Eirene, seorang model ternama, karena kesalahannya pada malam yang seharusnya dapat membuat karirnya semakin di puncak malah menyeretnya ke dalam pusara masalah baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, menjadi istri seorang tentara marinir.
Rayyan, anak kedua dari 3 bersaudara ini adalah seorang prajurit angkatan laut marinir berpangkat kapten, bukan hanya sederet prestasi namun setumpuk gelar playboy dan keluarganya turut melekat di belakang namanya. Tak sangka acara ulang tahun yang seharusnya ia datangi membawa Rayyan menemui sang calon penghuni tetap dermaga hati.
"Pergilah sejauh ukuran luas samudera, tunaikan janji bakti dan pulanglah saat kamu rindu, karena akulah dermaga tempat hatimu bersandar, marinir,"
-Eirene Michaela Larasati-
"Sejauh apapun aku berlayar, pada akhirnya semua perasaan akan berlabuh di kamu, karena kamu adalah dermaga hatiku."
-Teuku Al-Rayyan Ananta-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KUBU EIRENE
Jika mereka berpikir Eirene adalah calon menantu dur haka maka mereka salah, ia hanya sedang mempertahankan harga dirinya yang sedang ingin dijatuhkan oleh calon ibu mertua, ia tak mau pulang dengan harga diri yang telah jatuh sepeninggalnya dari sini.
Ia bukan tipe gadis-gadis yang bisanya mewek dan pasrah abis itu kabur cuma karena punya calon mertua yang sedikit judes, sedikit liar, dan sedikit jahil.
Satu suapan masuk ke dalam mulut Eirene. Awalnya ia ragu untuk melahap makanan ini, bisa saja kan Salwa menaruh sianida, atau racun tikus di dalamnya, atau mungkin obat penca har. Karena jujur saja saat ini Salwa terlihat macam ibu-ibu mertua kejam yang ada di drama telenovela. Yang takut kekayaannya digasak abis oleh menantu miskin. Sungguh ia tak gentar, paling-paling kalo k.o Salwa masuk penjara, setimpal lah!
Salwa tersenyum melihatnya melahap sesendok benih-benih balas dendamnya. Ia lantas menyendok nasi miliknya sendiri dengan penuh semangat, jika dipikir-pikir--jahat memang! Tapi entah kenapa, rasanya jiwa liar emak-emaknya merasa tertantang oleh seorang Eirene. Dia rival yang tangguh.
"Emh! Enak, masakan tante enak sumpah! Boleh nambah kan?" seru honey yang memang suka dengan makanan pedas.
"Boleh! Boleh silahkan!" jawab Salwa, tapi tatapan ibu 3 anak ini tak lepas dari Eirene.
"Eyi," Rayyan memanggilnya demi memastikan jika Eirene baik-baik saja. Eirene menoleh, "enak!" jawabnya menahan rasa pedas.
Rayyan menganguk singkat namun tak yakin, matanya masih menatap Eirene dengan sorot mata yang getir, ia rasa Eirene memaksakan dirinya demi Umi.
Baru satu suapan saja lidah Eirene serasa terbakar, wajahnya langsung memerah, keringatnya bercucuran. Ia tak terbiasa dengan rasa pedas, bukan karena manja--sekali lagi bukan karena ia manja.
"Eyi," honey sampai menelan salivanya sulit dan menyodorkan air miliknya, karena milik Eirene yang sudah habis. Gadis itu sampai mengipasi wajahnya.
"Pedas? Masa sih, padahal umi ngga bikin ini pedes banget, cuma masukin cabenya seperempat--" Umi Salwa mengakui, Zaky menggelengkan kepalanya oleh tingkah jahil yang sudah keterlaluan dari istrinya ini, Salwa akan begini jika ia berontak dan tak suka.
"Dek," tegurnya pada Salwa serius, membuat istrinya menunduk.
Rayyan bahkan sudah melarang Eirene untuk melanjutkan makannya. "Udah stop Eyi, nanti perut kamu sakit," ia menahan tangan Eirene dan menggeser piring gadis itu, menggantinya dengan piring yang baru, ia isi dengan nasi dan lauk yang tak pedas.
