Amezza adalah seorang pelukis muda yang terkenal. Karakternya yang pendiam, membuatnya ia menjadi sosok gadis yang sangat sulit ditaklukan oleh pria manapun. Sampai datanglah seorang pria tampan, yang Dnegan caranya membuat Amezza jatuh cinta padanya. Amezza tak tahu, kalau pria itu penuh misteri, yang menyimpan dendam dan luka dari masa lalu yang tak selesai. Akankah Amezza terluka ataukah justru dia yang akan melukai pria itu? Inilah misteri cinta Amezza. Yang penuh intrik, air mata tapi juga sarat akan makna arti cinta dan pengampunan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegalauan Hati
"Ada apa, ma? Mengapa mama melarang aku untuk bersama Evradt? Kami sudah menikah." ujar Amezza saat Elora memintanya untuk tak menemui Evradt.
"Lelaki itu tak mencintaiku, nak." ujar Elora.
"Bagaimana mama bisa tahu? Mama kan baru mengenal Evradt. Dia mencintaiku, ma. Memangnya kenapa kalau mama Evradt pernah di penjara? Kan itu mamanya. Bukan Evradt." Amezza terlihat bingung.
"Jika mama katakan tidak, berarti tidak! Jangan tanya lagi! Kamu harus dengarkan mama karena kamu anak mama dan bukan anak mereka. Dengar kan aku, Amezza!" teriak Elora dengan emosi yang tak tertahankan lagi.
Amezza terkejut. Seumur hidupnya, ia tak pernah melihat mamanya berteriak semarah ini pada siapapun. Gadis itu terduduk lesuh di atas sofa apartemennya. Ia menangis dengan tubuh yang agak gemetar.
Tizza langsung duduk di samping cucunya. Ia melingkarkan tangannya di pundak Amezza. "Dengarkan mamamu, nak. Oma percaya bahwa bukan kebetulan kalau Evradt adalah anaknya Vania."
"Memangnya apa hubungan mamanya Evradt dengan keluarga kita, Oma? Rahasia apa yang kalian sembunyikan?" tanya Amezza memelas.
Opa Elroy ikut duduk di samping cucunya. "Nak, kami sebenarnya sudah menutup semua yang berhubungan dengan cerita masa lalu antara mamanya Evradt dengan keluarga kami. Kami tak mau mengungkitnya. Sebab jika mengingatnya, itu akan sangat menyakitkan bagi kami."
Enrique menenangkan istrinya. Selama mereka menikah, baru kali ini Elora terlihat begitu marah, gelisah, bahkan terlihat tak tenang. Perempuan itu berdiri dari tempatnya duduk. "Malam ini kita pulang ke perkebunan. Hubungi pilot helikopter untuk membawa kita pergi."
"Aku nggak mau! Aku harus bicara dengan suamiku." tegas Amezza.
"Pulang dengan kami atau aku tak akan pernah menganggap mu lagi sebagai anak." kata Elora dengan suara keras, seakan tak bisa dibantah lagi. Enrique dan yang lain sungguh terkejut melihat perempuan yang biasa kalem itu nampak sangat garang malam ini.
"Oma.....!" Amezza memelas kepada Omanya.
"Kita pulang, nak. Kita harus menenangkan diri kita dulu baru kita bicara lagi." bujuk Tizza. Amezza hanya bisa pasrah. Selama ini ia tak pernah membantah orang tuanya. Walaupun hatinya memberontak. Namun Amezza harus taat.
**********
"Mereka sudah kembali ke perkebunan malam ini, tuan." kata Antonio kepada Evradt.
Lelaki itu menatap asistennya. "Amezza juga?"
"Ya."
Evradt tersenyum. "Aku capek malam ini. Biar saja Amezza ikut dengan orang tuanya. Aku sangat yakin kalau sebentar lagi ia akan menghubungi aku." kata Evradt. Ia keluar dari ruang kerjanya. Menemui mamanya yang sedang minum anggur di ruang tamu.
"Mengapa mama belum tidur? Ini sudah hampir jam 1, ma."
Vania tersenyum. "Mama sedang merayakan hari kebebasan mama. Kenapa juga kamu belum tidur? Apakah kamu memikirkan gadis itu?"
"Tidak, ma. Aku baru saja akan tidur. Besok aku ada rapat penting."
"Kamu persis seperti papamu. Gila kerja. Mama harap juga hatimu sedingin papamu. Yang tak akan pernah jatuh dalam pesona kecantikan wanita. Karena bagi papamu, wanita adalah pelengkap di atas ranjang saja. Dia tak punya hati mencintai wanita."
Evradt mencium pipi mamanya. "Kalau mama sudah tahu aku ini mirip papa, apa yang harus mama khawatirkan?"
"Bagaimana dengan adikmu? Apakah dia masih hidup? Bukankah mama memerintahkan mu untuk melenyapkannya?"
"Wasiat papa melarangnya, ma. Dalam wasiatnya tertulis, jika terjadi sesuatu pada Aiden sebelum usianya 25 tahun, maka semua bagian Aiden akan diberikan pada yayasan amal yang sudah papa pilih. Bahkan bagianku juga akan diambil 35%. Aku harus menjaga Aiden dengan baik, ma. Lagi pula anak itu baik padaku. Dia sangat mempercayai aku."
Vania hanya menggelengkan kepalanya. "Aiden bisa merebut semua yang menjadi milikmu jika ia tahu kalau aku dan papa mu tidak pernah menikah secara resmi."
