NovelToon NovelToon
Tinta Darah

Tinta Darah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Mengubah sejarah / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:361
Nilai: 5
Nama Author: Permenkapas_

terlalu kejam Pandangan orang lain, sampai tak memberiku celah untuk menjelaskan apa yang terjadi!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permenkapas_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

siapa pelakunya?

Oline kembali di buat terguncang dengan kabar kematian Vanya, saat dia baru melangkahkan kakinya ke dalam rumah, sebuah pengumuman dari toa masjid yang terdengar sangat lantang mengejutkannya. Kebetulan saat itu Bara datang dan langsung menangkap badan Oline yang limbung.

“Apa—apa itu Vanya teman sekelasku?” tanya Oline tergagap.

Bara tak kuasa untuk menjawab pertanyaan Oline, dia mengangguk lemah. Tangis Oline tak bisa terbendung lagi, dia menjerit histeris, Bara memeluk keponakannya yang sedang terguncang itu.

“Aku sudah berjanji untuk mencari siapa yang menerornya, tetapi—tetapi dia pergi sebelum tahu siapa yang menerornya selama ini,” ucapnya kesegukan.

“Kau ingin membalas dendam kepada seseorang yang telah membunuhnya?” tanya Bara.

Oline terdiam, dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir dari mata indahnya.

“Aku bisa membantumu.”

“Tidak! Kalau aku membunuhnya, lalu apa bedanya aku dan dia?”

“Setidaknya kau harus bertindak.”

Bara membopong badan Oline tetapi Oline menolak, dia ingin ke rumah Vanya dan ingin melihatnya untuk terakhir kalinya. Bara menyanggupi permintaan Oline, mereka langsung bergegas ke rumah Vanya.

Di sana, bendera kuning telah terpasang di depan rumah Vanya, banyak warga yang ingin melihat jasad Vanya. Oline turun dari mobil dan langsung bergabung dengan para pelayat yang lain, banyak yang menangis karena Vanya adalah gadis yang baik dan penurut dia juga ramah kepada warga desa, suka membantu jika ada orang yang membutuhkan bantuannya. Kedua wanita yang tak lain adalah kakak dan ibu Vanya menangis di dekat jenazah Vanya. Mereka tidak menyangka akan kehilangan Vanya begitu cepat, air mata Oline pun tak henti-hentinya menetes, dia tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat berarti di dalam hidupnya.

“Kalau Vanya punya masalah kenapa gak cerita saja sama keluarganya, kenapa milih bunuh diri segala?”

Kasak-kusuk itu terdengar Oline, dia menajamkan pendengarannya untuk menguping pembicaraan ibu-ibu yang tepat berada di belakangnya.

“Iya atuh, dia bunuh diri dengan menyayat urat nadinya sendiri, sampai darahnya tergenang di lantai kamarnya. Saat itu kakaknya sedang tidak di rumah, kakaknya nganterin pesanan kue ke desa sebelah, ibunya pergi ke kebun. Pulang-pulangnya kakaknya sudah menemukan Vanya tergeletak tak bernyawa,” jelasnya panjang lebar.

Oline merasa ada yang janggal dengan kematian Vanya, untuk apa dia bunuh diri? Seorang gadis yang periang seperti dirinya tak akan melakukan hal konyol itu. Oline berpikir keras tentang semua hal yang terjadi, dia menduga Vanya bukan bunuh diri melainkan dibunuh, tetapi siapa yang melakukan hal keji itu?

Ia tersentak dalam lamunannya saat ada seseorang yang menepuk pundaknya, orang itu tak lain adalah Devanka.

“Ka—kau di sini?”

“Tentu saja! Vanya 'kan teman sekelasku juga.”

Oline mengangguk mengerti. Semua orang berdiri untuk mengantarkan Vanya pada istirahatan terakhirnya.

Bara melihat gera- gerik Devanka yang menurutnya mencurigakan, atau memang Baralah yang berlebihan menilai Devanka.

Setelah selesai semua orang kembali ke rumah masing-masing tak terkecuali Oline dan Bara.

“Jauhi Devanka!” ucap Bara tegas.

“Kenapa?”

“Entahlah, kurasa nyawamu dalam bahaya jika dekat dengannya.”

“Kau terlalu berlebihan menilai sosok Devanka,” kecam Oline.