"Makan yang ini," pinta Rayyan.
"Mubadzir Ray," balas Eirene kepayahan.
"Biar saya yang habisin makanan kamu," balasnya. Sebenarnya Rayyan tidak sedang menggombal, tapi entah kenapa tindakan gentle ini membuatnya merona dan melambung.
"I--iya."
"Maaf Eirene jika kamu tidak terbiasa dengan selera kami, tak apa, tak usah diteruskan makannya," ucap abi Zaky tak enak.
"Nih minum say--" Honey menyodorkan kembali minum.
Eirene tersenyum mengembang meskipun perutnya sudah meronta kebakaran begitupun dengan lidahnya, ia rasa setelah ini ia harus pergi ke dinas pemadam kebakaran demi menyemprot mulutnya dengan water cannon, pasalnya lidah dan mulutnya tercium bau hangus!
"See, madame!" Eirene tertawa tanpa suara. Sementara Salwa mencebik kesal, ternyata ia tak mudah menyerah, memilih berjuang dan berkorban demi sesuatu yang ia inginkan dan pertahankan, ia mirip seperti-----
Salwa menatap nanar model gumushh di sebrangnya,-----Salwa muda!
"Assalamualaikum!" Si bungsu akhirnya datang, ia terkejut dengan kehadiran sang idola. Kiblatnya para ciwi-ciwi, "Kak Eirene?!!! Aaaaaa!" ia langsung menghambur memeluk Eirene Lovely tanpa aba-aba membuat Eirene terkejut.
"Dek Ra, apa-apaan nih bocah?!" sarkas Rayyan menarik-narik lengan adiknya.
"Apa sih si playboy!" balas Zahra sontak membuat Eirene membulatkan matanya.
Derrr!
Padahal tadi ia sengaja memotong ucapan umi agar Eirene tak mendengar kata haram itu, tapi ia lupa jika si mulut ember ini lebih berbahaya.
"Zahra," tegur Salwa dan Zaky, Zahra merengut lalu melepaskan pelukannya, "maaf kak. Refleks!" nyengirnya lebar.
"Ngga apa-apa, tadi Eyi belum siap kamu peluk." Eirene mendorong kursinya untuk mundur lalu membiarkan Zahra dengan leluasa memeluknya, "nah sekarang udah siap dipeluk!" lanjutnya.
"Ha-ha-ha!" Zahra mengangguk kembali mengangguk.
"Zahra, biarin tamunya makan dulu," ucap umi sewot.
"Bentar mi, nanti foto-foto ya kak. Kan bisa pamer sama temen-teman di kampus! Kalo calon kakak ipar Zahra, model!"
"Uhukkk!" umi tersedak sampai terbatuk, "pedes--pedes!" kini Salwa yang kepedasan, ini sih senjata makan tuan, namanya.
"Nah kan, senjata makan tuan--" bisik Zaky mendapatkan tatapan sinis dari istrinya.
"Ini adik Ray kah?! Ya Allahhh cantiknya! Bisa nih buat jadi the next Eirene lovely!" ujar honey.
"Ha? Masa?! Yee!"
"Call me! Redi barbie kalau kamu mau jadi next top model!" ucapnya mengedipkan mata pada Zahra, membuat Zahra tertawa.
"Engga! Ngga boleh!" pungkas umi cepat-cepat.
"Ih umi apa sih?!"
"Sono ke kamar mandi dulu! Abis dari luar, maen sosor aja!" ujar Rayyan sengit, Zahra yang baru pertama bertemu langsung bisa nyosor dan peluk-peluk. Ia sendiri yang statusnya adalah calon Eirene dan sudah berkali-kali bertemu jadi kepengen juga.
"Sirik aja si playboy! Mana utang yang kemaren, ngutang lama amat bayarnya!" desis Zahra kini duduk di sebelah umi.
Eirene mengulum bibirnya mendengar pengakuan Zahra, sementara Rayyan sendiri sudah seperti kepiting rebus, malunya sampai ke tulang.