"Aiden tak akan pernah tahu."
Vania hanya menggelengkan kepalanya. Ia tahu kalau putranya ini sedikit lemah menyangkut adiknya itu. Aku yang harus bertindak untuk melenyapkan Aiden saat ia sudah berusia 25 tahun. Sebentar lagi Aiden akan mencapai usia itu. Batin Vania lalu menghabiskan anggur yang ada di gelasnya.
************
Mata Amezza sembab karena terlalu banyak menangis. Pagi ini ia kembali menghubungi Evradt namun ponsel lelaki itu tak juga aktif. Entah sudah berapa banyak pesan yang Amezza kirimkan pada lelaki itu. Namun satu pun belum ada yang dibacanya.
Amezza tak keluar kamar untuk sarapan walaupun bibi Nuna sudah berulangkali memanggilnya untuk sarapan. Akhirnya Oma Tizza yang mengantarkan susu dan roti baginya.
Amezza terpaksa memakannya karena tak ingin omanya menjadi sedih.
Jam 10 pagi, ponsel Amezza berdering. Ia langsung senang saat tahu kalau itu panggilan dari Evradt.
"Hallo sayang.....!" terdengar suara Evradt dari seberang.
Tangis Amezza langsung pecah. "Ev, maaf kalau semalam aku langsung pulang. Orang tuaku memaksa aku datang ke perkebunan. Aku tak tahu harus bagaimana, Ev. Selama ini aku tak pernah membantah orang tuaku."
"Aku mengerti, sayang. Aku sengaja tak menelepon kamu semalam agar kamu bisa tenang. Bagaimana keadaan di sana?"
"Mereka ingin agar kita berpisah, Ev."
"Kamu setuju?"
"Tentu saja tidak."
"Sayang, jangan berpisah. Aku sangat menyayangi kamu. Malam nanti aku akan ke perkebunan. Aku akan bicara dengan orang tuamu."
"Jangan dulu, Ev. Mamaku masih emosi."
"Tapi aku merindukanmu, sayang. Aku tak tahan pisah denganmu."
"Kita ketemu di luar perkebunan saja. Nanti kita ketemu di rumahnya Fifi. Nanti aku bagikan alamatnya."
"Baiklah, sayang."
***********
Fifi sebenarnya kurang setuju saat Amezza mengatakan kalau ia akan ke rumahnya. Namun karena Amezza memaksa, Fifi akhirnya datang menjemput Amezza dengan mobilnya.
"Biar saja dia ke rumah Fifi. Di sana tenang, dekat danau. Amezza kan memang suka tempat-tempat yang sunyi." kata Tizza saat Amezza pamit untuk pergi dengan Fifi.
Saat mereka tiba di sana, Amezza sudah melihat mobil Evradt. Gadis itu dengan cepat turun dari mobil Fifi dan menemui Evradt. Keduanya berpelukan sangat lama.
"Jangan menangis sayang. Kita kan sudah pernah berjanji walaupun apapun yang terjadi, kita tak akan pernah berpisah." kata Evradt lalu melepaskan pelukannya. Keduanya melangkah masuk saat Fifi memanggil mereka. Bisa gawat kalau ada yang melihat mereka di halaman rumah Fifi.
Amezza dan Evradt berada di kamar Fifi.
"Sayang, aku minggu depan harus balik ke Paris. Kamu kan tahu kalau pekerjaan ku sangat banyak di sana. Dan aku ingin agar kamu juga ikut dengan aku, sayang." ujar Evradt sambil mengusap punggung Amezza. keduanya sedang duduk berselojor kaki di atas ranjang.
"Aku takut, Ev. Orang tuaku pasti gak akan mengijinkan aku pergi."
"Lalu aku harus bagaimana, Ame? Kamu kan tahu pekerjaan ku ada di sana. Kamu kan dapat terus melukis jika sudah berada di Paris. Aku akan memperkenalkan kamu dengan pelukis terkenal di sana agar karirmu lebih menanjak."
Amezza menjadi gelisah. Ia mendongak kan kepalanya dan menatap suaminya. "Jadi, haruskah aku pergi tanpa restu mereka?"
"Mereka tak akan pernah merestui kita. Mamamu sangat membenci mamaku karena mamaku adalah mantan tunangan papamu. Mereka menuduh mamaku melakukan kejahatan yang sebenarnya tak pernah di lakukan. Diantara mereka sudah ada dendam dan kemarahan. Namun mamaku sudah lama memaafkan papa dan mamamu." Evradt memegang kedua tangan Amezza. "Amezza, kita sudah menjadi suami istri. Apakah selamanya kita harus tinggal terpisah. Ikutlah denganku, sayang. Aku tahu orang tua mu pasti akan marah namun aku yakin mereka pasti akan memaafkan kita."
"Tapi......!"
"Kalau memang kamu tak bisa ikut, maka kita sebaiknya berpisah."
Amezza terkejut mendengar perkataan Evradt. "Jangan sayang. Aku tak mau pisah denganmu." ujar Amezza lalu memeluk tubuh Evradt dengan erat. Lelaki itu pun tersenyum penuh arti.
***********
Amezza orangnya gak banyak bergaul dan mengenal orang lain. Makanya dia sama sekali tak memiliki pengalaman apapun dalam bercinta. Begitu jatuh cinta, Amezza langsung dibuat mabuk kepayang. Dia menjadi buta untuk melihat ada apa dibalik tatapan cinta Evradt untuknya. Akankah Amezza meninggalkan keluarganya demi Evradt?