Dia berlalu pergi ke dalam kamarnya.

“Apa salahnya berhati-hati? Lagi pula sebuah firasat tidak pernah salah 'kan,?” tanya Bara pada dirinya sendiri.

Bara juga kembali ke dalam kamarnya, baru saja hendak melepaskan penatnya dengan berbaring di ranjang empuk miliknya, sebuah panggilan telepon mengagetkannya.

“Apa?!”

Bara kaget mendengar informasi yang di sampaikan anak buahnya. Mereka mengatakan bahwa lelaki berhodi hitam itu berasal dari tempat yang Bara dan Oline tinggali saat ini, Bara mengacak rambutnya kesal.

Dia mengingat semua kejadian di desanya, tetapi tidak ada yang mencurigakan, tidak ada yang mati karena dibunuh atau mungkin dirinya yang tidak begitu peduli dengan keadaan yang terjadi di desanya.

“Oh iya satu bulan yang lalu!” ucap Bara tiba-tiba setelah mengingat satu kejadian.

“Tetapi orang itu mati karena di tabrak kereta api, bukan dibunuh. Atau mungkin dia benar dibunuh tetapi mayatnya langsung di buang di jalur kereta api?”

Bara mencoba menerka-nerka kejadian satu bulan yang lalu yang terjadi di desanya, di mana semua warga desa di gemparkan dengan kematian preman desa yang selalu bikin ulah, pemuda tersebut sering mengamuk jika apa yang dimintanya tak segera di kabulkan tetapi preman itu tidak mengganggu Bara dan pekerja lainnya, sehingga Bara tidak mau ikut campur tentangnya. Saat tepat kejadian kematian preman itu, Bara keluar kota untuk menemui sang kakak, jadi dia tidak tahu dengan detail kejadian saat itu.

Bara bertekad untuk mencari tahu lelaki misterius itu, karena baginya ini semua menyangkut nyawa Oline keponakan tersayangnya.

Mengingat Oline dia jadi teringat satu hal yang mungkin ada sangkut pautnya dengan kejadian ini.

“Zola dibunuh lelaki misterius itu karena menyakiti Oline,” ucapnya yakin.

“Tetapi Vanya, bukankah sangat baik terhadap Oline? Lalu kenapa dia dibunuh?”

“Akh ... masalah ini benar-benar membuat kepalaku hampir meledak karena pusing,” ucap Bara sambil menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya.

Hari itu Oline memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah, dan Bara menyanggupi permintaannya, Oline termenung di teras rumah tersebut ditemani secangkir kopi dan kue kering, tanpa dia sadari sedari tadi dia diperhatikan oleh sosok misterius itu dari balik pohon besar, lelaki itu menatap Oline dengan tajam, kali ini dia tersenyum manis melihat Oline yang termenung seorang diri.

“Apa aku pembawa sial? Kenapa semua orang yang dekat denganku harus kehilangan nyawanya?”

Oline kembali menangis, dia menutupi wajah dengan kedua tangannya. Bara yang melihat itu langsung menghampiri Oline dan duduk di sampingnya, dia membiarkan Oline menangis sepuasnya, menghilangkan beban yang selama ini menumpuk di dalam pikirannya, Bara memperhatikan Oline sambil memasukkan potongan kue milik Oline ke dalam mulutnya. Lain halnya dengan Oline, Bara merasakan dia dan Oline sedang di awasi, dia melihat sekeliling tetapi tidak menemukan siapapun, karena lelaki misterius itu sudah pergi saat Bara menghampiri Oline dan duduk di sampingnya, mungkin dia terasa terancam dengan adanya Bara yang selalu siaga dengan kondisi Oline.

“Ayok jalan-jalan,” ajak Bara.

Oline memandang Bara dengan mata sembabnya kemudian ia menggeleng, moodnya serasa hilang begitu saja.

“Kita beli makanan yang banyak, kalau perlu sama tokonya,” bujuk Bara lagi.

Tetapi Oline tetap menggeleng dan itu membuat Bara merasa jengkel. Bara kemudian menarik tangan Oline dengan paksa dia memiliki rencana mempertemukan Oline dengan ayahnya, dia yakin setelah bertemu dengan ayahnya Oline akan merasa sedikit baikan dan tidak menyalahkan dirinya atas kematian sahabatnya sendiri si Vanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!