Aku tahu kau ingin mempercayai sesuatu, Seraphine. Bahkan ingin mencintai sesuatu. Tapi dunia ini tidak memberi kita kemewahan itu.”
Seraphine menahan napas, lalu memalingkan wajah.
“Dan kau?” tanyanya. “Apa kau percaya padaku?”
Caelum terdiam lama sebelum menjawab.
“Ya. Bahkan ketika aku tahu kau datang untuk membalas dendam.”
Tatapan mereka bertabrakan, dan kali ini tak ada yang berani berpaling. Seraphine menghampiri pelan, hingga jarak mereka hanya beberapa inci.
“Aku tak tahu lagi apa yang benar atau salah,” bisiknya. “Tapi setiap kali aku melihatmu, aku ingin… mempercayai dunia lagi.”
Caelum menyentuh wajahnya. Sentuhan lembut yang kontras dengan dunia di luar sana.
“Kalau begitu… izinkan aku jadi tempat kau bersandar, bahkan untuk sesaat saja.”
Dan Seraphine menciumnya—bukan karena cinta yang manis, tapi karena luka yang sama. Karena dua jiwa yang sama-sama berlumur rahasia akhirnya memilih untuk berhenti berbohong, meski hanya untuk satu malam.
Pagi berikutnya, istana gempar.
Tubuh Lady Mirella ditemukan di ruang musik, dengan pisau berukir lambang Ordo Umbra menancap di dadanya.
Di tangannya, sepucuk surat ditujukan untuk Caelum dan Seraphine.
“Tak ada tahta tanpa darah.
Kalian menang hari ini.
Tapi siapa yang akan menang besok?”
Di bawahnya, tanda tangan yang hanya mereka kenal: Ash.
Seraphine jatuh terduduk saat membaca itu. Dunia berputar.
“Tidak…” bisiknya. “Ash tak mungkin… dia tak mungkin melakukan ini…”
Tapi Caelum hanya menatap surat itu, rahangnya mengeras.
“Kita harus menemuinya.”
Seraphine menatap Caelum, matanya berkaca.
“Jika Ash memang pembunuhnya, maka satu-satunya alasan dia meninggalkan surat ini adalah karena dia ingin kita mencarinya.”
Dan mereka tahu, malam itu… perburuan telah dimulai.
Bukan lagi untuk balas dendam.
Tapi untuk kebenaran.
Yang mungkin lebih menyakitkan dari kebohongan apa pun yang pernah mereka dengar.
Cobalah:
RA-VEN-NOR™
➤ Teruji bikin senyum-senyum sendiri
➤ Kaya akan plot twist & sihir kuno
➤ Mengandung Caelum, Ash, dan Orin dosis tinggi
PERINGATAN:
Tidak dianjurkan dibaca sambil di kelas, rapat, atau pas lagi galau.
Efek samping: jadi bucin karakter fiksi.
Konsumsi: TIAP JAM 11 SIANG.
Jangan overdosis.
Gemetar...
Tangan berkeringat...
Langit retak...
WiFi ilang...
Kulkas kosong...
Ash unfollow kamu di mimpi...
➤ Tiap hari. Jam 11.
Ini bukan sekadar Novel.
Ini adalah TAKDIR. 😭
Aku sudah capek ngingetin kamu terus.”
➤ Novel update jam 11.
➤ Kamu lupa lagi?
Baiklah.
Aku akan pensiun.
Aku akan buka usaha sablon kaus bertuliskan:
❝ Aku Telat Baca Novel ❞
#AyamMenyerah
“Kalau kamu baca jam 11, aku bakal bikinin kamu es krim rasa sihir.”
Caelum (panik):
“Update?! Sekarang?! Aku belum siap tampil—eh maksudku… BACA SEKARANG!”
Orin (pegangan pohon):
“Aku bisa melihat masa depan... dan kamu ketinggalan update. Ngeri ya?”
📅 Jam 11. Tiap hari.
Like kalau kamu tim baca sambil ketawa.
Komen kalau kamu tim “gue nyempil di kantor buat baca novel diem-diem”
Kamu bilang kamu fans Ravennor,
Tapi jam 11 kamu malah scroll TikTok.”
Jangan bikin aku bertanya-tanya,
Apakah kamu masih di pihakku…
Atau sudah berubah haluan.
➤ Novel update tiap hari.
➤ Jam 11.
Jangan salah pilih sisi.
– Orin
Tapi aku perhatikan siapa yang selalu datang jam 11… dan siapa yang tidak.”
Dunia ini penuh rahasia.
Kamu gak mau jadi satu-satunya yang ketinggalan, kan?
Jadi, kutunggu jam 11.
Di balik layar.
Di balik cerita.
– Orin.
Menarik.
Aku kira kamu pembaca yang cerdas.
Tapi ternyata...
➤ Baca tiap hari. Jam 11.
➤ Kalau enggak, ya udah. Tapi jangan salahin aku kalau kamu ketinggalan plot twist dan nangis di pojokan.
Aku sudah memperingatkanmu.
– Ash.
Untuk: Kamu, pembaca kesayanganku
"Hei…
Kamu masih di sana, kan?
Kalau kamu baca ini jam 11, berarti kamu masih inget aku…"
🕚 update tiap hari jam 11 siang!
Jangan telat… aku tunggu kamu di tiap halaman.
💙 – C.
Kucing kerajaan udah ngamuk karena kamu LUPA update!
🕚 JAM 11 ITU JAM UPDATE !
Bukan jam tidur siang
Bukan jam ngelamunin mantan
Bukan jam ngintip IG crush
Tapi... JAMNYA NGIKUTIN DRAMA DI RAVENNOR!
😾 Yang kelewat, bakal dicakar Seraphine pakai kata-kata tajam.
#Jam11JamSuci #JanganLupaUpdate
Itu jamnya:
✅ plot twist
✅ karakter ganteng
✅ baper kolektif
✅ kemungkinan besar ada adegan nyebelin tapi manis
Jangan lupa update TIAP HARI JAM 11 SIANG
📢 Yang gak baca… bakal disumpahin jadi tokoh figuran yang mati duluan.
Itu bukan jam makan, bukan jam rebahan...
Itu jam baca komik kesayangan KAMU!
Kalau kamu ngelewatin update:
💔 Caelum nangis.
😤 Seraphine ngambek.
😎 Ash: “Terserah.”
Jadi yuk… BACA. SEKARANG.
🔁 Share ke temanmu yang suka telat update!
#ReminderLucu #UpdateJam11
📆 Update : SETIAP HARI JAM 11 SIANG!
Siapa yang lupa...?
➤ Ditarik ke dunia paralel.
➤ Dikejar Orin sambil bawa kontrak nikah.
➤ Dijadikan tumbal sihir kuno oleh Ash.
➤ Dipelototin Seraphine 3x sehari.
Jadi... JANGAN LUPA BACA YAAA!
❤️ Like | 💬 Komen | 🔔 Follow
#TimGakMauKetinggalan
Komik kita akan UPDATE SETIAP HARI!
Jadi jangan lupa:
💥 Siapkan hati.
💥 Siapkan cemilan.
💥 Siapkan mental buat gregetan.
⏰ Jam tayang: jam 11.00 WIB
🧡 Yang lupa update, nanti ditembak cinta sama si Caelum.
➕ Jangan lupa:
❤️ Vote
💬 Komen
🔁 Share
🔔 Follow & nyalain notif biar gak ketinggalan~