"Buka kartu. Terus aja bongkar semua! Ntar gue ganti 3 kali lipat, kalo udah gajihan!" balasnya, memang biasa antara yang punya hutang dan yang diutangin suka lebih galak yang punya utang.
"Kalian berdua bisa diam kan? Malu di depan tamu!" abi angkat bicara membuat keduanya langsung diam. Oke! Dari sini Eirene bisa lihat sifat semua anggota keluarga Rayyan, dan power masing-masing.
"Solat dulu dek, baru makan!" titah Salwa pada Zahra, gadis itu mengangguk menurut, "iya!"
"Kak, nanti dilanjut lagi ya!" kata Zahra, gadis itu mencondongkan wajahnya. "Jangan pulang dulu, sebelum umi luluh!" lalu ia terkekeh dan pergi menghilang di balik tembok menuju kamarnya.
Tentu saja ucapan si bungsu dapat di dengar semuanya.
"Zahra!" umi Salwa melotot, karena ia pun sudah merasa jika disini orang-orang memihak Eirene. Rayyan tertawa, si bungsu ini memang selalu jadi kompor meleduk, dimana saja dan kapan saja, sama seperti dirinya--tapi posisinya masalah yang terjadi sekarang adalah masalahnya.
"Oh iya, yang barusan Zahra--adik bungsu Rayyan," Salwa kembali berucap.
"Dia kuliah jurusan keperawatan. Ah, saya baru keingetan! Pendidikan terakhir kamu apa?" tanya Salwa.
"Ya?" Eirene membeo, ia baru saja kembali fokus setelah menyelesaikan makannya dan menyilangkan garpu juga sendok diatas piring.
"Saya home schooling," jawab Eirene tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil menyelesaikan tantangan makan yang serasa seperti sedang menyelesaikan tantangan benteng takeshi, penuh perjuangan, drama dan air mata.
"Oh," senyumnya seolah mengejek dan merendahkan.
Kini mereka sudah kembali duduk di sofa, dengan Zahra yang mendominasi obrolan bersama Eirene dan honey, sesekali ia juga berfoto selfie dengan sang idola.
"Kak Eyi top banget deh waktu ajang next top model itu loh, sumpah! Juri termuda di sana mana paling cantik lagi, kok bisa sih?!" puji Zahra membuat telinga umi berasa tebal dan panas.
"Bisa dong, kan managernya honey---" jawab honey berkelakar.
"Bukan perjuangan yang gampang sih Ra, tapi kalo kalian anggap itu enak--Eyi pikir lebih enak belajar aja lah di kampus, kaya kata umi madame tadi---" tatapan Eirene kini jatuh pada calon ibu mertuanya yang sejak tadi menatap iri karena Zahra si bungsu begitu lengket dengan Eirene, tak sesuai dengan rencananya.
"Umi kamu bener, belajar aja di kampus, jadilah apa yang kamu mau--jadi perawat misalnya sesuai prodimu, kaum terpelajar dan berpendidikan tinggi bukan cari uang dengan melenggok di atas catwalk mengandalkan lekukan tubuh dan paras hanya untuk membeli sebuah kehidupan, karena selamanya mereka akan tetap dianggap bo doh tanpa pendidikan," jelasnya menusuk ke arah mata Salwa, begitu membuat dada Eirene mendadak sesak, begitupun Honey. Pria gemulai itu menggenggam tangan Eirene memberikannya kekuatan.
"Thanks," gumam Eirene.
"You're welcome baby,"
"Kapan kalian merit?" pertanyaan itu lolos dari mulut Zahra.
"Nunggu restu bumi dan langit!" jawab Rayyan terkekeh menatap umi dan abi.
"Kalo abi---" ia melirik Salwa yang bermata tajam, ia menjeda ucapannya.
"Sekeras apapun benteng yang kamu bangun. Tak akan cukup kokoh jika isinya hanya sebuah kesombongan dan ego," ucap Zaky pada Salwa dengan sorot mata melunak demi menyadarkan istrinya itu. Salwa bukan membenci Eirene, tapi ia tak suka dengan profesinya.
.
.
.
.
.